Kisah Pilu Kematian Bayi 4 Bulan di Rumah Sakit, Pasutri Surabaya Cari Keadilan Hingga Polda Jatim

Bayi mereka diduga meninggal dunia tak wajar usai menjalani perawatan medis di sebuah rumah sakit kawasan Wonokromo, Surabaya, pada November 2024

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Tim Redaksi Tribun Jatim Network
PILU PASUTRI - Karnoto (38) saat ditemui di kediamannya, kawasan Jalan Banyu Urip Wetan Tengah, Banyu Urip, Sawahan, Surabaya, pada Rabu (16/4/2025). Mereka hendak mengadu ke Mapolda Jatim, karena menganggap kematian anak bungsunya; Bayi ALA berusia empat bulan, terjadi secara tak wajar usai menjalani perawatan medis di sebuah RS Kawasan Wonokromo, Surabaya, pada November 2024 silam. 

Irawati mengingat saat terkahir di IGD rumah sakit kala itu, ada obat cair yang baru diambil suaminya dari apotek disuntikkan melalui saluran obat infus yang telah disediakan sebelumnya.

Tapi ternyata, takdir berkata lain. Irnawati menyebutkan, sang anak Bayi ALA dinyatakan meninggal dunia, sekitar pukul 18.05 WIB. 

"Suami saya datang. Lalu disuntikkan pakai obat tadi (yang dibawa suami). Obat itu dari apotek, dalam wadah botol plastik, dikasihkan disuntik, langsung gak ada jeda. Terus ambil lagi (obat) di IGD. Botol kecil, kayak pitek. Itu dr LA. Ambil sendiri di IGD. Sudah punya simpanan sendiri, tanpa sepengetahuan pihak apotek. Botol kecil kaca. Disuntik di tempat infus tadi," katanya. 

"Selepas disuntikkan tadi, botol bekas itu ditaruh di sampah, tapi yang ambil di apotek tadi itu ditaruh di meja, saya sempat pegang. Tapi enggak boleh difoto," tambahnya. 


Bak 'disambar petir siang bolong', Irnawati tak kuasa menerima kenyataan tersebut, tangisnya pecah, begitu juga dengan sang suami yang tak kalah kalapnya berkalang kesedihan.

Belum juga memperoleh penjelasan mengenai penyebab kematian sang anak. Irnawati malah dibuat makin nelangsa setelah melihat kondisi jenazah sang anak yang mengeluarkan darah dari hidung dan cairan berbusa dari mulutnya, selamat dimandikan di kamar mayat RS tersebut. 

"Saya cek jenazah, masih keluar darah. Saat digulingkan, dan digosok punggungnya, saat dipakaikan sabun atau disiram pakai air, otomatis dimiringikan, digulingkan, kok bisa bisanya keluar darah dari hidung banyak sekali," katanya. 

Irnawati terus menerus menanyakan kondisi yang terjadi pada tubuh anaknya kepada pihak dokter RS tersebut. 

Jawaban yang disampaikan pihak dokter RS tersebut, ternyata menyebut bahwa meninggalnya sang anak karena kekenyangan makanan padat.

Padahal, menurut Irnawati, dirinya tidak pernah memberikan makanan padat dalam bentuk apapun kepada sang anak. 

Selama empat bulan masa hidup sang anak, ia selalu memberikan asupan makanan sang anak berupa ASI dan pelengkapnya yakni susu formula. 

"Jam 01.00, tanggal 30-11-2025, jenazah bisa dibawa ke rumah. Jam 09.00 dimakamkan. Saya jalan kaki bawa jenazah, saya lihat darah keluar terus dari kafannya. Banyak sampai koploh. Basah. Netes terus," jelas karnoto tentang proses pemakman putranya. 

"Saya bukan kafan, saya enggak tega lihat anah saya. Talinya saya buka, saya azankan, tapi saya lihat jenazah anak saya gak tega, keluar darah semua. Langsung dilapisi papan tadi, dan diuruk," tambah Karnoto.

Nah, semenjak peristiwa tersebut, Irnawati dan Karnoto bertekad mencari keadilan atas kematian sang anak yang dianggapnya tak wajar seusai menjalani perawatan medis di RS tersebut. 

Berbagai cara ia tempuh, mulai dari meminta bantuan lembaga bantuan hukum di Kota Surabaya, untuk memperoleh perhatian dari pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah setempat.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved