Berita Blitar Hari Ini
Berkah Jelang Ramadan Perajin Bedug dan Rebana di Kota Blitar, Pesanan Naik 40 Persen
Usaha kerajinan bedug dan rebana milik Suparno (52), warga Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ikut mendapat berkah jelang Ramadan
Penulis: Samsul Hadi | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM I BLITAR - Usaha kerajinan bedug dan rebana milik Suparno (52), warga Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ikut mendapat berkah menjelang Ramadan.
Pesanan bedug dan rebana di tempat Suparno meningkat sekitar 40 persen jika dibandingkan kondisi normal.
"Produksi bedug dan rebana selalu meningkat tiap mendekati Ramadan, karena pesanan juga meningkat," kata Suparno di rumahnya, Jumat (17/3/2023).
Suparno menggunakan ruang bagian belakang rumahnya untuk produksi bedug dan rebana. Tak hanya bedug dan rebana, bapak satu anak itu juga memproduksi kerajinan kendang jimbe.
Suparno dibantu lima pekerja untuk memproduksi bedug dan rebana. Masing-masing pekerja sudah mendapat bagian sendiri-sendiri.
Satu pekerja terlihat sedang mengukir bedug yang sudah hampir jadi. Pekerja lainnya menyelesaikan pemasangan kulit pada rebana. Lalu, dua pekerja lainnya sedang mengukir kendang jimbe.
"Awalnya saya produksi rebana, lalu berkembang ke bedug. Ketika lingkungan di sini ramai buat kendang jimbe, saya juga ikut buat," ujar pria yang sudah hampir 15 tahun menekuni usaha kerajinan rebana dan bedug itu.
Kelurahan Sentul yang menjadi tempat tinggal Suparno memang terkenal sebagai sentral perajin kendang jimbe di Kota Blitar.
Hampir seluruh warga di lingkungan tempat tinggal Suparno membuat kendang jimbe untuk diekspor ke China.
Namun, usaha kendang jimbe di Kelurahan Sentul banyak yang gulung tikar sejak terjadi pandemi Covid-19.
Benyak perajin yang berhenti produksi dan beralih ke pekerjaan lain ketika ekspor kendang jimbe ke China disetop sejak awal terjadi pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.
"Sejak terjadi pandemi, banyak perajin kendang yang gulung tikar. Banyak perajin yang beralih ke profesi lain," katanya.
Sedang Suparno, memilih kembali menekuni produksi bedug dan rebana ketika produksi kendang jimbe berhenti karena pandemi Covid-19.
Meski sebenarnya, Suparno juga tetap menerima pesanan rebana dan bedug ketika produksi kendang jimbe masih lancar.
Dulu, sebelum terjadi pandemi, Suparno lebih banyak memproduksi kendang jimbe ketimbang memproduksi rebana dan bedug.
Sekarang justru terbalik, produksi rebana dan bedug ganti lebih banyak ketimbang produksi kendang jimbe.
"Saya juga masih tetap produksi kendang jimbe, tapi hanya untuk pasar lokal saja. Sekarang yang lebih banyak produksi bedug dan rebana," ujarnya.
Produksi rebana dan bedug justru menyelamatkan Suparno dari kebangkrutan ketika produksi kendang jimbe berhenti akibat pandemi Covid-19.
Secara berlahan, pesanan rebana dan bedug di tempat Suparno kembali ramai lagi. Terlebih saat momen menjelang Ramadan, pesanan rebana dan bedug di tempat Suparno ikut meningkat.
"Kalau momen menjelang Ramadan seperti saat ini, pesanan rebana dan bedug meningkat sekitar 40 persen. Pesanan paling banyak tetap rebana. Kalau bedug, sebulan ada dua pesanan itu sudah bagus. Karena kondisi normal, tiap bulan hanya satu pesanan," ujarnya.
Biasanya, dua bulan sebelum Ramadan, Suparno sudah menyetok produksi rebana dan bedug. Para karyawannya harus kerja lembur untuk memproduksi stok rebana dan bedug.
"Menjelang puasa, biasanya para karyawan lembur produksi untuk stok rebana dan bedug. Saya tidak menambah karyawan, tapi waktu kerjanya yang saya tambah," katanya.
Suparno sengaja tidak menambah karyawan karena untuk memproduksi rebana dan bedug butuh tenaga khusus yang sudah menguasai supaya kualitas produksi tetap terjaga.
Untuk bahan pembuatan rebana dan bedug, Suparno menggunakan kayu mahoni dan kayu nangka.
Khusus untuk bedug, Suparno memilih menggunakan bahan kayu mahoni. Sedang kulit untuk bedug memakai kulit sapi.
Proses pembuatan bedug juga lebih lama. Produksi satu bedug, bisa memakan waktu sampai 20 hari.
Suparno memproduksi bedug polos dan bedug berukir. Untuk bedug berukir, harganya lebih mahalan dibandingkan bedug polos.
Satu bedug berukir berdiameter 65 centimeter lengkap dengan penyangga, kentongan, dan stik pemukul dijual dengan harga paling murah Rp 10 juta.
"Kalau bedug polos harganya di bawah Rp 10 juta. Ramadan ini, saya sudah dapat dua pesanan bedug," ujarnya.
Kalau untuk rebana, dijual mulai harga paling murah Rp 250.000 per biji sampai harga paling mahal Rp 375.000 per biji.
Dalam sebulan, ia bisa menjual 100 set rebana. Satu set rebana terdiri atas enam rebana, dua teplak, satu tam, satu darbuka, dan satu bas. Satu set rebana biasanya dijual dengan harga Rp 3,3 juta.
"Menjelang Ramadan ini, pesanan rebana juga meningkat. Pesanan paling banyak dari Tulungagung, Kediri, dan Malang," katanya. (sha)
| Jelang Nataru, Petugas Gabungan Cek Bus dan Tes Urine Awak Bus di Terminal Kesamben Blitar |
|
|---|
| Nyalakan Kompor untuk Produksi Tahu, Dapur Rumah Warga di Kecamatan Kepanjenkidul Blitar Terbakar |
|
|---|
| Bea Cukai Blitar Musnahkan Ratusan Ribu Rokok Ilegal dan Ratusan Liter Minuman Keras Ilegal |
|
|---|
| Polisi Tangkap Pelaku Tabrak Lari di Jalan Kenari Blitar, Korban Tewas Diseruduk Mobil Suzuki Swift |
|
|---|
| Capaian Pendapatan Retribusi Pasar Disperindag Kabupaten Blitar Masih Rendah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/perajin-bedug-Suparno-mengawasi-pekerjanya-yang-sedang-mengukir-bedug.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.