Sidang Dugaan TPPO PT NSP Malang, Tiga Saksi Kunci Dihadirkan

Dalam sidang teaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang menghadirkan tiga saksi kunci untuk terdakwa AB alias Alti alias Ade.

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANg.COM/Kukuh Kurniawan
SIDANG LANJUTAN DUGAAN TPPO - Suasana sidang lanjutan perkara dugaan TPPO CPMI ilegal yang diduga dilakukan PT NSP Cabang Malang di PN Malang, Senin (30/6/2025). Dalam sidang tersebut, JPU Kejari Kota Malang menghadirkan tiga saksi kunci.  

SURYAMALANG.COM, MALANG - Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus penampungan dan penempatan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal yang diduga dilakukan PT NSP Cabang Malang, kembali digelar di PN Malang, Senin (30/6/2025).

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang menghadirkan tiga saksi kunci untuk terdakwa AB alias Alti alias Ade.

Ketiga saksi yaitu Hanifah, Sundari, dan Rinawati merupakan CPMI yang sebelumnya didaftarkan melalui terdakwa Hermin dan dibantu oleh terdakwa Alti.

"Ketiga saksi menyebutkan secara jelas, bahwa proses pendaftaran dilakukan ke Hermin dengan keterlibatan aktif dari Alti sebagai pihak yang memfasilitasi dan membantu pengurusan," ujar JPU Kejari Kota Malang, Heriyanto usai persidangan . 

Dirinya menjelaskan, keterangan para saksi memperkuat dakwaan bahwa proses penempatan tidak sesuai prosedur resmi.

"Mereka tidak jadi berangkat, dikarenakan prosesnya bermasalah. Tiga saksi ini justru menjadi bukti, bahwa ada pelanggaran administratif dan indikasi eksploitasi," terangnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Amri Abdi Bahtiar membantah keras tuduhan tersebut dan kliennya hanya
menjalankan tugas sebagai marketing divisi Hongkong dari PT NSP dan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.

"Prosedurnya sudah sesuai dengan Pasal 13 UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Mereka gagal berangkat karena ada laporan, bukan karena proses yang ilegal," jelasnya.

Di sisi lain, pihaknya menuding balik bahwa penegak hukum tidak memahami teknis perekrutan PMI yang sah.

"Banyak pejabat tidak paham bahwa penempatan perseorangan itu diperbolehkan dengan catatan job order dan legalitas dipenuhi oleh kantor pusat. Klien kami hanya menjalankan fungsi marketing, bukan pemilik PT," tambahnya.

Sementara itu, Ketua SBMI Jawa Timur, Endang Yulianingsih tetap yakin bahwa unsur TPPO terpenuhi. Dan pihaknya menilai, bahwa penegakan hukum adalah langkah penting untuk melindungi hak-hak CPMI.

"Kalau prosesnya legal, tidak mungkin tempat penampungan digerebek polisi. Fakta persidangan sesuai dengan BAP," tandasnya.

Sebagai informasi dari 40 saksi yang direncanakan, 12 orang telah dihadirkan di dalam persidangan dan dimintai keterangan.

Berikutnya, sidang pekan depan akan kembali menghadirkan tujuh saksi lanjutan serta saksi ahli untuk memperkuat pembuktian unsur pidana.

Seperti diberitakan sebelumnya, Satreskrim Polresta Malang Kota telah menggerebek tempat penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal. Alhasil, sebanyak dua orang ditetapkan sebagai tersangka.

Kedua tersangka itu adalah perempuan berinisial Hermin (45), warga Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang dan laki-laki berinisial Dian Permana (37), warga Kecamatan Sukun Kota Malang.

Diketahui, Hermin memiliki peran sebagai penanggung jawab tempat penampungan.

Sedangkan Dian Permana, memiliki jabatan sebagai kepala cabang PT NSP wilayah Malang.

Dari hasil penyelidikan, tempat penampungan CPMI bernama PT NSP yang dikelola oleh tersangka ternyata ilegal.

Sebelum mendapat izin, perusahaan itu telah memberangkatkan beberapa PMI ke negara Hongkong.

Sebagai informasi, tempat penampungan CPMI ilegal itu terletak di dua perumahan berbeda yang berada di Kecamatan Sukun.

Saat pihak kepolisian melakukan penggerebekan pada Jumat (8/11/2024) lalu, ada sebanyak 41 CPMI berada di dalam.

Dari hasil pengembangan lebih lanjut oleh pihak kepolisian, ada tambahan satu tersangka baru. Yaitu, seorang perempuan bernama Alti Baiquniati (34) (inisial AB), warga Kelurahan Jodipan Kecamatan Blimbing Kota Malang.

Diketahui, AB memiliki peran untuk menjemput CPMI dan juga tangan kanan dari tersangka HNR (45). Dan ia dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 10 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, serta Pasal 81 juncto Pasal 69 dan/atau Pasal 85 juncto Pasal 71 UU RI No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

 

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved