Ramadan 2022
Prof Dr M Noor Harisudin: Ramadan, Pandemi, dan Kepedulian Sosial
Salah satu dari hikmah puasa adalah berempati melihat orang-orang yang lapar, (al-Jurjawi: 1994).
SURYAMALANG.COM - Salah satu dari hikmah puasa adalah berempati melihat orang-orang yang lapar, (al-Jurjawi: 1994).
Setidaknya kita merasakan bagaimana orang-orang yang tidak beruntung ini mendapatkan kesulitan makan sehari hari.
Kita akan merasakan betapa susahnya orang-orang miskin dalam menjalani kehidupan.
Untuk mendapatkan sepiring nasi saja, mereka harus berjuang mati-matian ‘sepanjang hari’.
Pahitnya lapar ini baru dapat dirasakan ketika seseorang berpuasa di bulan suci Ramadan.
Mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, rasa lapar dan dahaga menjadi tantangan keseharian muslim dalam puasa.
Padahal, lapar adalah 'dunia keseharian' bagi orang-orang (miskin: red) yang tercecer dari mobilitas sosial.
Siapa saja yang melakukan ibadah puasa, tidak pandang bulu; laki dan perempuan, tua dan muda, atau kaya dan miskin.
Semua merasakan lapar dan dahaga karena puasa.
Semua merasakan getir lapar yang menjadi sesuatu yang inheren dalam ibadah puasa.
Getir lapar ini yang memunculkan rasa empati pada orang-orang yang miskin.
Rasa empati ini sulit untuk diceritakan dan juga sukar digambarkan, kecuali bagi orang yang mengalami lapar serupa.
Tak heran, jika banyak orang akan merasakan empati jika mengalami rasa lapar yang sama.
Tuhan Bersama Orang Yang Lapar
Dalam Hadist Qudsi yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Saw. bersabda:
“Pada hari kiamat kelak, Allah mengatakan: Wahai anak Adam, Aku sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.
Hamba bertanya: Bagaimana aku harus menjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?