Ponpes Ambruk Sidoarjo

Riwayat Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Berumur 100 Tahun Kini Bangunan Ambruk, 7 Orang Masih Terjebak

Riwayat Ponpes Al Khoziny Sidoarjo berumur 100 tahun kini bangunan ambruk, 7 orang masih terjebak, 3 orang meninggal dunia, evakuasi berlangsung.

|
KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH/SURYAMALANG.COM/M Taufik
BANGUNAN PONPES AMBRUK - Kondisi bangunan musala di area Pondok Pesantren Al-Khoziny, Desa Buduran, Sidoarjo yang ambruk (KANAN) pada Senin (29/9/2025). Sejumlah petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo masih berusaha melakukan evakuasi di area bangunan roboh (KIRI), Senin (29/9/2025) malam. Sementara dari dalam reruntuhan, terdengar suara beberapa orang meminta tolong yang diduga santri. Riwayat Ponpes Al Khoziny berusia lebih dari 100 tahun. 

SURYAMALANG.COM, - Berusia lebih dari 1 abad atau 100 tahun, riwayat Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Desa Buduran, Sidoarjo mengukir sejarah panjang dalam pendidikan Islam di Jawa Timur.

Pada Senin (29/9/2025) sore, musibah menimpa Ponpes Al Khoziny setelah bangunan mushala tiga lantai ambruk menimpa para santri yang sedang menunaikan salat asar.

Kini sebanyak tujuh korban masih terjebak di dalam reruntuhan bangunan dan tiga santri dikonfirmasi menjadi korban meninggal dunia. 

Menurut pengasuh ponpes, KH. Abdul Salam Mujib, bangunan mushala yang runtuh masih dalam proses pembangunan.

Baca juga: 3 Santri Meninggal Dunia Korban Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny, Pemprov Buka Dapur Umum

Pengecoran lantai dilakukan sejak pagi hingga selesai sekitar pukul 12.00 WIB. Atap bangunan tidak menggunakan genteng, melainkan cor semen datar.

“Sudah lama, sudah 9 sampai 10 bulan. Baru tiga (lantai) dek terakhir jadi nggak pakai genteng, langsung dek,” ungkap Abdul Salam, Senin, (29/9/2025).

Sekitar pukul 15.00 WIB, ketika para santri sedang menunaikan shalat asar di rakaat kedua, lantai mushala tiba-tiba roboh.

Puluhan santri yang berada di dalam musala terjebak di balik reruntuhan.

Mengetahui hal itu, petugas gabungan bersama relawan langsung bergerak cepat melakukan evakuasi.

Baca juga: Saya di Atas Ngecor Kesaksian Rizki Ramadhan Santri Korban Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambuk

Dari pantauan, proses pencarian korban berlangsung dramatis karena sebagian santri masih tertindih material bangunan.

Sejauh ini, penyebab runtuhnya bangunan belum dapat dipastikan.

Dugaan sementara mengarah pada lemahnya struktur bangunan setelah aktivitas pengecoran.

Tim Inafis Polda Jatim telah diturunkan untuk melakukan penyelidikan di lokasi.

Aparat kepolisian juga menjaga ketat area ponpes demi kelancaran investigasi.

Riwayat Ponpes Al Khoziny 

Ponpes Al Khoziny lebih dikenal warga sekitar dengan sebutan Pesantren Buduran, mengacu pada nama desa tempatnya berdiri di Jalan KHR Moh Abbas I/18. 

Didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin, yang akrab disapa masyarakat sebagai Kiai Khozin Sepuh. Ia merupakan menantu dari KH Ya’qub, pengasuh Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiga. 

Menurut catatan dalam jurnal "Peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo 1964-2010", Kiai Khozin menjadi salah satu mata rantai penting dari tradisi keilmuan pesantren yang mengakar kuat di Jawa Timur.

Ponpes Siwalanpanji sendiri memiliki sejarah panjang.

Sejumlah ulama besar pernah menimba ilmu di sana, seperti KH M Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang), KH Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), hingga banyak ulama lainnya dari berbagai penjuru Nusantara.

Baca juga: Momen Memilukan Evakuasi Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambuk, Terdengar Suara Tangisan Santri

Ponpes Al Khoziny kemudian menjadi kelanjutan dari estafet keilmuan itu. Namun, penentuan tahun berdirinya pesantren ini sempat menjadi perdebatan.

Beberapa artikel menyebutkan tahun 1926 atau 1927 sebagai awal berdirinya.

Pandangan itu kemudian diluruskan oleh KHR Abdus Salam Mujib, pengasuh Pesantren Al Khoziny saat ini.

