Dalam kasus dua WP, selama periode Januari hingga Desember 2020, belum diketahui nilai kerugiannya.
Di saat yang bersamaan, laju pertumbuhan pembangunan Kota Batu mendesak kebutuhan air yang juga tinggi oleh kelompok usaha.
“Baik di sektor jasa, wisata maupun akomodatif dalam mengoperasikan usahanya. Implikasi praktis dari corak pembangunan ini adalah kebutuhan warga atas air semakin kecil. Secara bersamaan pemerintah tampak dilema untuk menindak sejumlah dugaan pelanggaran oleh pihak pengusaha yang memanfaatkan air tanah secara sewenang-wenang, tanpa izin dan abai terhadap kewajiban pajaknya,” ungkapnya.
MCW menilai, kondisi buruknya pengendalian internal dalam tata kelola sumberdaya air berimplikasi balik ke Pemkot Batu yang dinilai tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
Meminimalisir Potensi Konflik Sosial
Di tempat terpisah, aktivis peduli lingkungan dari Nawak Alam, Aris, mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan tidak bisa dilihat dalam jangka pendek.
Perhitungan kerusakan alam harus dipertimbangkan dalam jangka panjang.
Hal itu dikatakan Aris mengomentari banyaknya sumber mata air yang tidak terlindungi oleh pemerintah di Kota Batu.
“Di Kota Batu, banyak sumber mata air yang berada di lahan milik warga. Hanya tidak ada data konkrit berapa jumlahnya. Kerusakan lingkungan tidak bisa dilihat satu atau dua tahun ke depan. Ketika negara mampu melindungi sumber mata air, secara otomatis, pihak manapun akan susah untuk mengklaim. Harapan kami, Pemkot Batu melakukan apa yang seperti di Sumber Umbul Gemulo terhadap sumber yang lain,” jelasnya.
Pemkot Batu membeli lahan yang berada di sekitar Sumber Umbul Gemulo. Langkah itu diapresiasi oleh Aris yang disebutnya dapat melindungi kelestarian sumber.
“Contoh seperti Sumber Gemulo, sudah dipastikan milik negara karena status tanah di sana bukan milik perseorangan. Tetapi juga tidak sedikit pula, ada sumber di tanah milik warga. Kami mendorong pemerintah daerah bisa memunculkan satu regulasi yang nantinya mampu melindungi sumber mata air di tanah perseorangan agar ke depannya bisa diakses oleh kepentingan masyarakat,” paparnya.
Menurut Aris, air untuk kepentingan masyarakat. Jikalaupun digunakan untuk kepentingan bisnis, maka harus sesuai regulasi yang berlaku.
Baginya, bukan siapa yang memiliki lahan, idealnya, masyarakat bisa mengakses air untuk kebutuhan hidup layaknya.
“Jika untuk kepentingan bisnis, selagi itu masih mengikuti aturan, sehingga tidak sampai berlebihan. Perlu dikaji juga bagaimana dampak terhadap masyarakat dengan adanya kebutuhan bisnis itu,” terangnya.
Nawak Alam mendesak agar Pemkot Batu mendata dan menginventarisir jumlah sumber mata air di Kota Batu secara berkala, baik dalam kawasan perorangan, swasta, di lahan terbuka atau milik pemerintah.