Hikmah Ramadan
Puasa dan Kepedulian Sosial
Membincang tentang puasa tentu tidak dapat dilepaskan dari bulan Ramadhan, salah satu bulan yang sering disebutkan oleh baginda Rasulullah Saw.
Sebaliknya, kaidah ini menunjukkan bahwa seseorang dapat memaksimalkan amalnya secara optimal dengan memperluas cakupan manfaat yang dihasilkan.
Dari yang awalnya hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, menjadi manfaat bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Dalam konteks ibadah puasa, ketika seorang yang sedang berpuasa telah memenuhi syarat dan rukunnya serta ikhlas dalam menjalaninya maka ia berhak atas pahala puasanya.
Ia berhak mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah beserta nikmat lain yang telah dijanjikan, namun itu hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Apabila merujuk pada ketentuan kaidah di atas, seseorang tersebut sampai pada tahap al- Qāṣir di mana hanya ia sendiri yang merasakan manfaat dari amal saleh yang dilakukan.
Jika orang tersebut mau, ia dapat memperluas manfaat dari ibadah puasanya sehingga menjadi amal yang berdampak luas dan Islam telah memberikan tuntunan dalam hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad Saw. dan atsar para Sahabat.
Dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa Sahabat Anas bin Malik pernah menemani Rasulullah Saw. ketika ada sebuah pertanyaan yang diajukan kepada beliau perihal sedekah yang terbaik, lalu Nabi pun menjawab:
”Sedekah di bulan Ramadhan.”
Secara letterlijk, hadis tersebut telah dengan jelas dan lugas menyebutkan bahwa bulan Ramadhan tidak hanya tentang ibadah puasa dalam pengertian yang terbatas pada laku spiritual individu.
Lebih luas dari itu, Ramadhan adalah bulan berbagi. Statement ini agaknya dapat ditemukan dalilnya dalam riwayat lain di mana Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Barang siapa yang memberi makan (untuk buka puasa) orang yang sedang berpuasa, maka ia berhak atas pahala puasa orang tersebut tanpa mengurangi pahala puasa yang ia lakukan.”
Berdasarkan beberapa riwayat di atas, kiranya dapat ditarik benang merah bahwa jika dalam pengertian yang terbatas puasa dimaknai sebagai menahan diri, maka dalam pengertian yang luas puasa dapat dimaknai sebagai menahan diri dan melapangkan urusan orang lain.
Dengan kata lain, kesalehan dalam spiritual dalam ibadah puasa, dapat dimaksimalkan secara optimal dengan meningkatkan kesalehan sosial.
Tentu, makna sedekah di sini tidak terbatas pada pemberian makanan untuk berbuka puasa.
Memberi santunan kepada fakir miskin dan anak yatim, memudahkan dan meringankan urusan orang lain, memberikan peluang dan membuka lapangan pekerjaan kepada para pencarinya serta mengapresiasi karya dan kinerja karyawan dengan layak juga merupakan sedekah yang dapat menjadi perantara optimalnya keberkahan dalam ibadah puasa.
Beberapa uraian di atas agaknya dapat menjadi bahan renungan bersama dalam menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.
Bahwa ibadah yang kita jalani di bulan penuh kemuliaan dan keberkahan ini tidak hanya berkisar pada kemanfaatan diri masing-masing, tetapi seyogyanya juga dapat bermanfaat bagi orang lain.
Bahwa ibadah puasa yang kita jalani tidak hanya tentang urusan menahan lapar dan dahaga tetapi juga menghilangkan lapar dan dahaga orang lain.
Tidak hanya menahan diri dari mengambil sesuatu yang bukan hak kita tetapi juga menyediakan sarana dan kemudahan bagi orang lain untuk memperoleh haknya.
Dengan memperluas cakupan manfaat inilah, diharapkan keberkahan dalam ibadah puasa akan diperoleh secara optimal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.