Namun, setibanya di sana, mereka malah dipekerjakan untuk bidang lain dengan gaji tak sepadan beserta resiko ancaman nyawa yang kian riskan.
"PMI yang kami temukan, beberapa perkara di Blitar dan Kediri, seolah-olah badan latihan kerja, tapi mengirimkan pekerjaan migran ke luar negeri. Juga ada modusnya, perseorangan yang mengirimkan pekerja migran ke luar negeri," kata mantan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya itu.
Mengenai TPPO modus muncikari yang menjajakan kemolekan tubuh wanita, Farman mengatakan, para mami dan papi muncikari itu menjual wanita dewasa dan anak-anak berkedok tempat karaoke.
Para wanita itu ditampung di sebuah tempat karaoke yang berbentuk bangunan semipermanen, untuk dipekerjakan sebagai pemandu lagu.
Lokasinya, tersebar di wilayah Kota Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto bahkan Malang.
Dalam lokasi tersebut, tersedia tempat nongkrong dan ruangan khusus yang diperuntukkan sebagai tempat bernyanyi.
Para korban dipekerjakan menemani para tamu yang ingin 'menyumbangkan' suara di dalam ruang karaoke.
Nah, bagi para tamu yang 'kepincut' dengan paras ayu si pemandu lagu, si pemilik karaoke atau mami muncikari bakal mempersilahkan si tamu membawa si pemandu lagu, dengan harga tarif khusus kisaran Rp1-2 juta.
Keuntungan dari praktik tersebut bakal dibagi rata antara si muncikari dengan si pemandu lagu.
Namun, dalam pengungkapan kasus ini, juga banyak yang menggunakan modus menjualdiri melalui aplikasi kencan.
"Soal masalah PSK. Kebanyakan ini terkait modus MiChat," pungkasnya.
Kemudian, Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Ali Purnomo mengatakan, modus melalui aplikasi kencan dilakukan melalui kesepakatan dengan pihak si pemesan.
"Soal TPPO modus MiChat, dan pornografi, kebanyakan muncikari yang menjual lewat medsos MiChat dan sebagainya," kata Ali Purnomo.