Nasional
Siapakah Bambang Tri, Si Penulis Buku Jokowi Undercover?
Keluarga Bambang Tri cukup terpandang di kampung halaman sastrawan terkemuka, Pramoedya Ananta Toer, itu.
Disampaikan lebih lanjut, di kompleks rumah itu ia sekeluarga bertempat di sebuah kamar sederhana, yang berada di pojok bawah bangunan berlantai dua. "Bisa dibilang numpang di rumah kakak," ujarnya.
Jika sesekali ada tamu, biasanya ditemui sang suami di pendopo. Sehingga, otomatis ia tak banyak tahu siapa saja orang-orang yang bertamu menemui suaminya.
Bahkan, saat Bambang Tri ditangkap polisi pada Jumat (30/12), ia juga tak menyadari persis kasus apa yang menjerat suaminya. "Kala itu bapak hanya bilang jangan bersedih atau takut, yang penting bersabar dan berdoa saja, semua ini untuk menegakkan kebenaran," ucapnya.
Disinggung apakah selama ini, Bambang Tri aktif berorganisasi? Desi menampiknya. Menurut dia, Bambang jarang keluar rumah. "Sehari sebelum ditangkap, ada orang Flores bertamu, tapi saya tak tahu siapa dia, dan apa keperluannya," kata Desi.
Selama ini, diakui, Bambang Tri memang tak pernah banyak bercerita kepada istri dan anak-anaknya. "Tinggal bareng, tapi kan urusannya sendiri-sendiri. Bapak seneng perhatiin politik, saya tidak tahu apa-apa soal politik," akunya.
Disinggung aktifitas suaminya saat gelaran Pilpres 2014 silam, Desi juga tak banyak tahu. Menurut dia, sejak saat jelang Pilpres ia dan anak bungsunya bertempat di Purwokerto.
Sementara, Bambang Tri dan anak pertama tinggal di Blora. "Karena anak saya yang perempuan itu kerasan di Purwokerto. Saya ke sini lagi pertengahan 2016 kemarin," ucap dia.
Berdasarkan data di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Blora, Bambang Tri, juga tak tercatat sebagai pengurus lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat (Ormas), maupun organisasi politik (Orpol) tertentu. "Namanya mencuat ya setelah ramai ditangkap itu," ujar seorang pegawai di Kesbangpol Blora yang enggan disebut namanya.
Semata fitnah
Penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, ditahan semata karena isi bukunya dianggap berisi unsur fitnah, menebar kebencian dan tidak berdasarkan data primer maupun sekunder, bukan atas tekanan Istana. Demikian ditegaskan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar.
"Ada Undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik) karena kontennya juga disebarkan di media sosial. Berkaitan pelanggaran hukum undang-undang antidiskiriminasi. Di Indonesia ini ada undang-undang antidiskriminasi. Jadi tidak boleh menebar kebencian kepada suku, agama tertentu. Itu dilarang," kata Boy Rafli Amar tentang undang-undang yang digunakan polisi untuk menjerat Bambang Tri.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik disebutkan bahwa siapa saja yang sengaja menunjukkan kebencian terhadap ras dan etnik tertentu akan dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
Boy Rafli Amar menepis dugaan pengambilalihan kasus bukuJokowi Undercover dari Polda Jateng karena membawa nama presiden. Menurut Boy, penanganan kasus ini ditingkat pusat tidak dilakukan karena menyangkut nama presiden atau atas permintaan Istana.
"Bukunya tidak memberikan pendidikan kepada publik secara baik. Kalau buku dibuat, disusun untuk tujuan yang sifatnya mendiskreditkan, penghinaan, kemudian menyajikan data informasi yang tidak didasarkan hasil penelitian atau pun berdasarkan keterangan dari pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan berarti itu sama dengan menebar fitnah," jelasnya. (*)
Sumber : Tribun Jateng