Dalam Haul Masyayikh dan Haflah Rajabiyah ke-80 Ponpes Al Khoziny pada 2024 lalu yang dilansir dari laman NU Jawa Timur, Kiai Salam Mujib mengisahkan pengalaman yang memperdalam pemahamannya tentang usia pesantren ini.

Kiai Salam mengenang kedatangan rombongan satu bus dari Yogyakarta beberapa tahun lalu.

Ketua rombongan yang kini berusia sekitar 70 tahun itu menyampaikan, ayahnya pernah nyantri terakhir di sana setelah sebelumnya belajar di beberapa pesantren di Jawa, seperti Pesantren Buntet di Cirebon dan beberapa pesantren lain di Jawa Tengah.

Baca juga: RS Siti Hajar Siaga Tangani Korban Musibah Bangunan Ambruk Ponpes Al Khoziny, 44 Korban Masuk

Menurut penuturan Kiai Salam, orang tua ketua rombongan tersebut belajar di Buduran selama lima tahun sejak 1920, ketika pesantren diasuh oleh Kiai Abbas Buduran.

Kiai Salam mengaku menyayangkan peristiwa bersejarah itu tidak pernah didokumentasikan dengan baik. Namun, ia tetap yakin Ponpes Al Khoziny telah berdiri sebelum 1920.

Untuk memastikan kisah ini, penulis mencoba mengonfirmasi kepada Dr. Wasid Mansyur MFil, penulis buku "Biografi KH Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten" (2012).

Keyakinan ini membuat peringatan haul dan haflah di Ponpes Al Khoziny terasa lebih istimewa.

Baca juga: UPDATE Korban Ambruknya Bangunan Ponpes Al Khoziny, 1 Korban Meninggal Dunia di RS Siti Hajar 

Jika kisah santri pertama Kiai Abbas yang mulai belajar pada 1920 dijadikan acuan, maka pesantren yang kini diasuh oleh Kiai Salam Mujib sudah berusia lebih dari satu abad.

Dalam tulisannya di media online milik NU, Moch Rofi’i Boenawi, yang juga alumnus Ponpes Al Khoziny dan kini menjadi dosen di Institut Al Azhar Menganti Gresik, melihat pesantren ini bukan hanya sebagai institusi pendidikan, tetapi juga penjaga tradisi ilmu dan akhlak.

Lebih dari sekadar bangunan, ponpes ini menjadi saksi hidup perjalanan panjang tradisi pesantren yang tidak hanya melahirkan ulama, tetapi juga membentuk karakter bangsa.

7 Korban Masih Terjebak

Hingga Selasa (30/9/2025) siang, upaya pencarian dan penyelamatan korban masih terus dilakukan

Saat ini fokus penyelamatan dilakukan pada tujuh survivor atau penyintas, korban yang masih berada di antara reuntuhan bangunan.

Diperkirakan, masih ada sekitar 7 orang yang masih selamat di bawah reruntuhan beton bangunan.

Petugas gabungan masih terus berupaya untuk mengevakuasi korban dalam keadaan selamat, sebab korban diketahui masih bisa berkomunikasi dengan petugas.

Di luar 7 orang itu, hingga siang ini, proses evakuasi sudah dilakukan terhadap 11 korban sejak peristiwa ini terjadi. 

"Kita masih melanjutkan fokus untuk pencarian penyelamatan yang terindikasi masih hidup ya kemungkinannya karena ada yang bisa komunikasi dan kita masih mengalirkan oksigen maupun minuman," kata  Sekdaprov Jatim Adhy Karyono saat dikonfirmasi di lokasi, Selasa. 

Baca juga: Gubernur Jatim Khofifah Percepat Kepulangan dari Palembang, Segera Tinjau Ponpes Ambruk di Sidoarjo

Proses evakuasi ini terkendala dengan struktur bangunan yang dikhawatirkan semakin ambruk.

Beton-beton yang menutupi reruntuhan masih terus dilakukan upaya khusus dengan memperhatikan faktor keselamatan.

Terlebih, masih ada korban selamat di dalam.

"Kita fokus ke 7 orang itu," jelas Adhy. 

Kepala Kantor SAR Surabaya, Nanang Sigit memaparkan 11 orang korban yang terevakuasi tersebut di luar korban yang evakuasi mandiri.

Untuk proses evakuasi korban selamat, petugas terus berupaya membuka akses jalan ke korban yang masih bisa berkomunikasi dari reruntuhan. 

"Terakhir di pukul 11.00 WIB tadi kami sudah bisa membuka akses yang lebih besar sehingga kami bisa menjangkau korban. Tapi masih belum ditarik keluar," jelasnya. 

(Kompas.com/Kompas.com/Suryamalang.com|Yusron Naufal Putra)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved