Hikmah Ramadan

Puasa dan Kepedulian Sosial

Membincang tentang puasa tentu tidak dapat dilepaskan dari bulan Ramadhan, salah satu bulan yang sering disebutkan oleh baginda Rasulullah Saw.

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/ISTIMEWA
Drs. H. Ahsanul Haq, M.Pd.I., Ketua MUI Jawa Timur Bidang Ukhuwah, Katib Syuriyah PWNU Jawa Timur & Wakil Ketua II BAZNAS Jawa Timur 

Dalam sabdanya, Rasulullah menyebutkan, “Telah datang bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu. Saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.”

Berdasarkan hadis tersebut, para ulama berpendapat bahwa keberkahan sejatinya selalu ada pada setiap amal saleh yang dikerjakan oleh umat muslim.

Hanya saja, keberkahan tersebut menjadi berlipat ganda nilainya ketika dilakukan di dalam bulan Ramadhan terlebih jika seorang muslim tersebut beruntung mendapatkan berkah malam lailatul qodar.

Pun demikian, ulama juga memberikan peringatan bahwa dosa-dosa yang sengaja dilakukan pada bulan tersebut berpotensi dilipatgandakan pula azabnya karena iblis dan setan telah dibelenggu terlebih dahulu oleh Allah SWT.

Dalam literatur bahasa Indonesia, keberkahan atau berkah merupakan kata serapan dari kata barokah (بركة) yang dalam literatur bahasa arab acap kali dimaknai sebagai  tambahnya  kebaikan  (الخير  زيادة).  

Para  ulama  menjelaskan  bahwa  makna tambahnya kebaikan itu tidak berarti hanya mencakup hal yang bersifat materi seperti capaian kesuksesan, melimpahnya harta kekayaan ataupun tingginya pangkat kekuasaan, tetapi lebih luas dari itu keberkahan juga mencakup tambahnya kebaikan dalam hal non materi seperti tenangnya hati, tenteramnya jiwa dan terpeliharanya kesehatan badan.

Keduanya, baik materi maupun non materi, bermuara pada satu tujuan agung di mana tambahnya kebaikan tersebut menjadikan seorang hamba semakin mendekat kepada Allah SWT.

Sebagaimana telah disebut di atas, puasa pada batasan tertentu dalam cakupan ilmu fikih bermakna menahan diri dari kegiatan yang bersifat fisik seperti makan, minum dan berhubungan badan dengan pasangan yang halal sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.

Namun sejatinya puasa tidak terbatas pada aktivitas berjangka waktu tersebut. Dalam cakupan yang lebih luas, puasa merupakan sarana terbaik bagi umat Islam untuk melatih kesabaran dan kontrol atas jiwa dan raganya.

Dalam konteks ini, momentum puasa Ramadhan merupakan medan pelatihan terbaik sebagai kawah candradimuka masyarakat muslim guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan harapan setelah “lulus” dari bulan Ramadhan, mereka dapat kembali menjadi pribadi yang fitri: lembut hatinya, bijak dalam bertindak dan sopan dalam bergaul dengan sesamanya.

Dalam keadaan fitrah tersebut, cahaya hidayah dari Allah akan semakin mudah masuk ke dalam hati nurani mereka lalu memancar melalui tindak tanduk dan tutur kata yang baik. Inilah hakikat keberkahan dalam ibadah puasa.

 

Tingkatkan kepedulian sosial, raih berkah puasa secara optimal
Dalam ajaran agama Islam, terdapat sebuah kaidah fikih yang berbunyi ‘al- Muta’addī afdhal min al- Qāṣir’, yang berarti sebuah perbuatan yang berdampak positif dan bermanfaat dalam skala luas itu lebih utama daripada perbuatan yang berdampak positif dan bermanfaat dalam skala yang terbatas.

Kaidah ini merupakan salah satu kaidah kulliyah (umum) dalam ilmu fikih yang menunjukkan keutamaan amal saleh yang berdampak luas daripada amal yang dampaknya terbatas. 

Ini tidak bermakna bahwa amal yang berdampak terbatas tersebut adalah salah.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved