Sidoarjo

Kejaksaan Negeri Periksa 3 Mantan Bupati Sidoarjo, Kasus Korupsi Rusunawa Potensi Tambah Tersangka

Kejaksaan Negeri Periksa 3 Mantan Bupati Sidoarjo, Kasus Korupsi Rusunawa Potensi Tambah Tersangka

Penulis: M Taufik | Editor: Eko Darmoko
IST
KORUPSI RUSUNAWA - Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jhon Franky. Dalam kasus korupsi Rusunawa, Franky menyebut bakal ada penambahan tersangka. 

SURYAMALANG.COM, SIDOARJO - Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah, Waru, Sidoarjo terus menggelinding.

Bahkan ada potensi tersangkanya akan bertambah lagi. 

Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jhon Franky, tidak menampik kemungkinan itu.

Disebutnya, jika dalam proses penyidikan ditemukan keterlibatan pihak lainnya dan memenuhi cukup bukti, maka tersangka dalam kasus ini bisa bertambah lagi. 

“Pendalaman terkait kasus ini masih terus dilakukan oleh penyidik. Memang tidak menutup kemungkinan itu (ada tersangka baru),” kata Franky kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (9/10/2025). 

Yang terbaru, penyidik Kejari Sidoarjo memintai keterangan tiga mantan Bupati Sidoarjo; Win Hendarso, Ahmad Muhdlor, dan Hudiono (mantan Pj Bupati).

Ketiganya dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai saksi.

Baca juga: Pimpinan Ponpes Al Khoziny Bisa Diseret ke Meja Hijau, Kapolda Jatim : Semua Sama di Depan Hukum

Win Hendarso dan Hudiono diperiksa di kantor Kejari Sidoarjo.

Sedangkan Muhdlor dimintai keterangan di Lapas. Karena saat ini sedang menjalani hukuman atas perkara yang menjeratnya. 

Dalam pemeriksaan ini penyidik melakukan pendalaman kembali kepada Bupati selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam pengelolaan Barang Milik Daerah.

Utamanya terkait kebijakan pemanfaatan aset Rusunawa yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyebabkan kerugian negara sampai Rp 9,7 Miliar.

“Selain mereka, penyidik juga memintai keterangan beberapa saksi lain,” lanjut Franky. 

Beberapa saksi lainnya itu diantaranya adalah dua mantan Kepala Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR), Agoes Budi Tjahyono dan Heri Soesanto. Dua orang tersebut sebelumnya sudah dijadikan tersangka dalam perkara ini. 

Selain mereka, juga ada dua kepala dinas lainnya yang menjadi tersangka dalam perkara ini. Semua tersangka pernah menjabat sebagai Keoala Dinas P2CKTR Sidoarjo.

Mereka adalah Kepala Dinas Perikanan Pemkab Sidoarjo Dwijo Prawiro, dan mantan Kepala Bappeda Sidoarjo Sulaksono. 

Yang terus diusut oleh penyidik kejaksaan itu adalah dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah periode 2008 - 2022. 

Dalam penyidikan diketahui bahwa mereka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang tidak memanfaatkan fungsinya sebagaimana aturan yang ada dalam pengelolaan barang daerah.

Dalam hal ini pembinaan pengawasan dan pengendalian. Sehingga mengakibatkan kebocoran pendapatan daerah. 

Sebelumnya, sudah ada empat orang terdakwa yang disidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Mereka adalah Imam Fauzi (Kepala Desa nonaktif Tambaksawah), Sentot Subagyo (Ketua Pengelola Rusunawa 2013–2022), Muhammad Rozikin (anggota tim penyelesaian aset 2012–2013), dan Bambang Soemarsono (Ketua Pengelola Rusunawa 2008–2013).

Dalam sidang, terungkap dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah yang dinilai tidak akuntabel dan melanggar ketentuan perundang-undangan sehingga merugikan negara. 

Diantaranya dalam penetapan tarif sewa unit Rusunawa yang dinilai tidak sesuai prosedur.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sejumlah saksi mengungkap bahwa tarif ditentukan secara sepihak oleh pengelola yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa Tambaksawah, tanpa melalui mekanisme formal dari Pemkab.

Penarikan uang sewa dari sekira 400 unit kamar di rusun juga dirasa tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Proses persidangan juga mengungkap tidak adanya laporan keuangan rutin dari pihak pengelola kepada Pemkab Sidoarjo. Padahal, kewajiban pelaporan enam bulanan diatur dalam perjanjian kerja sama. 

Dalam sidang terungkap pula bahwa lahan tempat berdirinya Rusunawa merupakan Tanah Kas Desa (TKD).

Namun, tidak jelas proses hibah atau serah terima lahan ke pemerintah kabupaten Sidoarjo. Kondisi tersebut juga bertentangan dengan aturan yang ada. 

Selain itu, terungkap bahwa sejak awal pengelolaan Rusunawa tidak merujuk pada regulasi yang ditetapkan Kementerian PUPR. Seharusnya pengelolaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT), bukan oleh tim ad hoc berbasis kerja sama dengan desa.

Sejak awal pengelolaan Rusunawa diduga sengaja dilakukan secara tidak transparan dan tidak profesional.

Tidak ada laporan periodik yang valid, bahkan pembukuan dianggap fiktif. Ada bendahara, ada kasir, ada buku laporan, tapi semuanya beda isinya. Tidak ada sistem keuangan yang sah dan dapat diaudit.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved