Kota Malang

UPDATE Perkara Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Polinema, Terdakwa Mantan Direktur Jalani Sidang

Sidang perdana Kksus dugaan korupsi pengadaan tanah perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) berlangsung pada Kamis (13/11/2025)

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Humas Kejari Kota Malang
SIDANG DAKWAAN - Suasana sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) dengan terdakwa AS dan HS di PN Tipikor Surabaya pada Kamis (13/11/2025) lalu. Di dalam sidang, keduanya didakwa dengan dakwaan primair dan subsidair.  
Ringkasan Berita:
  • Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) Tahun Anggaran 2019 - 2020 mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya (PN Tipikor Surabaya).
  • Kedua terdakwa yaitu AS dan HS hadir dalam sidang perdana, Kamis (13/11/2025) kemarin, dengan agenda dakwaan yang dibacakan oleh JPU Kejari Kota Malang.

 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) Tahun Anggaran 2019 - 2020 telah bergulir di meja hijau Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya (PN Tipikor Surabaya).

Dalam sidang perdana yang berlangsung pada Kamis (13/11/2025) kemarin, kedua terdakwa yaitu AS dan HS hadir dengan agenda dakwaan yang dibacakan oleh JPU Kejari Kota Malang.

Baca juga: 2 Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah Polinema Dilimpahkan, JPU Kejari Kota Malang Susun Nota Dakwaan

Di dalam dakwaan, JPU mengurai satu persatu perkara dugaan penyalahgunaan wewenang yang berujung terjadinya mark up harga pengadaan tanah. Sehingga, hal itu menimbulkan kerugian keuangan negara.

Kasi Intelijen Kejari Kota Malang Agung Tri Radityo menuturkan, JPU mendakwa keduanya melanggar pasal yang sama. Yakni dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, dakwaan subsidair untuk keduanya dikenakan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Dari kedua terdakwa, hanya terdakwa AS yang merupakan mantan Direktur Polinema yang mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan," ujar Agung saat dikonfirmasi, Jumat (14/11/2025).

Menannggapi pihak terdakwa mengajukan eksepsi, JPU Kejari Kota Malang menghormati langkah tersebut dan tetap berpegang teguh pada dakwaannya.

Sekaligus menegaskan komitmen kejaksaan dalam proses penegakan hukum tersebut. 

"Berdasarkan temuan dan bukti yang ada, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian negara signifikan. Kami tegaskan, bahwa Kejari Kota Malang berkomitmen mengawal persidangan berjalan transparan dan adil," terangnya.

Selanjutnya dari hasil sidang perdana itu, majelis hakim menetapkan jadwal persidangan lanjutan bagi masing-masing terdakwa.

Untuk terdakwa AS, sidang akan dilanjutkan pada Rabu (19/11/2025) mendatang dengan agenda pembacaan eksepsi.

"Sementara untuk terdakwa satunya berinisial HS, akan dilanjutkan pada Rabu (26/11/2025) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan dari pihak JPU," pungkasnya.

Baca juga: Pemkot Batu Jalin Kerja Sama dengan Polinema untuk Program 1000 Sarjana dan Pengembangan Pariwisata

 

Awal Mula Kasus

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema Tahun Anggaran 2019-2020 menyeret dua nama. Yaitu mantan Direktur Polinema periode 2017-2021 berinisial AS (66) dan HS (59) selaku pihak penjual tanah.

Keduanya diduga bekerjasama dalam transaksi yang merugikan negara hingga Rp 42 miliar.

Diketahui, proses  pengadaan tanah yang dilakukan tidak sesuai prosedur.

Pasalnya, tidak ada panitia pengadaan tanah yang dilibatkan.

Barulah di tahun 2020, setelah harga disepakati HS, maka AS mengeluarkan Surat Keputusan Panitia Pengadaan.

Tanah yang dibeli seluas 7.104 meter persegi berlokasi di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dengan harga Rp 6 juta per meter, angka yang ditentukan sepihak tanpa appraisal resmi.

Di dalam praktinya, HS menerima uang muka Rp 3,8 miliar pada 30 Desember 2020, padahal surat kuasa menjual baru terbit di tanggal 4 Januari 2021.

Kemudian di tahun anggaran 2021, AS memerintahkan bendahara Polinema membayar Rp 22,6 miliar kepada HS tanpa disertai perolehan hak atas tanah.

Pembayaran tersebut seolah-olah diselesaikan dalam satu tahun anggaran. Bertentangan dengan isi PPJB yang mengatur pembayaran secara bertahap.

Namun ternyata, lahan tanah yang dibeli tidak dapat digunakan.

Setelah dilakukan appraisal oleh pihak independen, ditemukan sebagian bidang tanah berada di dekat sempadan sungai yang membuatnya tidak layak untuk digunakan dalam perluasan kampus.

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved