Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Terbaru, Kronologi Sebenarnya Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ-182, Ada 2 Perbaikan Tertunda

Dalam laporan tersebut KNKT menyebut pengatur sistem daya atau gas (Throttle) pada pesawat mengalami anomali.

Editor: Dyan Rekohadi
KOLASE - TRIBUNNEWS.COM
Ilustrasi - Kecelakaan Sriwijaya Air PK-CLC SJ-182 

SURYAMALANG.COM - Kabar terbaru kronologi sebenarnya dan hal-hal yang diduga bisa jadi penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 diungkap Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Dalam rilis laporan pendahuluan hasil investigasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air PK-CLC SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, KNKT menyebut adanya beberapa anomali.

Salah satu anomali atau kondisi yang tidak sewajarnya yang paling banyak disorot adalah itu pengatur sistem daya atau gas (Throttle) pesawat Sriwijaya Air SJ-182.

Dalam laporan tersebut KNKT menyebut pengatur sistem daya atau gas (Throttle) pada pesawat mengalami anomali.

Tuas autothrottle mesin sebelah kiri pesawat nahas tersebut bergerak mundur ketika pesawat melewati ketinggian 8150 kaki.

Sementara yang sebelah kanan tidak bergerak sama sekali alias macet.

Kepala Sub Komite Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan akibat dari anomali tuas tersebut pesawat kehilangan tenaga dan daya dorong.

"Mundurnya Throttle mesin sebelah kiri ini, membuat tenaga mesin sebelah kiri pesawat Sriwijaya Air SJ 182 berkurang," ucap Nurcahyo, Rabu(10/2).

Nurcahyo menjelaskan, tuas throttle sebelah kiri pesawat juga bergerak mundur sebanyak tiga kali.

Namun, ia belum dapat memastikan apakah autothrottle bagian kiri yang rusak karena autothrottle sebelah kanan juga mengalami anomali.

"Saat ini memang yang kita ketahui autothrottle kiri bergerak mundur, tetapi apakah ini yang rusak yang kiri, kita belum tahu karena dua-duanya menunjukkan sikap yang berbeda atau artinya dua-duanya mengalami anomali," kata Nurcahyo.

Di sisi lainari hasil investigasi yang dilakukan KNKT, Nurcahyo mengungkapkan, ada dua kerusakan yang ditunda perbaikannya sejak 25 Desember 2020.

"Penundaan perbaikan ini, atau Deferred Maintenance Item (DMI) merupakan hal yang sesuai asal tetap mengikuti panduan Minimum Equipment List atau MEL," kata Nurcahyo.

Tim Disaster Victim Identification (DVI) indetifikasi korban hasil pencarian TIM SAR di JICT, Tanjungpriuk, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).Total, Sejumlah korban meninggal dan 53 properti berupa pakaian korban, serpihan maupun pelampung milik pesawat SJ-182 berhasil ditemukan.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) indetifikasi korban hasil pencarian TIM SAR di JICT, Tanjungpriuk, Jakarta Utara, Senin (11/1/2021).Total, Sejumlah korban meninggal dan 53 properti berupa pakaian korban, serpihan maupun pelampung milik pesawat SJ-182 berhasil ditemukan. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan)

Pada 25 Desember 2020, ditemukan penunjuk kecepatan di sisi sebelah kanan rusak dan belum berhasil diperbaiki dan dimasukkan ke daftar penundaan perbaikan kategori C sesuai MEL.

Pada 4 Januari 2021, indikator pun diganti dan hasilnya terlihat bagus sehingga DMI pun ditutup.

Kemudian pada 3 Januari pilot melaporkan autothrottle tidak berfungsi, dan dilakukan perbaikan dengan hasil baik.

Tetapi, pada 4 Januari 2021 autothrottle kembali mengalami kerusakan dan tidak berfungsi.

Kemudian perbaikan pun belum berhasil dilakukan, sehingga dimasukan dalam daftar DMI.

