Kabar Pamekasan

Laila Raih Doktor dari ITS Surabaya Umur 27 Tahun, Putri Penarik Becak dan Buruh Tani di Pamekasan

#MADURA - Laila Raih Doktor dari ITS Surabaya Umur 27 Tahun, Putri Penarik Becak dan Buruh Tani di Pamekasan

Penulis: Muchsin | Editor: yuli
ist
Lailatul Qomariyah, seusai sidang terbuka di ITS Surabaya, foto bersama ayah dan ibunya, Saningrat dan Rusmiati. 

Diungkapkan, dirinya bisa sukses dalam jenjang pendidikan seperti ini, sehari-harinya tidak selalu belajar terus-menerus  tanpa mengenal waktu.  Baginya seimbang antara belajar dan hiburan, di samping berdoa dan jangan sampai lalai dalam menjalankan ibadah, serta dukungan orang tua, yang menjadi penyemangat.

Dipaparkan, selama kuliah di S1 hingga S2, dari tempat kos ke kampusnya naik sepeda pancal, yang ditempuh lama perjalanan antara 15 – 20 menit. “Walau kita dari keluarga tidak mampu, jangan rendah diri dan putus asa. Tidak ada kata tidak bisa, kalau kita mau berusaha dan yakin dengan kemampuan kita,” tambah Laila, yang hingga kini tidak memiliki FB atau IG.

Dinggung, setelah dapat gelar doktor ini, apakah sudah ada niat untuk ke jenjang pernikahan, Laila buru-buru menjawab sampai sekarang hal itu belum terpikirkan dan dirinya masih ingin mengabdi di kampusnya, walau setiap pulang kampung ke Pamekasan, famili dan tetangga sekitar selalu menanyakan hal itu.

Sedang Saningrat, ayah Laila yang ditemui di rumahnya, mengaku bersukur kepada Allah. Ia bangga memiliki anak seperti Laila, karena sejak SMA hingga  sekarang ini,  dirinya tidak mengeluarkan uang sedikitpun untuk  biaya kuliahnya.

Dikatakan,  ketika Laila lulus SMA dan menyampaikan akan kuliah ke Surabaya, saat itu bingung  untuk menjawabnya. Sebab sebagai penarik becak tentu tidak mungkin mampu membiaya anaknya, apalagi ke Surabaya, sehingga waktu itu, ia membujuk Laila agar kuliah di Pamekasan saja. Namun karena tekad Laila bulat dan berjanji tidak akan membebankan orang tua, akhirnya  Saningrat merestui Laila masuk ke ITS.

Menurut Saningrat, yang kini sudah berhenti jadi penarik becak dan beralih sebagai buruh tani, sejak Laila kuliah S3, sudah tidak naik sepeda pancal lagi. Ia kasihan dan dirinya membelikan sepeda motor berkut laptop dari uang hasil menabung.

“Selama kuliah di Surabaya, saya hanya membelikan sepeda motor dan laptop, itu saja. Lainnya tidak ada, termasuk biaya kos dan biaya makan. Bahkan waktu mendaftarkan diri, anak saya tidak minta uang pada saya,” kata Saningrat.

Diakui, ketika anaknya mau masuk ITS, tetangga dan familinya mencegah dan menyarankan tidak usah menuruti kemauan Laila. Karena biaya kuliah dan biaya hidup di Surabaya itu tinggi, sedang dirinya penarik becak, dengan penghasilannya belum tentu cukup untuk makan sehari-hari.  Namun dirinya pasrah dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa dan bertekad, bagaimana Laila bisa menggapai cita-citanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved