Pertamina Oplos Pertamax dan Pertalite

ALASAN 9 Tersangka Korupsi Pertamina Bisa Dihukum Mati, Eks KPK Sebut Fakta UU Tipikor: Layak Semua!

Alasan 9 tersangka kasus korupsi Pertamina bisa atau memungkinkan dihukum mati, eks penyidik KPK sebut fakta UU Tipikor 'layak semua!'

|
Tangkap Layar Youtube KOMPASTV/Dok.Kejaksaan Agung
KORUPSI PERTAMINA - Tampak kantor pusat Pertamina (KANAN). Para tersangka (KIRI)kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025) tampak mengenakan rompi berwarna pink dan tangan diborgol. Riva Siahaan (TENGAH) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Eks penyidik KPK sebut 9 tersangka memungkinkan untuk dihukum mati. 

SURYAMALANG.COM, - Alasan 9 tersangka kasus korupsi Pertamina bisa dihukum mati disampaikan oleh eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hukuman mati itu sangat memungkinkan melihat beberapa faktor dan fakta yang tercantum dalam UU Tipikor (Tindak Pidana korupsi).

Sembilan orang yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terdiri dari 6 petinggi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan tiga bos perusahaan swasta.

Para tersangka dijerat tuduhan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Baca juga: HARTA KEKAYAAN 6 Bos Pertamina Tersangka Korupsi Rp 968,5 Triliun, Tertinggi Bukan Riva Siahaan

Dalam satu tahun saja, kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun sejak 2018 sehingga dalam 5 tahun atau sampai 2023 total kerugian negara ditaksir bisa tembus Rp 968,5 triliun.

Memungkinkan Dihukum Mati

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menyebut, pelaku korupsi PT Pertamina Patra Niaga bisa terkena hukuman mati karena satu alasan, Covid-19.

Korupsi PT Pertamina Patra Niaga yang diduga melakukan mark up dan mengoplos RON 92 dengan RON 90 itu terjadi saat pandemi Covid-19. 

Sesuai keterangan Kejaksaan Agung, korupsi di PT Pertamina Patra Niaga terjadi sejak tahun 2018 hingga 2023 sementara pandemi Covid-19 terjadi antara tahun 2020 hingga 2022. 

Artinya kata Yudi Purnomo Harahap kasus korupsi tersebut bisa masuk ke dalam korupsi di tengah bencana alam. 

Maka para pelaku bisa dihukum mati. 

Baca juga: Trending Fitra Eri Influencer Otomotif Tolak Ajakan Pertamina, Pertamax Bukan Oplosan: Faktanya Apa?

"Karena perbuatan dan peristiwa korupsi pengelolaan minyak mentah yang sama waktunya atau beririsan dengan pandemi covid dimana mereka masih beroperasi memanipulasi bensin" ujar Yudi dikonfirmasi Jumat (28/2/2025).

"Maka layak semua pelaku dituntut hukuman mati sesuai UU Tipikor, apalagi Rakyat jadi korban langsung," sambungnya melansir WartaKotaLive.com (grup suryamalang).

Diketahui dalam UU Tipikor Pasal 2 ayat (2) menyatakan pidana mati dapat dijatuhkan dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu.  

Penjelasan "Keadaan tertentu" dalam pasal ini diartikan sebagai pemberatan.  

Pasal 2 UU Tipikor mengatur tentang sanksi tindak pidana korupsi, yaitu penjara seumur hidup, penjara maksimal 20 tahun, atau pidana mati. 

Praktik Culas Pertalite-Pertamax

Sebelumnya Kejaksaan Agung RI menangkap bos PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkapkan peran dari Riva Siahaan yang membuat Dirut PT Pertamina Patra Niaga itu menjadi tersangka.

Abdul Qohar mengatakan, Riva Siahaan bersama dengan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, SDS, dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, AP, bersama-sama memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan dengan cara melawan hukum.

"Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum," kata Abdul Qohar dalam keterangan persnya, Senin (24/2/2025) malam.

Baca juga: PELUANG Ahok Diperiksa Kejagung Megakorupsi Pertamina, Ini Tugas dan Wewenangnya Dulu Sebagai Komut

Tak hanya itu, Riva Siahaan juga berperan melakukan pembelian produk Pertamax, tapi sebenarnya ia hanya membeli produk Pertalite yang harganya lebih rendah.

Kemudian produk Pertalite ini di-blending atau dioplos untuk dijadikan produk Pertamax.

Abdul Qohar pun menegaskan perbuatan Riva Siahaan ini tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92)" jelas Qohar.

"Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah" imbuhnya. 

"Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada," terang Abdul Qohar.

Namun demikian setelah penangkapan tersebut, Pertamina membantah telah mengoplos BBM yang disampaikan melalui dalam rapat dengan komisi XII DPR.

Di hadapan DPR, PT Pertamina Patra Niaga mengakui adanya proses penambahan zat aditif pada BBM jenis Pertamax sebelum didistribusikan ke SPBU, Rabu (26/2/2025) namun hal itu berbeda dengan mengoplos. 

“Di Patra Niaga, kita terima di terminal itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak ada proses perubahan RON. Tetapi yang ada untuk Pertamax, kita tambahan aditif" ujar Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra.

"Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna,” sambungnya. 

Baca juga: DAFTAR HARGA BBM Shell, BP, Vivo RON 90 dan 92 Mulai 13.200, Nasib Pertamina Usai Pertamax Dioplos

Ega menekankan proses injeksi tersebut adalah proses umum dalam industri minyak. Tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas produk.  

“Meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih best fuel, artinya belum ada aditif,” ucap Ega. 

Namun, Ega memastikan penambahan zat aditif yang dilakukan, bukan berarti terjadi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite.

“Ketika kita menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut,” kata Ega. 

“Jadi best fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefitnya, penambahan benefit untuk performance dari produk-produk ini,” sambungnya. 

Selain itu, lanjut Ega, setiap produk yang diterima Pertamina telah melalui uji laboratorium guna memastikan kualitas BBM tetap terjaga hingga ke SPBU. 

“Setelah kita terima di terminal, kami juga melakukan rutin pengujian kualitas produk. Nah, itu pun kita terus jaga sampai ke SPBU,” ungkap Ega.

Lokasi Pengoplosan Terbongkar

Di lain pihak, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap lokasi pengoplosan Pertamax.

Pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan mencampur minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).

MKAR merupakan anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yang rumah dan kantornya sempat digeledah oleh Kejagung.

Melansir Kompas.com grup suryamalang (27/5/2025), pengoplosan Pertamax terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka Gading Ramadhan Joedo.

Baca juga: RINCIAN Dana Korupsi Kasus Pertamina Tembus Rp 968,5 Triliun Dalam 5 Tahun, Subsidi Rp 21 Triliun

Hal ini terungkap saat Kejagung menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90.

Itu dilakukan untuk menghasilkan RON 92 (Pertamax) yang kemudian dijual dengan harga RON 92.

Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved