Berita Surabaya Hari Ini

Dampak Negatif SIM Seumur Hidup Menurut Pakar Hukum dan Tranportasi dari Unair Surabaya

Bagus Oktafian mendukung jika petugas mencabut masa berlaku SIM dari orang yang terbukti melakukan pelanggaran.

Penulis: Luluul Isnainiyah | Editor: Yuli A
dok
Ilustrasi. 

Bagus Oktafian mendukung jika petugas mencabut masa berlaku SIM dari orang yang terbukti melakukan pelanggaran.

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagus Oktafian Abrianto, memberikan tinjauan atas wacana perubahan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) dari lima tahun menjadi seumur hidup.

Wacana itu mula-mula digaungkan oleh anggota DPR RI dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Korlantas Polri, beberapa waktu lalu.

Dosen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Unair ini mengatakan, SIM menjadi kewenangan dari Polri. Hakekatnya, bagian dari izin yang juga dapat sebut sebagai produk hukum pemerintah dalam menjalankan kewenangannya. 

Salah satunya adalah untuk mengatur masyarakat yang berkendara. Artinya, izin tersebut merupakan sarana bagi pemerintah untuk mengatur masyarakat.

"Izin ini harus disertai dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh masyarakat agar dapat mengunakan atau diberikan izin," ujar Bagus Oktafian Abrianto, pada awak media Rabu (3/8/2023).

Dalam proses mengeluarkan izin tersebut, pemerintah tidak serta merta memberikan kepada pemohon. Namun, wajib memenuhi syarat kualifikasi tertentu.

Setelah mengeluarkan SIM, Pemerintah dalam hal ini Polri, wajib menyertakan dengan mekanisme pengawasan. 

Sehingga pemegang SIM tidak bisa serta merta selesai dapat izin tanpa pengawasan, tetapi juga harus disertai pengawasan dalam serangkaian tahapan tertentu.

Dalam konteks wacana terkait masa berlaku SIM. Menurut Oktafian, terdapat dua hal yang harus dibedakan, antara kepentingan politis dan legal atau hukum. 


Jika meninjaunya dalam perspektif legal atau hukum, sudah jelas status keabsahan seorang pengendara memiliki izin atau SIM, terdapat persyaratan, kriteria dan jangka waktunya.

"Bagi saya secara akademisi, sepakat jika SIM ini harus ada jangka waktu. Kenapa, alasan pertama karena orang yang mendapatkan SIM pada saat awal, belum tentu sama keadaannya pada saat  tahun-tahun berikutnya," katanya. 


"Misalnya si A mendapatkan SIM tahun 2023, tahun 2024 keadaanya si A mengalami sakit. Apakah sama perlakuan orang yang sakit yang tidak bisa mengendarai sepeda motor dengan orang yang tidak sakit, ini kan berbeda," tambahnya. 


Sedangkan alasan kedua, lanjut Bagus Oktafian, terdapat batasan tertentu dalam izin. Misalnya, seseorang yang diberikan SIM itu ketika patuh pada ketentuan peraturan lalu lintas.


Bagus Oktafian mendukung jika petugas mencabut masa berlaku SIM dari orang yang terbukti melakukan pelanggaran.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved