LIPSUS Anak di Malang Raya Tak Sekolah

Banyak Anak Tidak Sekolah di Kota Malang, Ada yang Pilih Jadi Jukir

Remaja 16 tahun asal Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang ini memilih tidak melanjutkan sekolah setelah lulus dari kelas 6 SD.

Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Purwanto
ILUSTRASI - Siswa baru beraktivitas di dalam kelas pada hari pertama pembelajaran sekolah. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Persoalan ekonomi yang membuat Bahrul (bukan nama sebenarnya, red.) rela meninggalkan bangku sekolah.

Remaja 16 tahun asal Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang ini memilih tidak melanjutkan sekolah setelah lulus dari kelas 6 SD.

Kini setiap hari Bahrul bekerja menjadi juru parkir (jukir) di pertokoan. Dengan memegang peluit dan mengenakan rompi warna hijau, Bahrul mengatur sepeda motor agar tertata tapi.

Faktor ekonomi yang membuat pemuda berambut pendek itu tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Ayah Bahrul bekerja sebagai sopir mikrolet, dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Kondisi ini yang membuat Bahrul harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. "Saya lebih baik kerja agar dapat uang," kata Bahrul kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (11/10).

Menjadi jukir memang bukan menjadi pilihan Bahrul di usianya yang baru menginjak remaja. Bahrul menjadi jukir setelah diajak oleh tetangganya.

Dengan menjadi jukir, Bahrul bisa belajar tentang tanggung jawab dan manajemen waktu. Dia harus sigap mengatur kendaraan dan menjaga keamanan area parkir.

Pekerjaan ini juga membantu Bahrul berinteraksi dengan berbagai orang sehingga bisa memperluas wawasannya tentang kehidupan. "Awalnya saya diajak tetangga untuk menjadi jukir. Katanya, daripada hanya berdiam di rumah, lebih baik bekerja," ungkapnya.

Sebenarnya Bahrul berharap bisa kembali ke bangku sekolah. Namun, kondisi lingkungan dan ekonomi yang membuat Bahrul lebih memilih untuk bekerja demi memenuhi kehidupannya. "Sebenarnya saya ingin bisa sekolah lagi. Tapi, lebih baik saya kerja saja," urainya.

Bahrul merupakan satu dari 5.655 Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kota Malang. Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang menyebutkan perincian ATS terdiri dari 1.875 anak karena drop out (DO), 1.271 anak Lulus Tidak Melanjutkan (LTM) sekolah, dan 2.595 anak tidak pernah sekolah/belum pernah bersekolah (BPB).

Pemkot Malang membuat program Ajak Kembali Anak ke Sekolah (AKAS) untuk menuntaskan ATS. "Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) siap menerima berapapun ATS yang mau melanjutkan sekolah. ATS juga bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri di bawah Disdikbud Kota Malang secara gratis," jelas Indri, perencana Disdikbud Kota Malang, Jumat (11/10).

Jika ATS SD lebih dari 12 tahun, maka anak tersebut bisa ke Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Disdikbud akan berupaya mencarikan PKBM yang dekat dengan rumahnya agar tidak ada kendala masalah transportasi.

Indri menyebutkan ATS berasal dari berbagai jenjang pendidikan. Makanya penanganan ATS melibatkan Disdikbud Kota Malang, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang, dan Cabang Dinas (Cabdin) Pendidikan Wilayah Kota Malang dan Kota Batu. Sesuai hasil verifikasi, hanya 435 ATS yang ada di bawah kewenangan Disdikbud Kota Malang.

Saat ini Disdikbud sedang memadankan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) 2.595 BPB.

"Anak-anak yang punya NIK tapi tidak punya NISN dianggap tidak pernah bersekolah. Padahal bisa jadi anak-anak itu sekolah di pondok yang belum punya Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN). Atau bisa jadi ada data ganda sehingga anak tersebut tercatat di daerah lain," urainya.

Indri mengungkapkan Disdikbud akan menyampaikan hasil verfal tersebut ke Kemenang Kota Malang dan Cabdin Pendidikan Jatim wilayah Kota Malang untuk ditindaklanjuti. Disdikbud menerima data ATS dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah by name dan by sekolah.

Setelah assesment, ATS akan diarahkan ke sekolah formal atau PKBM. ATS yang sudah bekerja untuk membantu ekonomi keluarga akan diarahka melanjutkan ke PKBM terdekat.

"Seperti Rafi dari Kelurahan Arjowinangun itu tidak melanjutkan ke SMP karena kondisi orang tuanya. Kakaknya juga tidak meneruskan sekolah. Rafi bekerja untuk membantu ekonomi orang tuanya. Tapi dia sudah mau meneruskan pendidikan jenjang SMP ke PKBM terdekat rumahnya," urainya.(M Rifky Edgar/Sylvianita Widyawati)

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved