Gebrakan Petani Milenial Malang Raya

Destinasi Wisata Pertanian Milenial Kota Malang, Amati Tanaman sampai Panen

Kebun di sawah itu ramai kunjungan mulai dari siswa PAUD dan TK, siswa SD, mahasiswa, maupun pensiunan yang mengikuti pelatihan privat.

Editor: Zainuddin
DOK./P4S Bumi Malang Lestari
PETIK SAYUR - Wisatawan memetika sayur organis di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Bumi Malang Lestari. Kebun yang berada di Kelurahan Cemorokandang, Kota Malang ini tidak hanya memproduksi sayur organik, tetapi juga menjadi ruang edukasi dan wisata. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Hiruk pikuk kota sering membuat warga kehilangan ruang untuk sekadar menghela napas lega. Di tengah rutinitas yang padat, ada kebun hijau di Kelurahan Cemorokandang, Kota Malang yang memproduksi sayur organik serta menjadi ruang edukasi dan wisata.

Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Bumi Malang Lestari berdiri sejak 2020. Pengelola P4S Bumi Malang Lestari, Diyah Rahmawati Wicaksananingtyas menyadari masyarakat perkotaan semakin butuh ruang 'ijo-ijo' pasca pandemi.

"Kota identik dengan orang sibuk kerja dan jalan-jalan ke mal. Tapi setelah pandemi Covid-19, orang menjadi aware dengan kesehatan. Dari situ kami melihat kebun juga bisa menjadi wisata," tutur Diyah kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (26/9).

Kebun yang berada di tengah hamparan sawah itu ramai kunjungan mulai dari siswa PAUD dan TK, siswa SD, mahasiswa, maupun pensiunan yang mengikuti pelatihan privat.

"Kami menerima kunjungan, permagangan, dan juga pelatihan insidental. Semua bisa belajar langsung tentang pertanian organik," tambahnya.

Tercatat lebih dari 100 orang datang berkunjung dalam sebulan terakhir. Bahkan beberapa pengunjung kembali untuk belajar lebih dalam.

Diyah yakin pertanian organik bukan hanya soal produksi, tetapi juga tentang keadilan dan keberlanjutan. Di tengah kota yang padat, kebun kecil ini bisa menjadi literasi hijau.

Kebun ini benar-benar terbuka. Para pengunjung bisa menyaksikan proses budidaya dari awal sampai panen. Ada sekitar 30 jenis sayur organik yang ditanam, sekaligus bisa dibeli langsung oleh pengunjung tanpa perlu membayar tiket masuk.

"Minimal mereka healing bersama keluarga, dan pulangnya bawa sayur sehat. Jadi sistemnya pemberdayaan, dan alhamdulillah ada 17 orang yang terlibat," kata Diyah.

Kebun ini juga menyuarakan pentingnya gaya hidup sehat. Tren pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayuran menjadi semakin relevan.

"Intinya, ini upaya kami mendekatkan pertanian organik kepada masyarakat. Bertani tidak harus identik dengan desa, di kota pun bisa," ujarnya.

Urban Farming

Konsep bercocok tanam di perkotaan (urban farming) bukan lagi menjadi tren semata, melainkan menjadi wujud ketahanan pangan bahkan menjadi suatu identitas atau ciri khas pada daerah tersebut. Berawal dari penanaman berbagai jenis sayuran dan jahe merah lewat konsep urban farming, Perumahan LPK 1 dikenal sebagai Kampung Jahe Merah.

Selain dalam bentuk tanaman, berbagai produk olahan berbahan dasar jahe merah juga turut diproduksi di perumahan yang berlokasi di Kelurahan Mulyorejo, Kota Malang ini.

Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Mulyo 1, Hernanik Sulistyowati menuturkan program ini digagas oleh Tim Penggerak PKK Kota Malang bersama Bank Indonesia (BI) terkait implementasi urban farming pada tahun 2019 lalu. Lewat program itu, Perumahan LPK 1 mendapat berbagai macam bibit sayuran untuk dilombakan.

"Setelah kami masuk 15 besar, ada perusahaan jamu yang tertarik dan kami diberi bibit jahe merah sebanyak 2,5 kilogram (Kg). Setelah kami tanam, ternyata jahe merahnya dapat tumbuh dengan baik, dan kami menyabet juara dua urban farming se-Kota Malang dan juara tiga mewakili Jawa Timur (Jatim) dalam lomba yang digagas oleh perusahaan jamu tersebut," kata Hernanik, Minggu (28/9).

Jahe merah itu ditanam di lahan urban farming seluas 250 meter persegi. Dengan masa panen 10 bulan sekali, warga bisa menghasilkan jahe merah berkualitas baik sampai belasan Kg.

"Karena masa panennya lama dan lahannya juga butuh perawatan, awalnya kami hanya menjual bibit jahe merah usia antara satu dan dua bulan yang saat itu seharga Rp 15.000. Namun kini kami olah sendiri, sebagian jadi produk olahan dan sebagian lagi ditanam sebagai bibit," terang wanita yang akrab disapa Nanik tersebut.

Produk olahannya itu berupa bubuk jahe instan dan manisan jahe bermerek Camilan Sehat (Cames). Produk tersebut dikemas dalam berbagai ukuran dan dijual lewat online.

"Harga dua produk itu sama. Produk kemasan 1 Kg harganya Rp 100.000, tetapi kami juga menyediakan ukuran kemasan lain mulai seperempat hingga setengah Kg. Produk yang paling laris adalah bubuk jahe instan," bebernya.

Jahe merah memiliki banyak keunggulan dibandingkan jahe biasa. Jahe merah terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh, lebih hangat, dam sebagai pereda batuk alami.

"Ketika pandemi Covid-19, permintaan bubuk jahe merah instan melonjak drastis. Saat itu kami mampu memproduksi sebanyak 17,5 Kg bubuk jahe instan dalam sehari," urainya.

Nanik menuturkan panen terakhir pada tahun ini pada Mei lalu dengan menghasilkan 12,5 Kg jahe merah. Saat ini terdapat 100 tanaman jahe merah yang menunggu waktu panen.

"Sebenarnya tidak terlalu sulit menghasilkan jahe merah berkualitas. Yang penting media tanam disiapkan seperti tanah katel, sekam, dan pupuk. Untuk perawatannya, kalau ada rumput gulma dicabut dan tanaman jahe ini tidak boleh terlalu banyak air, semisal disiram hari itu maka dua atau tiga hari kemudian baru disiram lagi," imbuhnya.(Benni Indo/Kukuh Kurniawan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved