Penyebab Jokowi Bukan Satu-satunya yang Tanggung Jawab Utang Whoosh Rp116 T, Prabowo Ikut Terikat
Penyebab Jokowi bukan satu-satunya yang tanggung jawab utang Whoosh Rp116 triliun, Prabowo ikut terikat, ini penjelasan pakar kebijakan publik.
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: Sarah Elnyora Rumaropen
SURYAMALANG.COM, - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ternyata bukan satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh.
Menurut pakar kebijakan publik, utang Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI yang sekarang, Prabowo Subianto.
Ada beberapa alasan mengapa utang tersebut juga mengikat Prabowo, padahal Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu merupakan proyek ambisius di era pemerintahan Jokowi.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Teguh Yuwono menyebut, suatu proyek pemerintah, ketika dicanangkan dan dilaksanakan, maka sifatnya adalah institusional.
Baca juga: Sindiran Dian Sandi ke Roy Suryo Serang Jokowi Tiap Hari Cuma 16 Persen yang Percaya Bandar Ngamuk
Pihak-pihak yang menandatangani proyek tersebut bukan lagi perorangan, melainkan sudah atas nama negara atau pemerintah.
"Perlu dicatat, dalam sistem pemerintahan kita, ketika negara atau pemerintah mengambil keputusan, maka keputusan itu bersifat institusional," tutur Teguh ketika jadi narasumber program On Focus di YouTube Tribunnews, Rabu (22/10/2025).
"Ketika seseorang [pejabat publik] sudah menandatangani sesuatu, itu dia atas nama negara, atas nama pemerintah. Jadi pihak-pihak [yang menandatangani] itu bukan perorangan" imbuhnya.
"Jadi, saya kira, ada orang yang salah memahami tata kelola pemerintahan. Harusnya, pihak-pihak yang melakukan tanda tangan kontrak, maka itu adalah kontrak kelembagaan atau institusional" katanya.
Baca juga: Kondisi Rumah Pensiun Jokowi Hampir Jadi, Hadiah Negara Sempat Ditolak Meski Harga Tanah Fantastis
"Yang ekstrem, seperti kasus IKN (Ibu Kota Nusantara). IKN itu kan sudah dicanangkan, ditandatangani oleh presiden sebagai kepala negara, maka presiden yang selanjutnya juga akan tetap terikat dengan tanda tangan kontrak itu" jelasnya.
Selanjutnya, Teguh menilai proyek KCJB alias Whoosh sifatnya sama, yakni institusional atas nama negara.
Apalagi, proyek itu dibangun untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi, sehingga setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, tidak bisa lagi dipandang sebagai orang per orang.
"Untuk kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung itu, sebetulnya proses yang dilakukan kan berbasis kelembagaan. Jadi, bukan orang per orang, misalnya si A, si B, si C, itu pihak swasta, atau itu pihak negara," ujar Teguh.
Baca juga: HASIL SURVEI Cuma 16 Persen yang Percaya Isu Ijazah Jokowi Palsu, Kubu Roy Suryo Cs Disindir
"Yang terjadi di negara kita kan pemerintah mengambil inisiasi lalu memutuskan ini sebagai proyek yang dibiayai untuk meningkatkan pelayanan di bidang transportasi Jakarta-Bandung untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas pelayanan" urai Teguh.
"Itu harusnya berbasis fungsional kenegaraan" imbuhnya.
Oleh karena itu, Teguh menegaskan, soal siapa yang harus bertanggung jawab terkait utang Whoosh, tidak bisa dilempar ke perseorangan saja, seperti kepada Jokowi selaku presiden saja atau cuma Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan RI saat itu.
"Jadi, tidak berarti karena Pak Jokowi yang tanda tangan, maka Jokowi yang harus bertanggungjawab. Itu kan seolah-olah semua beban dikembalikan ke Jokowi," papar Teguh.
"Padahal di situ ada banyak pihak yang ikut menandatangani proyek ini. Bahkan itu kan konsorsium, KCIC, Kereta Cepat Indonesia-China" ucapnya.
Baca juga: HASIL SURVEI Kepuasan 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, 77 Persen Responden Beri Nilai Negatif
"Artinya kan [proyek Whoosh dikerjakan] melalui beberapa pilar dan pilar-pilar itu harusnya dilakukan berbasis institusi, tidak berbasis perorangan" tegasnya.
"Jadi, misal waktu itu Menteri Keuangan RI-nya adalah Sri Mulyani, maka ini salah Sri Mulyani. Bukan begitu" jelas Teguh.
"Siapa pun yang menjadi menteri, ex officio, ya dia harus bertanggungjawab juga karena ini atas nama negara" tambahnya.
Menurut Teguh, bahkan proyek Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI Prabowo Subianto yang kini menggantikan Jokowi.
Baca juga: Cerita Purbaya Setelah Viral Nyaris Push-up di Depan Prabowo Gara-gara Telat: Aduh Malu Gue!
Teguh menambahkan, apabila masih berlanjut, maka proyek yang bersifat kelembagaan atau atas nama negara akan selalu mengikat siapa pun yang menjadi presiden.
