TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
Isi Lengkap Surat Pengajuan Autopsi Ayah 2 Aremanita Korban Tragedi Kanjuruhan, Harap Kapolri Restui
Ini isi surat pernyataan Devi Athok meminta autopsi jenazah dua putrinya, Natasya Debi Ramadhani (16), dan Nayla Debi Anggraeni (13) korban Kanjuruhan
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmanto mengaku tidak tahu jika ada pengajuan autopsi korban Tragedi Kanjuruhan yang baru.
Saat diwawancarai ketika berkunjung ke rumah duka korban meninggal ke 135 Tragedi Kanjuruhan, Farzah Dwi Kurniawan Jhovhanda di Lowokwaru Malang, Rabu (26/10/2022), Toni Harmanto mengatakan baru tahu informasi itu ketika dikonfirmasi SURYAMALANG.COM.
Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan baru mendengar adanya pengajuan baru rencana ekshumasi atau autopsi korban tragedi Kanjuruhan saat mendapat pertanyaan dari SURYAMALANG.COM.
Toni Harmanto menyatakan hanya mengetahui rencana autopsi pada pengajuan terdahulu yang batal.
Ia menyebut, yang ia tahu ada rencana autopsi dua jenazah Aremania tapi akhirnya kesediaan autopsinya dicabut dan akhirnya batal.
"Saya sempat dikonfirmasi (TGIPF) terkait rencana autopsi yang dua Aremania akan diautopsi tapi lalu kemudian diputuskan mereka menolak kembali," ujar Toni di sela kunjungannya ke kota Malang, Rabu (26/10/2022).
Setelah pembatalan rencana autopsi keluarga Devi Athok saat itu, Toni mengaku tidak tahu jika ada pengajuan autopsi korban Tragedi Kanjuruhan lagi.
"Saya baru mendengar lagi kalau ada pengajuan autopsi (korban tragedi Kanjuruhan) yang lain," jawabnya saat ditanya rencana autopsi korban Tragedi Kanjuruhan yang baru diajukan kembali.
Tapi Kapolda yang juga pernah menjabat sebagai Wakapolda Jatim itu menyatakan pihaknya akan memfasilitasi jika ada keluarga korban yang bersedia mengizinkan autopsi.
"Kalau memang ada kesediaan, ini artinya kan akan memperjelas kembali, autopsi ini kan untuk memperjelas penyebab kematian," tambahnya.
Rekomendasi TGIPF dan Komnas HAM
Seperti diketahui, pihak Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Komnas HAM telah melakukan pendekatan pada keluarga Devi Athok.
Lewat pendekatan, dukungan dan penjelasan tentang manfaat dan proses autopsi, TGIPF dan Komnas HAM berharap keluarga Devi Athok kembali bersedia memberikan izin autopsi.
TGIPF mengatakan memberi rekomendasi pada Polda Jatim untuk memfasilitasi autopsi korban tragedi Kanjuruhan.
Anggota TGIPF, Irjen Pol Armed Wijaya menegaskan dilakukannya autopsi sejatinya dapat meredam kericuhan dan menjawab dugaan penyebab kematian korban Tragedi Stadion Kanjuruhan.
"Bagi TGIPF autopsi sangat penting sekali, karena isu di luar korban meninggal disebabkan gas air mata."
"Nah inilah yang perlu dibuktikan. Pertama penting untuk meredam isu gas air mata yang berkembang. Juga penting untuk penyidikan," tandasnya.
Sementara itu, Armed telah memberikan pengarahan kepada Polda Jawa Timur agar memberikan pengertian humanis tentang autopsi kepada keluarga korban.
"Salah satu rekomendasi TGIPF kepada Polda adalah untuk memberikan pengertian kepada keluarga korban (dilakukan autopsi) itu lebih baik. Untuk persepakbolaan dan penyidikan," katanya.
Demikian juga Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam juga berharap ada komunikasi yang baik dari pihak kepolisian, mengingat Devi Athok pada prinsipnya masih berharap jenazah kedua putrinya diautopsi.
"Karena sekali lagi bagi dia (Devi Athok), dia ingin tahu penyebab kematian dari dua putrinya dan dia ingin keadilan. Pada dasarnya itu," kata Anam dalam chanel Youtube Humas Komnas HAM.
Anam menegaskan, kejadian keluarga Aremania korban Tragedi Kanjuruhan yang mencabut kesediaan autopsi ini harus menjadi refleksi bagi semua pihak.
Sudah seharusnya semua pihak membuat korban atau keluarga korban Tragedi Kanjuruhan merasa aman dan nyaman di tengah trauman yang mereka alami.
"Ayo kita semua berkomunikasi dengan, baik antar semua pihak agar korban yang sudah berkomitmen terhadap pencarian keadilan itu merasa nyaman dan dia yakin akan prosesnya. Ini pembelajaran penting bagi kita semua," pesan Anam.
Untuk diketahui, Anggota TGIPF, Irjen Pol Armed Wijaya telah mengingatkan bahwa autopsi sudah tidak bisa lagi dilakukan jika kasus sudah mencapai tahap P21.
"Tentu ada batas waktu sampai pada penyerahan berkas ke penuntut umum atau P21. Nah kalau sudah sampai di situ berarti sudah tidak bisa (otopsi)," kata Armed.
>>> ikuti updatenya di Google News SURYAMALANG.COM