Pada 5 Januari 2021, autothrottle telah berhasil diperbaiki dan DMI pun ditutup.

Kronologi Sebenarnya

Nurcahyo pada laporan pendahuluan juga menjelaskan detik-detik jatuhnya pesawat tujuan Jakarta-Pontianak tersebut.

Dalam penjelasan awal terkait penyebab jatuhnya SJ 182 ini, KNKT menyebutkan pesawat ini telah terbang mengikuti jalur keberangkatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Kemudian berdasarkan rekaman flight data recorder (FDR) bahwa sistem autopilot pesawat tersebut aktif di ketinggian 1.980 kaki.

Pilot pesawat SJ 182 sempat meminta kepada petugas Air Traffic Controller (ATC) untuk berbelok ke 75 derajat dan diizinkan.

ATC pun memprediksi perubahan arah ini akan membuat SJ 182 bertemu dengan pesawat lain dengan tujuan yang sama.

Maka pesawat ini pun diminta untuk mempertahankan ketinggian di 11 ribu kaki.

"Pada ketinggian 10.900 kaki, menurut data FDR sistem autopilot tidak aktif dan tuas throttle sebelah kiri kembali turun dan tenaga semakin berkurang sedangkan tuas throttle sebelah kanan tidak bergerak," ucap Nurcahyo.

Kemudian pada ketinggian tersebut, pesawat kemudian mulai turun dan sistem autopilot tidak aktif atau disengage.

Sikap pesawat pun menurut data FDR pada posisi naik atau pitch up, dan pesawat miring ke kiri. Kemudian tuas mesin Throttle sebelah kiri kembali berkurang.

Melihat anomali tersebut, lanjut Nurcahyo, ATC pun meminta pesawat SJ 182 untuk menaikkan ketinggian ke 13 ribu kaki dan dijawab oleh pilot.

"Ini komunikasi terakhir ATC dengan pesawat SJ 182, dan FDR sudah tidak merekam data penerbangan selama 20 detik," ujar Nurcahyo.

Posisi pesawat Sriwijaya Air dengan registrasi PK-CLC yang jatuh terpantau pada situs Flightradar24, take off pada pukul 14.30 LT. -Kolase
Posisi pesawat Sriwijaya Air dengan registrasi PK-CLC yang jatuh terpantau pada situs Flightradar24, take off pada pukul 14.30 LT. -Kolase (Flightradar24.com - Tribunnews)

Tidak Tabrak Awan

Mengacu pada data cuaca yang diperoleh KNKT dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pesawat tersebut tidak melalui area awan hujan ketika terbang.

Pesawat juga tidak berada dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan.

"Bahwa pesawat ini tidak melalui area dengan awan yang signifikan dan bukan area awan hujan, juga tidak berada in-cloud turbulence atau di dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan," kata Nurcahyo.

KNKT juga menduga Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Kepulauan Seribu belum bisa ditemukan karena tertimbun lumpur di dasar laut.

Nurcahyo mengungkapkan pihaknya telah menandai posisi koordinat yang ditengarai menjadi lokasi CVR.

"Posisi koordinat CVR sudah kami tengarai, mengacu pada ditemukannya FDR juga elektronik modul atau casing dari CVR dan FDR," ujarnya.

Nurcahyo menyebut, luas pencarian CVR memiliki dimensinya 25 meter x 25 meter.

"Kami sudah membuat garis di bawah laut, sebanyak lima kotak. Dugaan kami CVR tertimbun lumpur, penyelam akan menggali wilayah yang telah dikotakkan," ungkapnya.

KNKT juga mengungkapkan telah menggunakan alat peniup lumpur untuk memudahkan proses pencarian CVR.

"Kemarin sudah kita tiup pagi, saat sorenya sudah kembali tertimbun lumpur," ujar Nurcahyo.

*Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Laporan Pendahuluan Investigasi KNKT: Ada 2 Kerusakan yang Ditunda Perbaikannya Sejak Natal 2020

.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved