Nasional
Keperawanan Gadis Belia Direnggut di Rumah Kosong, Sudah 2 Tahun Tapi Polisi Belum Tangkap Tersangka
Keperawanan Gadis Belia Direnggut di Rumah Kosong, Sudah 2 Tahun Tapi Polisi Belum Tangkap Tersangka
Kasus segera dituntaskan
Akhir-akhir ini kasus dugaan rudapaksa yang dialami bocah 9 tahun W di Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen kembali menguap.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian sejak Desember 2020 lalu, tapi hingga kini belum ada perkembangan hingga penetapan tersangka.
Lantas bagaimana langkah AKBP Piter Yanottama yang baru saja menjabat Kapolres Sragen sejak 15 Mei 2022 lalu?
AKBP Piter mengucapkan turut berempati terhadap korban dan keluarganya.
"Yang pertama dalam kesempatan ini kami sampaikan bahwa kami terus berempati," ungkap dia kepada TribunSolo.com di Mapolres Sragen, Sabtu (21/5/2022).
"Kami menyemangati korban dan keluarga untuk bersama kami dalam rangka untuk segera menuntaskan perkara ini," jelas dia menekankan.
Piter melanjutkan, jika para penyidik sudah bekerja secara maksimal untuk mengungkap kasus tersebut.
Tim supervisi dari Direktorat Reskrim Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah juga sudah hadir untuk melakukan asistensi pada awal April 2022 lalu.
"Kemudian bertemu dengan penyidik, membuka semua alat bukti dan langkah-langkah yang sudah dikerjakan oleh penyidik Polres Sragen kemudian menelurkan beberapa poin pendalaman dan itu sudah kita pecahkan," terangnya.
Piter mengaku terus mendampingi penyidik yang menurutnya sudah bekerja siang dan malam.
"Kemudian saya ajak gelar perkara untuk membahas detail satu persatu, kembali mengecek membuka file-file apa yang sudah dikerjakan selama dua tahun terakhir," paparnya.
Atas upaya dan dukungan dari semua pihak, Piter berharap perkara tersebut segera diungkap.
Dia menambahkan, segala upaya sudah dilakukan, dan ia tidak membenarkan jika kasus tersebut mangkrak atau dibiarkan.
"Saya berjanji bahwa perkara ini tidak mangkrak, jadi tidak didiamkan, ini dijalankan," akunya.
"Sehingga rasanya sedih karena kita juga punya anak, kita jalan terus, permasalahannya kita kesulitan untuk menentukan tersangkanya," jelas dia.
Korban mengalami trauma
Bocah 9 tahun warga Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen hingga kini masih mengalami trauma mendalam.
Ya, kejadian pahit yang dialaminya hampir dua tahun itu masih teringat jelas, dibenak W, yang kini berusia 11 tahun.
W mengalami rudapaksa sebanyak dua kali, yang pertama dilakukan di rumah kosong dan yang kedua dilakukan di toilet balai desa setempat.
Betapa tidak menjadi luka secara psikologis, W terpaksa menuruti nafsu S (38) yang disertai ancaman, jika tidak menurut orangtuanya akan menerima tindakan yang negatif.
Tak berselang lama, W diajak bermain oleh P (15) seorang anak perempuan.
Namun, bukannya bermain, W diajak pergi toilet balai desa dan di situ sudah menunggu tiga pria yang tak ia kenal, dan W diminta melayani nafsu salah satu pria itu yang tak dikenal.
Penanganan kasus W hingga kini masih belum menemukan titik terang, dan penyidik masih mengumpulkan barang bukti yang cukup untuk menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka.
Pemeriksaan kembali dijalani W di unit PPA Polres Sragen, pada Kamis (20/5/2022).
W datang bersama kedua orangtuanya dan didampingi kuasa hukum dari LBH Mawar Saron Solo.
Pengacara W, Andar Beniala Lumbanraja mengatakan sebelum menjalani pemeriksaan, W sempat menangis.
"Dia sempat nangis, karena takut, kita keluarkan dulu dari ruang unit PPA, saya tenangin dan minta untuk didampingi ibunya," katanya kepada TribunSolo.com.
Andar mengatakan W menangis karena merasa takut, bisa karena mengingat kejadian pahit yang ia alami.
Selain itu, W mungkin juga merasa bosan karena selalu ditanya dengan pertanyaan yang sama selama dua tahun ini.
"Takut, karena si P juga dihadirkan, dulu pernah juga dilakukan konfrontasi antara W dan P ini," jelasnya.
Dalam pemeriksaan tersebut, W disodorkan 10 pertanyaan dan proses pemeriksaan dilakukan kurang lebih selama 3 jam.
Sempat menangis
Petugas advokasi dan pendampingan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sragen, Dyah Nursari juga mengatakan jika W sempat menangis ketika hendak diperiksa.
"Kebetulan saya datang, W ini sudah didalam ruangan, kalau menurut informasi dari orangtuanya memang menangis, ketika saya tanya kenapa menangis, katanya takut kalau didalam ada terduga pelaku," katanya.
Kemudian, Dyah bersama petugas lainnya mendampingi W, dan baru mau untuk memberikan keterangan.
"Kalau W sebenarnya kalau ketemu kita sebenarnya enjoy saja, maksudnya dia kalau bercerita nyaman, lancar," jelasnya.
Dyah mendampingi W sejak awal kasus tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.
Waktu itu, ketika diperiksa oleh polisi, W sempat tidak mau berbicara untuk memberikan keterangan.
Kemudian, dari unit PPA Polres Sragen meminta P2TP2A Sragen untuk didampingi psikolog dulu.
"Dari segi psikologis, sudah lebih baik, awal pendampingan dari teman-teman psikolog mendampinginya selama 3 hari waktu itu kita shelter sementara," terangnya.
"Namun, ternyata tadi infonya menangis, mungkin masih trauma," pungkasnya.
Cerita sang ayah
Perjuangan seorang ayah di Sukodono, Sragen, yakni D untuk mencari keadilan untuk sang putri W (11) belum menemukan titik terang setelah hampir 2 tahun dilaporkan ke polisi.
Sang putri yang saat itu baru berusia 9 tahun menjadi korban dugaan pemerkosaan yang dilakukan tetangganya sendiri, yang diduga merupakan oknum guru silat.
Diingat kembali, kronologi dari kasus tersebut diawali pada 5 November 2020, W diajak nonton film porno, kemudian dirudapaksa di sebuah rumah kosong pada 10 November 2020.
Pada tanggal 15 November 2020, D melihat ada gelagat aneh dari perilaku sang anak, yang kemudian sempat melapor ke kantor polisi terdekat namun tak ada tanggapan.
W kembali dirudapaksa di toilet balai desa setempat pada 11 Desember 2020 dan kembali melapor ke polisi dan akhirnya mendapat tanggapan jika ada dugaan tindak pidana pemerkosaan.
Karena merasa tak ada tanggapan, D akhirnya meminta bantuan ke LBH Mawar Saron Solo pada 11 Februari 2021 dan tak lama dilakukan gelar perkara oleh Polda Jawa Tengah.
Kasus tersebut seakan mandeg, dan Polda Jawa Tengah kembali gelar perkara kedua pada bulan April 2022 lalu.
D kini masih terus mencari keadilan bagi anaknya, yang belum ada titik terang sama sekali, yang mana terduga pelaku masih berkeliaran di luar sana.
Bahkan, ia diminta oleh oknum untuk menutup kasus tersebut.
"Saya mencari keadilan di mana pun, sampai saya ditawari uang oleh oknum untuk menutup kasus dengan diberikan uang dengan nominal Rp 500 ribu," kata D, Sabtu (14/5/2022).
Menurutnya, tim kepolisian sempat mengeluarkan ciri-ciri pelaku, namun proses berhenti begitu saja.
D juga mempertanyakan keberadaan barang bukti berupa celana dalam korban yang masih terdapat bercak darah dan sperma terduga pelaku.
"Tahun 2021 mendapati barang bukti, yang sampai saat ini saya mempertanyakan di mana barang bukti itu, ada bercak darah sama sperma si pelaku, dan itu tidak ada wujudnya sampai sekarang," jelasnya.
Penanganan kasus yang berlarut-larut itu disayangkan oleh pengacara D, sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo, Andar Beniala Lumbanraja.
Menurut Andar, hingga kini polisi masih berkutat untuk mencari saksi kunci.
"Penyidik masih mencari bukti-bukti terkait dalam kasus ini, karena menurut mereka kasus ini sudah cukup lama, yang terakhir mereka mau menggali saksi kunci," kata Andar.
Andar juga membenarkan jika kliennya mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum.
Bahkan, D dan W sempat mendapatkan ancaman dan mencari perlindungan dengan bersembunyi di tengah hutan.
"Anak ini sempat diancam, bapak dan anak ini sampai masuk ke dalam hutan, dan itu juga tidak diperhatikan Polres Sragen," ujar Andar.
"Dan pada saat itu kami koordinasikan ke pihak kepolisian, bahwasanya nyawa dari klien kami tidak mendapatkan perlindungan, mereka dalam satu hari sembunyi di tengah hutan, kami hanya berkoordinasi untuk tetap tenang, jangan keluar dulu sampai posisi sudah nyaman," terangnya.
Lanjut Andar, kliennya juga mendapat intimidasi dari beberapa pihak, yang menyatakan usaha D mencari keadilan dianggap hanya karangan saja yang dilakukan demi mencari uang.
Namun pernyataan tersebut dibantah keras oleh Andar, karena pihaknya memiliki bukti hasil visum dengan hasil terdapat luka pada kemaluan korban.
Yang juga disayangkan, setelah kasus tersebut viral tidak ada upaya pendampingan untuk pemulihan terhadap korban, baik dari pemerintah Kabupaten Sragen.
"Pada waktu itu tidak ada layanan kepada korban sendiri untuk pemulihan, dan kami coba untuk menyurati pihak yang menyediakan layanan, baru teman-teman LPSK yang sudah sangat kompeten dan rutin menanyakan apa yang bisa dibantu," terangnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol. M Iqbal Alqudusy mengatakan belum adanya perbedaan penetapan tersangka karena masih perlu dilakukan pendalaman.
"Kemarin dari krimum sudah asistensi ke sragen, jadi kasus ini memang masih memerlukan pendalaman untuk menentukan yang bersangkutan sebagai tersangka atau tidak, karena memang belum cukup alat bukti," kata Kombes Pol Iqbal ketika dikonfirmasi wartawan, Sabtu (14/5/2022).
Update Google News SURYAMALANG.COM