Pertamina Oplos Pertamax dan Pertalite

3 Klaim Pertamina Sangkal Oplos Pertamax dan Pertalite, Kejagung Pastikan yang Kini Beredar Asli

3 Klaim Pertamina sangkal oplos Pertamax dan Pertalite, Kejagung minta masyarakat tetap tenang pastikan BBM yang kini beredar adalah asli.

|
Tangkap Layar Youtube KompasTV
KORUPSI PERTAMINA - Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso (KANAN) saat memberi keterangan pers di Kantor DPD Jakarta, Selasa (25/02) mengenai Pertamax oplosan. Riva Siahaan (KIRI) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga saat dikawal memasuki mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Kejaksaan Agung, Jakarta, (25/2/2025). 

Pasalnya minyak yang sebelumnya diblending atau dicampur oleh Riva Siahaan untuk dijadikan kualitas lebih tinggi kini sudah habis dipakai.

"Minyak itu habis pakai, jadi jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah bahwa minyak yang sekarang dipakai itu adalah oplosan, itu engga tepat," ujar Harli.

Selain itu Harli juga menjelaskan fakta hukum dalam praktik korupsi tersebut kini sudah selesai.

Sehingga Harli meminta agar masyarakat tidak menyalahartikan hal tersebut dan tetap tenang.

"Karena penegakan hukum ini rekan media mendukung, masyarakat mendukung supaya apa? supaya tuntas tapi jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat karena peristiwanya ini sudah selesai," pungkasnya.

Kerugian Negara Rp193,7 Triliun 

Adapun, jika melihat dari laporan terbaru Kejagung, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, salah satu tersangka yaitu Riva Siahaan (RS) melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92.

Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

Lalu pada saat dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, menurut Kejagung diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman).

Mark up dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13 persen s.d. 15 persen.

Hal ini membuat tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung menyebut  kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut:

1. Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.

2. Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

3. Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.

4. Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.

5. Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

(Kompas.com/Kontan.co.id/gridoto.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved