Kota Malang

Dari Malang Raya, Aktivis Dorong Ruang Kebebasan Sipil di Tengah Meningkatnya Kasus Kekerasan

Dari Malang Raya, Aktivis Dorong Ruang Kebebasan Sipil di Tengah Meningkatnya Kasus Kekerasan

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
FORUM KEBEBASAN SIPIL - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam, yang datang sebagai pembicara menyampaikan pendapatnya tentang gerakan sipil di hadapan sejumlah aktivis yang membentuk Forum Advokasi Ruang Sipil Malang Raya di Hotel Atria, Kamis (13/11/2025). 

Ringkasan Berita:

SURYAMALANG.COM, MALANG - Sejumlah aktivis dari organisasi masyarakat di Malang Raya menyerukan pentingnya memperkuat ruang kebebasan sipil di tengah meningkatnya kasus kekerasan terhadap kelompok rentan, Kamis (13/11/2025). Mereka membentuk Forum Advokasi Ruang Sipil Malang Raya.

Sejumlah organisasi sipil yang hadir adalah Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Ahlul Bait Indonesia (ABI), Ikatan Gaya Arema Malang (IGAMA) Lingkar Sosial Indonesia (Linkss), YLBHI-LBH Pos Malang, Woman Crisis Centre Dian Mutiara, Forum Mahasiswa Peduli Inklusi Universitas Brawijaya, Tim Hukum Gabungan Aremania (TGA), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang.

Dari organisasi Women Crisis Center (WCC) Dian Mutiara, Sri Wahyuni menilai bahwa pembatasan ruang sipil telah terjadi saat ini. Kondisinya bahkan semakin parah.

Hal itu menurutnya menjadi tanda keprihatinan yang mendalam bagi masyarakat sipil, khususnya di kawasan Malang Raya.

“Puncak keprihatinan kami adalah kebebasan sipil yang semakin terbatas."

"Karena itu, kami di Malang Raya berkomitmen untuk memiliki wadah komunikasi yang baik dengan pemerintah,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).

Baca juga: Siswi Korban Perundungan di Kota Malang Trauma, Polresta Malang Kota Lakukan Pendampingan Psikologis

Wahyuni menyebut, suara masyarakat sipil kini makin terkikis, padahal mereka memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

Ia menyoroti meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan perdagangan manusia, yang menunjukkan masih lemahnya perlindungan negara terhadap kelompok rentan.

“Sejak 2010, rata-rata ada 50 kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun. Tapi pada 2024, jumlahnya melonjak hingga lebih dari seratus kasus,” ungkapnya.

Melihat kondisi tersebut, perlu ada gerakan bersama, tidak hanya dari pemerintah, masyarakat sipil pun harus bergerak.

Kebebasan ruang sipil yang aman dan nyaman akan mendorong para korban bersuara tanpa ketakutan.

Sementara itu, Muhammad Haddad dari Ahlul Bait Indonesia (ABI) Malang menyampaikan pentingnya memperkuat literasi dan dialog antarumat beragama untuk menumbuhkan toleransi di masyarakat.

Sejauh ini, di Kota Malang, menurutnya belum terjadi tindakan diskriminatif terhadap kelompok agama lain.

Haddad yang merupakan kelompok syiah tetap menjalankan keyakinannya. Ia mengaku tidak mendapatkan diskriminasi.

Modal bagus bagi Kota Malang untuk menularkan ke daerah lain. Meski begitu, antisipasi perlu dilakukan agar potensi-potensi kecil bisa direduksi.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved