Modus yang digunakan adalah pemasangan kabel tersembunyi dalam blok arus di bawah dispenser, yang terhubung ke panel listrik dan perangkat modul tambahan.
"Penyembunyian alat tambahan berupa komponen elektronik terbukti mencurangi atau mengurangi takaran BBM yang dibeli oleh konsumen pada pompa BBM tersebut" kata Nunung.
"Menyebabkan tidak terdeteksinya oleh petugas metrologi legal ketika melakukan kegiatan tera ulang tiap tahun," lanjutnya.
Dalam pemeriksaan awal, tersangka mengaku kecurangan ini baru berjalan dua bulan.
Namun, penyidik menemukan kabel yang tersambung ke mesin pompa sudah terpasang lama tanpa bekas bongkaran baru.
"Kecurangan ini memang sudah diniati sejak SPBU ini dioperasionalkan atau berdiri. Walaupun pengakuannya baru dua bulan," tambah Nunung.
Baca juga: Tiba-Tiba Polisi Datangi dan Periksa Sejumlah SPBU di Kota Batu, Cek Akurasi Takaran
Polisi pun masih menyelidiki kemungkinan keterlibatan pemilik SPBU dan hingga saat ini, delapan orang saksi telah diperiksa.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 62 ayat 1 huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Selain itu, tersangka juga dikenakan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Motor Ojol Rusak Isi Pertalite
Kasus kedua terjadi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara setelah sejumlah pengemudi ojol mengeluhkan motornya rusak setelah isi Pertalite.
Masalahnya bukan hanya satu ojol yang jadi korban, total ada 10 konsumen sesama ojol yang juga mengalami hal serupa.
Keluhan motor mogok setelah isi BBM pertalite di salah satu SPBU Kota Kendari tersebut telah dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota atau Polresta Kendari pada Selasa (4/3/2025) malam.
Para ojol menduga bensin yang dibelinya merupakan BBM oplosan.
Kapolresta Kendari Kombes Pol Eko Widiantoro mengungkapkan pihaknya tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan Pertalite oplosan.