Huda menjelaskan, jika kenaikannya 6,5 persen sesuai dengan usulan, otomatis akan dibebankan di biaya produksi.
Jika itu yang terjadi, maka secara otomatis harga jual produk itu juga akan lebih tinggi.
“Misal yang dulu harga produk itu Rp 20.000 per satuannya, karena ada beban tambahan untuk menutupi kenaikan UMK ini , maka otomatis harga satuannya berubah tidak lagi harga lama, bisa Rp 22.000 atau lebih,” urai Huda.
APINDO, kata Huda, mengusulkan kenaikan UMK tahun 2025 sebesar 2,08 persen yang dinilai cukup realistis.
Penghitungan kenaikan itu berdasar PP 51 tahun 2023 yang mengatur batas penyesuaian "Kenaikan upah minimum maksimal sebesar 5 persen dari upah minimum tahun sebelumnya".
Menurut Huda, menjadi masuk akal jika 6,5 persen itu diberlakukan di daerah yang UMKnya di bawah UMP Jatim.
“Kasihan kalau diberlakukan ke semua daerah. UMK Kabupaten Pasuruan ini sudah melebih UMP Jatim yang hanya Rp 2.165.224 di tahun 2024. Ini akan memperluas ketimpangan UMK Jatim,” terangnya.
Kenaikan 6,5 persen ini mungkin bisa diterapkan di Kota atau Kabupaten yang UMKnya lebih rendah dari pada UMP Jatim.
Itu penting karena untuk memutus ketimpangan upah di Kabupaten atau Kota di Jawa Timur.
“Kalau disamaratakan ya akhirnya akan terjadi perbedaan yang jauh dan ini akan menjadi tidak baik, karena lama kelamaan Pasuruan akan ditinggal investor karena tidak ada yang bisa diunggulkan. UMK juga tinggi,” tutupnya.
Kota Gresik
Sejauh ini pemerintah Kota Gresik juga belum merilis pengumuman soal kenaikan UMK di daerahnya apakah ikut aturan Permenaker 6,5 persen atau tidak.
Bila melihat sengitnya permintaan buruh dan Apindo yang bertolak belakangan, penentuan UMK Gresik 2025 bakal berjalan alot.
Diketahui, Upah Minimum Kerja (UMK) Gresik tahun 2024 senilai Rp 4.642.031. Angka tersebut naik Rp 120.001 dari tahun 2023.
Tahun ini buruh menuntut kenaikan sebanyak 8 persen yakni sebesar Rp 5.013.393.
Baca juga: 11 Daerah di Jatim Naikkan UMK 2025 6,5 Persen: Ponorogo, Jember, Kediri, Blitar Jadi Rp 2 Jutaan