Berita Surabaya Hari Ini

Tukang Becak Bobol Uang Nasabah BCA Rp 320 Juta, OJK dan BI Wajib Investigasi

Uang senilai Rp 320 juta milik nasabah Bank Central Asia (BCA) asal Surabaya, Muin Zachry, hilang dibobol oleh orang yang baru dikenal.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM/Canva/Shutterstock via Tribunnews
ILUSTRASI 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Uang senilai Rp 320 juta milik nasabah Bank Central Asia (BCA) asal Surabaya, Muin Zachry, hilang dibobol oleh orang yang baru dikenal dalam waktu kurang dari sebulan.

Pelakunya bernama Thoha. Tindak kejahatan ini disempurnakan Setu, seorang tukang becak yang biasa mangkal di depan Pusat Grosir Surabaya (PGS).

Thoha dan Setu kini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya. Korban berharap dari proses peradilan ini seluruh uangnya bisa kembali.

Akan tetapi, baru-baru ini hatinya hancur usai mendapat kabar bahwa BCA tidak akan mengganti kerugian nasabah dalam kasus pencurian tersebut.

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, berdalih, pencurian ini akibat nasabah lalai menjaga data pribadi.

Kini, banyak pihak yang menyoroti. Salah satunya Johan Avie, seorang praktisi hukum di bidang fintech.

Dalam kasus ini, Johan menilai OJK dan Bank Indonesia (BI) seharusnya melakukan penyelidikan. Terutama, investigasi ke Bank BCA apakah menerapkan prinsip kehatian-hatian dalam melayani nasabah ketika melakukan transaksi manual di teller.

Di dunia perbankan aturan ini dikenal dengan prinsip Know Your Customer (KYC) dan kewajiban Customer Due Diligence (CDD). 

“Tujuan penerapan KYC dan CDD adalah untuk mengantisipasi risiko kerugian yang dapat timbul atas transaksi yang dilakukan melalui usaha perbankan. Jadi hal ini adalah bagian dari manajemen risiko perbankan juga, sebagaimana diatur di dalam Peraturan OJK No. 18/POJK.03/2016,” ujar Johan Avie.

Menurut Johan, penerapan KYC dan CDD  tidak sesederhana bank hanya sekedar memeriksa KTP, PIN ATM, dan buku rekening saja.

Setidaknya, bank wajib melakukan interview pada orang yang mengaku dirinya sebagai nasabah.
Apalagi jika nasabah menarik uang dalam jumlah besar.

 “KYC dan CDD itu bukan cuma lihat foto di KTP, terus lihat wajah orang yang menghadap, oh ini sama. Tidak sesederhana itu. Apalagi hanya karena tahu PIN ATM, atau bawa buku rekening. Bank juga wajib melakukan interview terhadap penghadap. Kan bisa ditanyakan tanggal berapa lahirnya, siapa nama bapak ibunya, terus nomor teleponnya berapa, dan lain sebagainya. CDD itu proses verifikasinya harus rigid.” jelasnya.

Berdasarkan hal itu, Johan menilai OJK dan BI harus melakukan investigasi penerapan KYC dan CDD di BCA pada saat rekening Muin dibobol tukang becak.

“Untuk dapat melihat sejauh mana sebuah Bank bertanggungjawab atas kerugian nasabah di dalam peristiwa yang seperti ini, ya perlu untuk dipastikan apakah Bank tersebut menerapkan KYC dan CDD atau tidak. Makanya peran OJK dan Bank Indonesia menjadi penting untuk melakukan audit investigasi terhadap penerapan KYC dan CDD pada hari H peristiwa.” pungkas Johan Avie.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved