Setelah dinyatakan selesai menyunat anaknya, mahasiswi magang itu pulang.
Namun selang tiga hari usai disunat, anak AR menjerit kesakitan.
Dia pun melaporkan kondisi itu kepada S, selaku perawat yang sudah memiliki legalitas PMP.
Namun yang bersangkutan menjamin jika kondisi anak AR dalam keadaan baik-baik saja.
“S datang ke rumah, saat melihat kondisi anak saya, S menjamin jika anak saya dalam keadaan baik-baik saja,” tutur AR.
Empat hari selang kejadian, AR kembali melapor ke S.
S juga menyebut hendak memotong ring pengaman pada alat vital.
“Dari awal saya sudah curiga, ini prosesnya saja janggal."
"Bahkan saat ring sudah copot, kondisi alat vital anak saya seperti luka bakar,” keluh AR.
Geram dengan praktik sunat itu, AR sempat mengeluh pada Kadinkes Pamekasan, Safiuddin, termasuk langkah Dinkes agar bisa mengevaluasi si S yang sudah memiliki izin PMP tersebut.
Selain itu, AR mengaku tahu dari salah satu pegawai Dinkes Pamekasan, jika izin PMP milik S baru keluar tiga minggu lalu.
Sementara praktiknya sudah berlangsung sejak tahun lalu.
“Ini kan janggal, bahkan sebulan sebelum izin itu keluar, tempat praktek milik S ini justru masih mendapat teguran dari Dinkes Pamekasan lantaran dugaan malapraktik,” ujar AR.
Menanggapi keluhan AR, Kadinkes Pamekasan Saifudin melalui Kepala Bidang (Kabid) Sumberdaya Kesehatan (SDK), Avira Sulistyowati menyatakan masih akan mengumpulkan beberapa bukti terkait informasi dugaan malapraktik oleh perawat berinisial S tersebut.
“Perlu bukti-bukti juga, kita tidak bisa langsung mencabut izinnya atau menindak yang bersangkutan,” kata Avira.