TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA

Pasal Pembunuhan Berencana dalam Tragedi Kanjuruhan yang Diabaikan Aparat

#AREMANIA - Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana seharusnya diterapkan dalam perkara Tragedi Kanjuruhan.

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Yuli A
kukuh kurniawan
PEMBUNUHAN BERENCANA - Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), Imam Hidayat (tengah) saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (16/1/2023). 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) menolak persidangan Tragedi Kanjuruhan.

Sebagai informasi, sidang Tragedi Kanjuruhan beragendakan pembacaan dakwaan yang diikuti oleh lima terdakwa, berlangsung pada Senin (16/1/2023) ini di PN Surabaya.

Ketua TATAK, Imam Hidayat mengatakan, ada tiga alasan mengapa pihaknya menolak persidangan tersebut.

"Sebenarnya, Polrestabes Surabaya sudah menghubungi kita dan menanyakan apakah kami hadir dalam persidangan, karena kalau misalkan hadir akan dikoordinasikan untuk keamanan. Dan saya sampaikan ke mereka, bahwa kami tidak hadir,"

"Ada beberapa hal yang kemudian kami menolak persidangan laporan model A di PN Surabaya itu. Yang pertama, kami sejak awal sudah sepakat menolak penerapan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP, dan yang kami inginkan adalah Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana," bebernya kepada TribunJatim.com, Senin (16/1/2023).

Lalu alasan kedua, para pihak yang dijadikan terdakwa bukanlah aktor intelektual dari peristiwa Tragedi Kanjuruhan.

"Pihak yang dijadikan terdakwa masih tingkat middle. Sementara aktor intelektualnya seperti dari PSSI,
PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia, maupun eksekutor di lapangan yang menembakkan gas air mata ke arah Tribun 12 dan 13 belum tersentuh," tambahnya.

Lalu alasan ketiga, persidangan Tragedi Kanjuruhan seharusnya berlangsung secara terbuka.

"Tapi dalam persidangan ini, dilakukan dengan pola terbuka terbatas, artinya hanya pihak-pihak yang dikehendaki baru diperbolehkan untuk menghadiri persidangan. Kalau hal itu dilakukan dengan alasan keamanan, saya kira itu alasan yang tidak bisa diterima. Karena polisi itu adalah alat negara dan memiliki alat pengendalian massa, seharusnya polisi pun bisa," terangnya.

Pihaknya baru akan hadir dalam persidangan, ketika kliennya yaitu Devi Athok dipanggil sebagai saksi.

"Pada prinsinya menolak. Tetapi apabila Devi Athok dipanggil sebagai saksi, maka kami akan mendampingi dan menghadiri persidangan tersebut," tandasnya.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved