Berita Malang Hari Ini
Kampung Heritage Kayutangan Sepi Wisatawan, Ini Harapan Warga Pada Pemkot Malang
#KAYUTANGAN - Pada awal dibukanya kampung wisata heritage ini, wisatawan masuk ke seluk-beluk perumahan yang berada di kawasan padat penduduk.
Penulis: Benni Indo | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM, MALANG - Kampung Heritage Kayutangan menjadi tujuan baru berwisata di Kota Malang. Pada awal dibukanya wisata heritage ini, wisatawan masuk ke seluk-beluk perumahan yang berada di kawasan padat penduduk. Di dalam perkampungan tersebut, terdapat sejumlah bangunan tua.
Bangunan-bangunan itulah yang menjadi salah satu representasi heritage. Wisatawan dapat berfoto, membeli beragam pilihan kuliner buatan warga, termasuk berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal. Ada beberapa warung kopi di dalam perkampungan tersebut.
Warga setempat merasakan langsung dampak kehadiran wisatawan ke kampungnya. Warung ramai oleh pembeli. Rumah-rumah tua bersolek agar jadi pilihan latar belakang untuk sebar foto di media sosial.
Seiring berjalannya waktu, Pemkot Malang mengubah wajah kawasan Kampung Heritage Kayutangan. Pemkot Malang mempercantik kawasan Jl Basuki Rahmat yang merupakan jalan raya lalu lintas kendaraan.
Tiang-tiang lampu bernuansa klasik dipasang. Cahaya menguningkan jalanan saat malam hari. Pedestrian diperlebar dan sejumlah kafe mulai bermunculan.
Keriuhan wisatawan pun mulai beralih, yang awalnya berada di dalam perkampungan, kini berada pinggir jalan. Gelombang pandemi juga turut memperburuk keadaan. Kenestapaan penduduk lokal pun mulai terasa, pasalnya kampung yang awalnya ramai menjadi sepi.
Salah satu warga yang merasakan sepinya wisatawan itu adalah Rudi Haris. Rudi, akrab disapa Mbah Ndut. Ia membuka sebuah warung kopi bernuansa klasik kekinian di rumahnya sendiri.
Dikisahkan Mbah Ndut, pada awal Kampung Heritage Kayutangan membuka diri terhadap kunjungan wisatawan, banyak orang datang silih berganti ke warung kopinya. Mulai pagi hingga malam hari, tidak ada henti-hentinya ia melayani permintaan kopi oleh pengunjung.
"Kini kondisinya berbeda. Dari 100 persen menjadi 0,01 persen," ujarnya.
Ia jualan kopi dengan harga paling murah Rp 7000 dan paling mahal Rp 12 ribu. Harga itu bagi sebagian banyak orang cukup terjangkau. Jika dibanding dengan harga kopi di kafe-kafe pinggir Jl Basuki Rahmat, sangat jauh terpaut.
Meski harganya cukup murah, tapi nyatanya tidak banyak yang datang. Awalnya Mbah Ndut bisa buka warung setiap hari. Kondisi yang cukup sulit saat ini membuatnya hanya membuka warung pada akhir pekan saja yakni Sabtu dan Minggu.
"Kalau siang hari, tidak banyak yang datang ke sini. Apalagi malam hari, tidak ada sama sekali wisatawan yang datang saat ini," ujar Mbah Ndut.
Saking sepinya wisatawan yang datang, ia sering tidak dapat Rp 1 pun dalam sepekan. Kondisi yang cukup sulit diterima Mbah Ndut saat ini, pasalnya, sebagai orangtua, hanya warung kopilah tempat sumber penghasilan baginya.
"Dulu, sebulan bisa sampai Rp 2 juta. Kini, bahkan Rp 100 ribu pun pernah terjadi dalam sebulan," ujarnya.
Menurutnya, harus ada terobosan inovasi agar wisatawan mau kembali masuk ke dalam perkampungan. Saat ini, kondisi di dalam kampung kalah populer dibanding di pinggir jalan.
Polemik Beli LPG 3 Kg di Distributor, Pemilik Pangkalan di Kota Malang sampai Bingung |
![]() |
---|
UMKM Kota Malang Tak Peduli Harga Mahal, Yang Penting LPG 3 Kg Selalu Ada |
![]() |
---|
Polemik Beli LPG 3 Kg di Pangkalan, Warga Kota Malang: Kebijakan Jangan Bikin Repot |
![]() |
---|
Bisnis Akademi Wirausaha Mahasiswa Merdeka UB Malang, Maggot Jadi Pakan Kucing dan Busana Big Size |
![]() |
---|
Puluhan Napi di Lapas Malang Lolos Kompetensi, Diwisuda Jadi Guru Al-Quran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.