"Ini yang kadang-kadang tidak kita lihat, bahwa ketika manajemen pemerintahan dikembangkan atau diterapkan, maka siapa pun yang tanda tangan, apalagi jika kontraknya serial (5, 10, atau 20 tahun ke depan) seperti IKN, itu kan mengikat presiden," ujar Teguh.
"Apalagi kalau itu sudah diundang-undangkan, siapa pun presidennya. Ya walaupun sekarang ini Presiden Prabowo tidak begitu intens ke sana, tetapi beliau berada dalam keterwajiban kelembagaan, sama juga untuk kasus KCJB ini, kira-kira setting policy making-nya begitu" jelasnya.
Danantara Akan ke China
Kini, untuk mencari solusi atas pembayaran utang proyek Kereta Cepat itu, Danantara akan pergi ke China.
Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN sekaligus Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria menuturkan, pihaknya bakal mengutus tim terbang ke China.
Tujuannya, untuk membahas soal negosiasi utang seperti jangka waktu pinjaman, bunga, hingga mata uang yang bakal digunakan. Namun, Dony tidak menjelaskan kapan negosiasi utang itu akan dilakukan.
"Kami akan berangkat lagi (ke China) juga untuk menegosiasikan mengenai term daripada pinjaman" katanya di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025) melansir YouTube Kompas TV.
"Ini menjadi point of negosiasi kita kali ini berkaitan sama jangka waktu pinjaman, suku bunga, kemudian juga ada beberapa mata uang yang juga akan kita diskusikan dengan mereka," imbuhnya.
Dony juga menjelaskan keberangkatan ke China tidak hanya diikuti oleh tim dari Danantara tetapi juga dari unsur pemerintah.
Dari unsur pemerintah, bakal diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Kita sudah diskusikan juga dengan Menko Infrastruktur untuk segera kita negosiasikan. Hubungan kita (dengan China) juga bagus, komunikasi bagus," ujarnya.
Ketika ditanya, apakah dengan mengajak unsur pemerintah berarti utang Whoosh akan turut menggunakan APBN, Dony tidak menjawab secara gamblang.
Dony hanya mengatakan, Danantara bakal terus mencari opsi terbaik terkait pelunasan utang Whoosh dan menegaskan pihaknya tetap mengikuti aturan dari pemerintah.
"Kita akan mencari opsi terbaik yang belum tentu pakai itu (APBN -red), dan kami mengikuti saja arahan pemerintah. Toh Danantara sebetulnya yang paling penting bagaimana beroperasi dengan baik," tegasnya.
Lebih lanjut, Dony meminta masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan terkait utang proyek Whoosh.
Dony menyebut, Whoosh kini sudah bermanfaat bagi masyarakat dan akan terus meningkatkan kualitas pelayanan kereta cepat Jakarta-Bandung itu.
Doni menjelaskan, Whoosh saat ini bisa mengangkut penumpang hingga 30 ribu orang per hari.
"Mengenai penyelesaian keuangan menurut saya itu kan hanya opsi saja, tetapi yang paling penting kita sampaikan kepada masyarakat bahwa secara operasional, KCIC itu sudah memberikan positif secara operasional, sehingga tidak khawatir dalam proses operasional," tuturnya.
Beban Utang Kereta Cepat
Nilai utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang fantastis mencapai lebih dari Rp100 triliun membebani BUMN seperti PT KAI (Persero) sebagai salah satu pemegang saham utama.
Kereta cepat yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.
Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.
Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS (Rp116 triliun) pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.
Baca juga: Pujian Rektor UGM Sebut Jokowi Alumni Kebanggaan Buat Roy Suryo Panas: Bukan Berarti Lulus!
Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).
Adapun proyek Whoosh digadang-gadang sebagai salah satu proyek mercusuar dan ambisius di masa pemerintahan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Setelah terungkap besarnya beban dari proyek kereta cepat ini, nama Jokowi pun turut terseret hingga dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
(Tribunnews.com/Tribunnews.com)
Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp
Presiden Prabowo
Prabowo Subianto
Prabowo
Jokowi
Joko Widodo
utang kereta cepat Whoosh
utang Whoosh
SURYAMALANG.COM
| Drama Ammar Zoni di Nusakambangan, Zeda Salim dan Kekasih Saling Bantah Keras: Parah Kacau Dia! |
|
|---|
| Layanan Digital Kependudukan Mulai Diminati Warga Kota Malang, Dilarang Pakai Jasa Calo! |
|
|---|
| Kebakaran Pabrik Triplek di Glenmore Banyuwangi, Kerugian Ditaksir Mencapai Ratusan Juta Rupiah |
|
|---|
| Persebaya dapat 4 Kartu Merah dalam 5 Laga Terakhir, Pelatih Eduardo Perez Enggan Salahkan Pemain |
|
|---|
| Dilakukan Secara Swadaya, Warga Pandanwangi Kota Malang Kompak BikinJembatan Darurat dari Bambu |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.