Iran Tembak Jatuh "Drone" Milik Amerika Serikat, Panjangnya 35,4 Meter dan Bisa Terbang 24 Jam
Iran Tembak Jatuh "Drone" Milik Amerika Serikat, Panjangnya 35,4 Meter dan Bisa Terbang 24 Jam
Penulis: Alif Nur Fitri Pratiwi | Editor: Adrianus Adhi
Trump telah berulang kali menyampaikan pihaknya tidak mendukung terjadinya perang dengan Iran kecuali jika untuk menghentikan negara itu dari mendapatkan senjata nuklir.
Sebelum ditembak jatuhnya droni ini, ada pengaluan dari militer AS yang mengatakan bahwa Iran telah menembakkan misil ke arah sebuah drone.
Kejadian tersebut berlangsung dua pekan sebelum kejadian penembakan drone terbaru terjadi.
Penembakan misil tersebut merespon serangan dua kapal tanker di Teluk Oman.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pihak Amerika Serikat menuding Iran sebagai dalang dalam serangan kedua tanker tersebut.
Sementara itu, Teheran membantah keterlibatannya dalam insiden tersebut.
Keadaan yang semakin memanas antara Iran dan Amerika Serikat dipicu keputusan Presiden Donald Trump yang menyatakan menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran setahun lalu.
Hubungan dua negara tersebut memanas setelah Presiden Donald Trump mengumumkan menarik diri dari perjanjian era Presiden Barack Obama pada Mei tahun lalu.
• Kepala Sekolah di Jember Kepalanya Dihantam Pakai Palu Oleh Guru, Dipicu Sakit Hati Karena Dana BOS
• Penelusuran Identitas Siswi SMP yang Ciuman Bibir Sambil Bergoyang Gara-gara Mabuk Menghirup Lem
• Terbelit Utang, Pria Ini Dorong Istrinya yang Hamil ke Jurang Sedalam 34 Meter

Donald Trump kemudian mengumumkan memasukkan Garda Revolusi yang merupakan pasukan elite Iran ke dalam daftar teroris, dan menyalahkan mereka atas insiden di Teluk Oman.
Penerapan kembali berbagai sanksi terhadap Iran amat memukul perekonomian Iran yang sudah terpuruk.
Selain itu, Washington juga memperkuat kehadiran militernya di Timur Tengah sebagai bentuk "tekanan maksimal" terhadap Teheran.
Pengerahan sebuah gugus tugas yang diperkuat kapal induk dan pesawat pengebom B-52 ke kawasan Teluk memicu kekhawatiran munculnya konflik baru di wilayah itu.
Meskipun Presiden Donald Trump mengaku tidak ingin ada perang antara Amerika Serikat dan Iran namun, beberapa tindakannya justru dikrtitik.
Beberapa kritikan mengatakan bahwa kebijakannya yang menjatuhkan tekanan maksimum melalui sanksi ekonomi, pengabaian kesepakatan nuklir, pengerahan pasukan ke Timur Tengah, telah membuat risiko terjadinya perang semakin besar.