Berita Malang Hari Ini
Komunitas Mapa Quilt Menolak Tangan Menganggur karena Bisa Hasilkan Cuan
Ide awalnya usai dari pelatihan yang diadakan Bekraf di Rumah BUMN di Jalan Raya Langsep Kota Malang.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM|MALANG-Komunitas Malang Patchwork and Quilting (Mapa Quilt) berdiri beberapa tahun lalu di Malang.
Ide awalnya usai dari pelatihan yang diadakan Bekraf di Rumah BUMN di Jalan Raya Langsep Kota Malang.
"Kalau saya baru gabung dengan komunitas pada 2017," jelas Tiwuk Purwati, Ketua Mapa Quilt pada suryamalang.com beberapa waktu lalu.
Slogan komunitas ini unik yaitu menolak tangan menganggur karena bisa menghasilkan cuan. Menurut Tiwuk, secara berkala, anggota komunitas bertemu di JL Sultan Agung Kota Malang, di sebuah tempat depan SMAN 3.
"Kalau saya belajar teknik pacthwork dan quilting pada pada 2015 saat di Sumbawa. Saya ikut ibu-ibu tambang diajari guru terlatih langung," kata wanita berkacamata ini.
Setelah kembali ke Malang, ia bertemu dengan ibu-ibu yang memiliki hobi ini. Kiblat komunitas ini adalah ke Amerika karena memakai mesin.
"Bukan kiblat ke Jepang yang pakai tangan. Kita nggak telaten," jawabnya.
Namun baik tangan dan mesin bisa dipakai. Hanya saja jika pakai mesin lebih cepat. "Tapi pakai tangan itu itu estetiknya juga tinggi," jawab dia.
Meski ada komunitas, untuk pemasaran produknya merupakan hak pribadi. "Sebab tujuan kita hanya ngumpul kan buat sharing," jawabnya.
Jumlah anggotanya ada 50 an. Tapi yang aktif hanya separoh. Dari kemampuan anggota, mereka bisa berkembang sendiri. Ada yang bikin tas dengan teknik pacthwork (perca) dan quilting (tindas).
Komunitas sudah pernah pameran selama tiga kali. Pertama di kantor Kompas Malang, lalu di Rumah BUMN dan kemudian di gedung DPRD Kota Malang pada Desember 2022 lalu.
Ajang pameran diperlukan untuk edukasi ke masyarakat bahwa perca dan quilt itu bisa bernilai tinggi karena merubahnya menjadi cuan.
"Kain perca tidak dibuang begitu saja karena lama terurai. Apalagi dibakar malah merusak lingkungan," katanya.
Untuk kain perca, biasanya beli di Solo dengan memakai katun Bali.
"Sekarang punya langganan di Solo. Beli langsung ke perajinnya. Kalau ada stok, saya biasanya ditelpon. Sekali beli bisa 20 kg. Harga per kgnya Rp 25.000," jawabnya.
Saat di Sumbawa dulu, beli kain perca katun Bali memang di Bali. Tapi ternyata asalnya dari Solo. "Kalau beli langsung di Solo bisa menekan biaya," kata dia.
Motif katun Bali disebutnya beda dengan perca batik. Motifnya menarik. Kiloan perca yang didapat langsung dari Solo kadang tidak dipakai sendiri.
Tapi juga bisa dibeli anggota komunitas karena stok tidak selalu ada. Saat sudah dalam produksi, biasanya memang tangan selalu ingin mengerjakan terus.
"Kalau sudah ngerjain, suami lewat, hahaha," candanya.
Produk unggulan anggota beragam. Ada bed cover dan paling murah adalah cempal seharga Rp 15.000.
Kalau bed cover memang mahal. Bisa mencapai Rp 4,5 juta. Saat pameran di DPRD, produk bed covernya pecah telur dan laku Rp4.5 juta.
"Yang tahu kerajinan quilting ini pasti tahu jika harganya mahal," kata Tiwuk.
Bed covernya dibeli anggota DPRD Kota Surabaya saat mengunjungi DPRD Kota Malang.
Bed cover ukuran 170 cm X 220 cm itu tentang kampung warna warni di Jodipan. Inspirasinya saat kampung itu booming.
Ia kesulitan parkir dan akhirnya hanya bisa melihat dari atas jembatan Bug Gluduk. "Perasaan saya kalau produk terjual itu ya senang dan sedih.
Sedih karena pasti untuk bikin lagi tidak akan bisa sama. Bikin kerajinan itu juga butuh mood," paparnya.
Bed cover itu diselesaikan selama tiga pekan. Ia menambahkan, pertemuan grup biasanya dua pekan sekali tiap Rabu. Biasanya ada tema atau proyek yang dikerjakan agar bisa dilakukan sampai lima.kali pertemuan. Kalau ada proyek atau tema, ibu-ibu ada semangat datang," ujar Tiwuk.
Bagi pemula, menekuni hobi ini tidak harus memiliki mesin jahit. Bisa juga menggunakan jahit tangan. Juga harus memiliki cutter karena bisa presisi dibanding memakai gunting.
Produktif saat PPKM Darurat
Hasil komunitas atau karya bersama juga pernah dihasilkan mereka. Dari 13 anggota, hasilnya ada 30 blok yang menceritakan kegiatan anggota selama PPKM darurat.
30 Blok itu disatukan dan menjadi sebuah cerita. Lusiana Limono, anggota komunitas menyatakan saat awal pandemi Covid 19 pada 2020, pemerintah memberlakukan PPKM dururat oleh pemerintah membuat ibu-ibu galau.
Sebab pekerjaan di rumah makin banyak karena seluruh anggota keluarga di rumah. Akhirnya keresahan itu dituangkan dalam lembaran kain.
Setelah jadi, Ia minta bantuan Tiwuk untuk melakukan quilting. Ada yang membuat gambar corona, berkebun, trend bersepada dll.
"Untuk karya bersama itu tidak dijual karena jadi tetenger. Karya tekstil itu tidak melulu jadi komoditas," kata akademisi ini.
Namun itu bisa jadi catatan Sejarah selama pandemi. Hal serupa juga pada motif batik dimana ada cerita dibalik itu.
"Kalau ini kan perca dalam kondisi kekinian. Setiap karya ada ceritanya," ujar dia. Ia senang bergabung dengan komunitas ini karena bisa tukar ilmu.
"Banyak ilmu-ilmu tercecer yang bisa disatukan dan bisa saling mengisinya. Kalau kerja sendiri-sendiri, hasilnya begitu saja. Dengan ada komunitas, maka bisa mengisi yang bolong-bolong," pungkasnya.
Malang Patchwork and Quilting (Mapa Quilt)
komunitas di Kota Malang
komunitas di Malang
inspirasi usaha
industri kreatif
| Polemik Beli LPG 3 Kg di Distributor, Pemilik Pangkalan di Kota Malang sampai Bingung |
|
|---|
| UMKM Kota Malang Tak Peduli Harga Mahal, Yang Penting LPG 3 Kg Selalu Ada |
|
|---|
| Polemik Beli LPG 3 Kg di Pangkalan, Warga Kota Malang: Kebijakan Jangan Bikin Repot |
|
|---|
| Bisnis Akademi Wirausaha Mahasiswa Merdeka UB Malang, Maggot Jadi Pakan Kucing dan Busana Big Size |
|
|---|
| Puluhan Napi di Lapas Malang Lolos Kompetensi, Diwisuda Jadi Guru Al-Quran |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/karya-bed-cover-tentang-kampung-warna-warni-bersama-pembelinya-kiri.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.