Berita Batu Hari Ini

Advokat Pemerhati Lingkungan Pertanyakan Syarat Tanam 10 Ribu Bibit Pinus oleh Perhutani KPH Malang

Advokat pemerhati lingkungan, Muhnur Satyahaprabu mempertanyakan dasar hukum penetapan syarat menanam 10 ribu bibit pinus kepada warga penebang pohon

Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Rudiyanto (kiri) dan Wijayadi, dua orang warga Dusun Brau kota Batu yang sedang berhadapan dengan hukum untuk kasus penebangan pohon setelah kesepakatan damai yang dibuat bersama Perhutani batal. 

SURYAMALANG.COM, BATU - Isu tentang syarat menanam 10 ribu bibit pinus di balik kesepakatan penyelesaian secara kekeluargaan kasus penebangan pohon milik Perhutani oleh 4 warga kota Batu kini benar-benar jadi sorotan.

Seperti diberitakan sebelumnya, isu syarat menanam 10 ribu bibit pinus yang mengemuka inilah yang disebut oleh pihak Perhutani sebagai salah satu alasan mereka untuk membatalkan secara sepihak upaya Restorasi Justice.

Terkait hal ini, Advokat pemerhati lingkungan, Muhnur Satyahaprabu mempertanyakan dasar hukum ditetapkannya syarat menanam 10 ribu bibit pinus kepada empat warga yang menebang pohon Suren di lahan milik Perhutani KPH Malang.

Baca juga: Kronologis 4 Warga Kota Batu Terjerat Kasus Tebang Pohon Perhutani, Syarat Damai 10 Ribu Bibit Pinus

Menurutnya persyaratan tersebut jauh dari rasa keadilan. 

Jika dilihat dari tindakan menebang pohon Suren, maka yang seharusnya dirugikan adalah lingkungan.

Pasalnya, pohon Suren tersebut tumbuh liar, bukan merupakan pohon produksi milik Perhutani.

Muhnur menyebut pohon produksi milik Perhutani KPH Malang disebutnya yakni Pinus. Maka Perhutani akan dirugikan jika yang ditebang adalah Pinus.

"Kalau dokumen perdamaian itu dianggap bagian dari RJ, apa dasar hukumnya 10 ribu bibit pinus? Maka sejatinya penghukuman yang proporsional itu menjadi berlaku."

"Kalau dilihat tindakan pelaku yang menebang pohon Suren, pohon dalam kategori liar, pohon itu bukan produksi Perhutani," terangnya.

Jadi perlu juga ditinjau jumlah dan dampak dari kegiatan itu.

Menurut Muhnur, syarat 10 ribu bibit pinus tidak ada dasarnya dan cenderung memberatkan warga.

Pada akhirnya, hak lingkungan pun tidak terpenuhi.

"Kalau harus mengganti tanaman Pinus, itu kan tanaman produksi, bukan rehabilitasi. Tidak ada yang namanya rehabilitasi Pinus, tidak ada. Apakah Perhutani atau lingkungan yang dirugikan? "

"Menurut saya Perhutani tidak dirugikan karena yang dipotong bukan Pinus. Yang dirugikan murni lingkungan. Kalau seperti itu, maka tidak tepat kalau jenis penggantinya Pinus, apalagi jumlahnya 10 ribu bibit," paparnya.

Tidak mudah untuk menanam 10 ribu bibit. Perlu perencanaan yang panjang karena memperhatikan kondisi lahan.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved