Perusahaan Tahan Ijazah Surabaya
Jan Hwa Diana Memelas Saat Ditinggal Karyawannya, Modus Sita Ijazah dan Denda Salat Jumat Diungkap
Namun anehnya, saat Korban SAS resign, sang bos, malah berusaha membujuk dirinya untuk mengurungkan niat, dan tetap bekerja di perusahaan tersebut.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Jan Hwa Diana, pemilik usaha UD Sentosa Seal yang viral karena menahan ijazah, diketahui mulai bersikap memelas ketika satu persatu karyawannya mengundurkan diri, resign, dan melaporkan dirinya ke polisi.
Sikap Jan Hwa Diana itu diungkap oleh salah satu eks karyawannya, SAS (20) , yang hari ini, Selasa (22/4/2025) melapor ke Polda Jatim.
Baca juga: 3 Kasus Pidana Bakal Menjerat Jan Hwa Diana CS, UD Sentoso Seal Bukan Hanya Menahan Ijazah Karyawan
SAS (20) warga Surabaya, menjadi bagian dari 44 orang mantan karyawan dari perusahaan milik pengusaha Jan Hwa Diana itu yang melapor ke Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.
SAS membulatkan tekad untuk resign dari perusahaan dan memperkarakan permasalahan ijazahnya yang disita secara hukum di Kepolisian.
Korban SAS mengungkap bagaimana respon mantan bosnya, Jan Hwa Diana, saat ditelefon untuk menanyakan pengembalian ijazahnya yang disita.
"Soal permintaan ijazah. Kemarin saya sempat telpon ke Bu Diana. Saya tanya sekalian. Dia mintanya omong-omongan secara 4 mata. Enggak mau langsung lewat telpon. Tiba-tiba dia matikan telponnya," jelasnya.
Namun anehnya, saat Korban SAS resign, sang bos, malah berusaha membujuk dirinya untuk mengurungkan niat, dan tetap bekerja di perusahaan tersebut.
"Bu Diana bilang; 'kamu engga kasihan ta sama Ce Diana'. Saya bilang; 'ya gimana lagi ce, keadaannya juga seperti ini'. Saya sudah terusan minta ijazah, jawabannya iya iya, tapi gak ada kejelasan," terangnya.
SAS juga mengungkap kisah pilunya selama menjadi karyawan Usaha Dagang (UD) Sentosa Seal.
yang tengah viral karena menahan ijazah bermunculan seiring proses laporan ke polisi yang dilakukan.
SAS bekerja selama kurun waktu sekitar lima bulan, yakni sejak 15 November 2024 hingga Senin 14 April 2025 lalu.
"Yang saya dapat selama kerja di sana, cuma gaji Rp 85 (ribu) per hari. Ya gimana ya, saya niatnya bekerja di sana buat bayar hutang malah nambah hutang. 1 bulan gaji gak sampai Rp 3 jutaan, gak sampai," ujarnya saat ditemui di depan halaman Gedung SPKT Mapolda Jatim, Selasa (22/4/2025).
Sejak awal, Korban SAS mengakui tidak ada klausul dalam klasifikasi pekerjaan yang diminta perusahaan tersebut dalam tampilan informasi lowongan pekerjaan melalui Aplikasi KitaLulus.
Ternyata, klausul penyitaan dan penjaminan ijazah asli tersebut, muncul saat dirinya menjalani proses interview dan wawancara seleksi lamaran pekerjaan di perusahaan tersebut.
Alasannya juga tak terlalu jelas dipahami oleh Korban SAS.
Penjaminan ijazah asli tersebut, setahu dia, dipakai sebagai antisipasi adanya aksi kriminalitas yang dilakukan oleh karyawan.
Namun, belakang diketahui, penjaminan ijazah tersebut cuma akal-akalan dalam rangka mengekang pihak karyawan yang bekerja dengan beban pekerjaan tak masuk akal.
