Berita Batu Hari Ini

DPRD Batu Godok Raperda RTH, Ini Tujuannya

dengan adanya Raperda RTH bisa digunakan untuk mempertahankan RTH agar tidak terjadi alih fungsi lahan

Penulis: Benni Indo | Editor: isy
benni indo/suryamalang.com
Hamparan lahan pertanian di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Selain dikenal sebagai tujuan wisata, Kota Batu juga dikenal dalam bidang pertaniannya. 

SURYAMALANG.COM | BATU – DPRD Batu memberi perhatian serius terhadap kondisi lingkungan di Kota Batu di tengah semakin masifnya pembangunan. Ketua Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) DPRD Kota Batu, Syaifudin, tengah membahas bagaimana agar ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Batu nanti dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.

Dikatakannya, dengan adanya Raperda RTH, bisa digunakan untuk mempertahankan RTH agar tidak terjadi alih fungsi lahan. Apalagi Kota Batu selain dikenal sebagai tujuan wisata juga dikenal sebagai daerah yang unggul pertaniannya.

Dengan adanya aturan yang tepat dan jelas, maka arah pembangunan kedepannya tidak mengganggu ekosistem yang telah terbangun saat ini. Apalagi pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2019 yang sekarang dibahas di tingkat provinsi banyak menuai kecaman dari berbagai pihak.

"Raperda ini terus kami seriusi sebagai salah satu antisipasi agar pembangunan apapun tidak ngawur. Supaya fungsi ekologis atau lingkungan di Batu juga terus terjaga keasriannya," ujarnya, Kamis (27/8/2020).

Politisi PKS ini menjelaskan, peraturan yang jelas dapat mendorong peran dan tanggungjawab pemerintah serta masyarakat mengelola RTH.

Kemudian tujuan penyelenggaraan RTH ini juga untuk menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan alami secara berkelanjutan.

"Pada akhirnya bisa meningkatkan kualitas perkotaan yang bersih, indah, aman dan nyaman serta mengoptimalkan pemanfaatan RTH di kota," ungkap Syaifudin.

Beberapa waktu lalu DPRD Kota Batu menggelar rapat audiensi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur di Gedung DPRD Kota Batu.

Mereka membicarakan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Timur, Rere Christanto mengatakan, kalau RTRW yang saat ini prosesnya sedang ada di Provinsi Jawa Timur itu penuh kejanggalan.

Kejanggalan yang pertama adalah perubahan RTRW saat ini mendahului masa berakhirnya RTRW sebelumnya.

Seharusnya, kata Rere, pembahasan RTRW yang baru dilakukan pada 2019.

“Pasti ada urgensi dengan perubahan ini karena periode sebelumnya seharusnya sampai 2019. Saya belum melihat dalam Perda itu, urgensi itu mendapatkan justifikasi,” kata Rere.

Kejanggalan berikutnya adalah tidak adanya dua dokumen yang menjadi dasar pembahasan RTRW.

Kedua dokumen yang dimaksud itu berupa dokumen peninjauan kembali terhadap RTRW yang lama, dan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

“Keduanya akan menjawab perubahan, tapi kami tidak mendapat dokumen tersebut. Apakah ada perubahan yang substantif di Kota Batu? Apakah sudah dilakukan kajian hidup strategis yang menjadi dasar perubahan?” ujarnya.

Tanpa dua dokumen tersebut, prosedur perubahan tata ruang tidak terpenuhi.

Walhi Jawa Timur berpendapat, seharusnya tidak bisa dilakukan perubahan tata ruang di Kota Batu.

Dari analisis Walhi Jawa Timur, ada perubahan yang justru dapat memperburuk situasi.

Walhi Jawa Timur mencatat, penurunan status kawasan Bumiaji sangat berpotensi merusak lingkungan dan bahkan potensi gesekan sosial.

Dalam peraturan yang lama, Bumiaji masuk kawasan lindung, sedangkan di Perda yang baru, diperbolehkan kegiatan agropolitan dan wisata alam.

Sementara itu, Direktur Nawakalam Gemulo, Aris Faudzin menerangkan, kalau RTH sebagai daya dukung lingkungan yang menyerap polutan dan area resapan air terus berkurang di Kota Batu.

Dikatakannya, dari tahun ke tahun daya dukung ekologi mengalami penurunan disebabkan konversi lahan hijau yang beralih sebagai kawasan pembangunan.

"Banyak kawasan di Kota Batu yang dulunya rimbun kini beralih menggusur jalur-jalur hijau. Ketersedian RTH di Kota Batu pun masih jauh di bawah 30 persen dari total luas wilayah seperti yang diamanatkan dalam UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Dari 30 persen tersebut, sebesar 20 persen RTH publik dan 10 persennya privat," keluh Aris. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved