Korban Pencemaran Limbah TPA Supit Urang Kota Malang Dijanjikan Ambulance, Motor dan Sumur Artesis

Penulis: Imam Taufiq
Editor: Eko Darmoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENCEMARAN LIMBAH - TPA Supit Urang di Kota Malang yang limbahnya mencemari warga Kabupaten Malang (foto arsip).

SURYAMALANG.COM, MALANG - Penyelesaian kasus pencemaran limbah TPA Supit Urang, Kota Malang, yang sempat lama dan berbelit-belit itu, akhirnya ada sedikit harapan untuk ribuan warga di tiga desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, yang sudah dua tahun lebih terdampak pencemaran itu.

Sebab, warga dijanjikan akan disumbang tiga mobi ambulance, tiga sepeda motor roda tiga untuk mengangkut sampah, dan akan dibuatkan sumur artesis buat warga yang sumurnya tercemar itu.

Meski baru dijanjikan, namun itu sudah bisa sedikit menurunkan tensi warga.

Minimal, warga akan menunda rencananya untuk mengadang truk yang akan membuang sampah ke TPA yang menampung sampah 500 ton per hari itu.

"Kami akhirnya lega karena DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Malang dan Kabupaten, sepakat akan memberikan kompensasi," tutur Tekat Pribadi, Kades Jedong, Sabtu (23/5/2025), yang warganya tercemar bau badek dan serbuan lalat tiap siang hari itu.

Sebelum ada kesepakatan itu, Tekat sempat meninggi emosinya karena merasa sudah bosan diundang rapat untuk membahas pencemaran limbah, yang tiada ujung itu.

Bahkan, ia mengancam akan membiarkan warganya, untuk turun jalan, jika tak ada kompensasi.

Keberanian Tekat yang layak diacungi jempol itu disampaikan di forum, yang ada Noer Rahman, Kadis DLH Kota Malang, Ahmad Dzulfikar, Kadis DLH Kabupaten Malang, dan anggota DPRD Kota dan Kabupaten Malang, saat menggelar pertemuan di TPA Supit Urang, Rabu (21/5/2025) lalu.

"Kami juga salut pada anggota dewan, yang tegas dan mengebrak itu, sehingga membuat DLH Kota Malang jadi sadar dan luluh," tuturnya.

Anggota dewan yang dimaksud Tekat itu adalah Hadi Mustofa atau Gus Tof dan Abdul Qodir atau Adeng, keduanya anggota Komisi III DPRD Kabupaten Malang, yang ikut sidak kemarin itu. Pernyataan mereka berdua itu dianggap menusuk ulu hati Noer Rahman.

"Kami ini tak langsung jadi anggota dewan, namun sempat jadi aktivis jalanan, bahkan pernah hidup di pasar, tahulah permainan seperti ini. Masa, DLH harus bulet terus. Wong, biaya bikin sumur artesis itu nggak sampai Rp 700 juta," ungkap Gus Tof.

Begitu juga Adeng, anggota dewan dari PDIP itu. Pria yang dikenal orangnya orang kuat di DPP PDIP itu mengaku selalu meredam emosi warga Desa Jedong, setiap kali akan menggeruduk TPA.

Itu karena ketua Fraksi PDIP itu ingin menjaga hubungan baik antara Bupati Malang, Muhammad Sanusi, dan Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, yang dulu pernah jadi anak buahnya saat jadi Sekda.

"Ya, terjemahkan sendiri kalau kami, para anggota dewan tak terus meredamnya," tegas Wakil Ketua DPC PDIP itu.

Selain Gus Tof dan Adeng, Dito Arief Nurachmadi, anggota Komisi C DPRD Kota Malang ini juga nggak kalah tegas, untuk  berseberangan dengan Rahman, demi membela warga yang terdampak pencemaran itu.

Halaman
12

Berita Terkini