Manakala si karyawan itu hendak keluar atau resign dari tempat perusahaan tersebut, maka pihak manajemen dapat memintai uang senilai sekitar dua juta rupiah kepada si karyawan tersebut.
"Tapi kalau saya resign mendadak, saya harus nebus ijazah seharga Rp 2 juta. Saya engga ada kontrak. Pokoknya kalau saya tiba-tiba mau resign," katanya.
Baca juga: Pilu Eks Karyawan Jan Hwa Diana Cuma Bisa Kerja Serabutan, Imbas Ijazah Ditahan 5 Tahun Sejak Resign
Mengenai adanya larangan dan pembatasan aktivitas beribadah Salat Jumat untuk Kaum Adam yang menjadi karyawan di perusahaan tersebut, SAS tak menampiknya.
Ia menyebut aturan tersebut memang ada, dan dirinya juga berulang kali terkena aturan tersebut, yakni pemotongan upah sebanyak Rp10 ribu jika terlambat kembali masuk kerja setelah menunaikan salat.
"Soal larangan solat ada. Sebenarnya boleh solat, tapi dipotong Rp10 ribu. Untuk mengganti waktu kerja, karena kita pakai solat jumat. Kita engga protes, ya kita anggap kayak tekanan pekerjaan," pungkasnya.

Sementara itu, pengacara para korban penahanan ijazah, Edi Kuncoro mengatakan, kasus yang dilaporkan kali ini bertambah tiga perkara.
Selain penggelapan ijazah, pihaknya juga melaporkan akun media sosial atas kasus penipuan dengan modus lowongan kerja.
Berdasarkan penelusurannya, terdapat sekitar tiga akun yang dianggap menyebarkan informasi berisi penipuan lowongan pekerjaan.
"Ada tiga akun, yang pertama yaitu akun Media Sosial facebook dan instagram. Lalu akun sebuah aplikasi lowongan pekerjaan. Dari lowongan pekerjaan itu, menentukan syarat-syarat. Salah satunya syarat penting tentang penyerahan ijazah dan penahanan ijazah asli," ujarnya di halaman Gedung SPKT Mapolda Jatim.
Akun-akun tersebut mengatasnamakan badan usaha yang lain, seperti perusahaan komoditor maupun perusahaan terbatas.
Lalu, badan usaha itu juga menggaet pencari kerja yang bukan merupakan atas nama perusahaan Sentosa Seal, melainkan diarahkan untuk melakukan interview ke pergudangan di Margomulyo nomor 44.
"Inilah yang saya kemudian melaporkan akun, bahwa akun ini ada dugaan penipuan yang mengatasnamakan PT lain kemudian melamar ke sana dan menyerahkan ijazah atau uang Rp 2 Juta itu yang pertama," ungkapnya.
Kasus kedua, Kuncoro mengulas mengenai adanya tindak pidana penggelapan.
Pasalnya, para pelamar kerja yang melamar ke Margomulyo itu, diminta menyerahkan ijazah.
Lalu, para pelamar kerja dijebak dengan klausul akal-akalan, dengan menyerahkan uang tunai dua juta rupiah, sebagai uang penebus ijazah yang disita.
"Namun setelah teman-teman resign, yang harusnya ijazah itu dikembalikan tetapi sampai hari ini tidak dikembalikan. Maka ini termasuk unsur tindak pidana penggelapan dan itu sudah kita laporkan," terangnya.
Lalu yang ketiga, tentang penghilangan barang milik orang lain. Kuncoro mengatakan, dari ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHP 406; barangsiapa menghilangkan barang milik orang lain, maka itu bisa dikenakan ketentuan pidana.
"Ini dasar kita adalah dari kejadian ketika kita sidang dengan Pak Wamen. Bahwa orang yang biasa mengetahui dan melihat penyimpanan ijazah di belakang mejanya, pada saat sidak barang itu tidak ada. Ini yang kemudian kita melihat ada unsur-unsur penghilangan barang milik orang lain yang diduga bisa kita laporkan," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.