SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Rini Hanifah (48) merasa upaya memperjuangkan restitusi Tragedi Stadion Kanjuruhan sia-sia.
Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.
Ganti kerugian ini bisa berupa pengembalian harta benda, pembayaran biaya pengobatan atau perawatan, ganti rugi atas kerugian psikologis, atau kerugian lain yang diderita akibat tindak pidana.
Restitusi bertujuan untuk memulihkan kondisi korban seperti sebelum terjadinya tindak pidana
Bagi Rini Hanifah, negara menyepelekan insiden yang merenggut 135 nyawa itu, yang terjadi selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, 1 Oktober 2022 silam.
Rini adalah satu dari ratusan keluarga korban.
Putranya, Agus Ariansyah, tewas setelah terkena gas air mata seusai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Baca juga: Seribu Hari Tragedi Kanjuruhan : Dian Puspita Masih Trauma dan Kehilangan Ingatan Jangka Pendek
Kamis (28/8/2025), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengumpulkan para keluarga korban di sebuah hotel di kawasan Surabaya Selatan untuk menerima restitusi dari lima terpidana kasus Kanjuruhan.
Di acara itu, Rini tampak sering menundukkan wajah menahan tangis.
“Restitusi ini hanya pembohongan,” keluhnya.
“Kami menuntut Rp 250 juta per korban meninggal, tapi pengadilan menetapkan Rp15 juta, dan setelah banding malah turun jadi Rp10 juta."
"Rasanya kayak ngenyang (nawar) ayam,” imbuhnya kepada SURYAMALANG.COM.
Kekecewaan itu dirasakan hampir semua keluarga korban.
Mereka menilai restitusi sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan.
Korban yang mengalami luka, juga mengeluh hanya menerima Rp 5 juta.