Ramadan 2022
Prof Dr M Noor Harisudin: Ramadan, Pandemi, dan Kepedulian Sosial
Salah satu dari hikmah puasa adalah berempati melihat orang-orang yang lapar, (al-Jurjawi: 1994).
Allah menjawab: Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sedang sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Seandainya kamu menjenguknya pasti kamu temui Aku di sisinya.
Allah bertanya lagi: Hai anak Adam, Aku lapar, tetapi kamu tidak beri Aku makan.
Hamba menjawab: Wahai Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu makan, padahal Engkau adalah Tuhan alam semesta?
Dia mengatakan: Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidak berikan dia makan?
Seandainya kamu beri makan si Fulan, niscaya kamu dapati Aku berada di sisinya.
Allah bertanya lagi: Hai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak beri Aku minum.
Hamba menjawab: Bagaimana aku memberi-Mu minum, sedangkan Engkau Tuhan bagi alam semesta?
Allah mengatakan: Hamba-Ku si Fulan meminta minum kepadamu tapi kamu tidak memberinya minum. Seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu akan mendapati dan menemui Aku di sisinya”. (HR.Muslim).
Hadits panjang ini menggambarkan betapa Islam sangat peduli terhadap orang-orang miskin yang tercecer dari mobilitas sosial.
Islam bukanlah agama orang-orang elite yang selalu hidup perlente dan makan enak serta mengabaikan orang-orang pinggiran.
Sebaliknya, visi kesejahteraan umat dalam Islam sangat gamblang dan terang.
Bagaimana mereka diperhatikan dan diberdayakan agar bangkit dan setara dengan manusia lain.
Kepedulian Islam terhadap sesama juga ditekankan Nabi Muhammad Saw.
Dalam hal ini, beliau bersabda:
“Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman, sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya padahal ia mengetahuinya”. (HR at-Thabrani).
Islam juga tidak menghendaki adanya pertentangan kelas sebagaimana diangankan dalam teori-teori sosialisme.