Berita Nganjuk Hari Ini

Dari Anjuk Ladang ke Nganjuk, Hidupkan Ritual Jawa Kuno Berdasarkan Catatan 1086 Tahun Silam

Upacara Manusuk Sima di Candi Lor, Nganjuk, merekonstruksi suasana Anjuk Ladang 1086 tahun silam berdasarkan catatan detail dalam prasasati.

Penulis: Achmad Amru Muiz | Editor: Yuli A
achmad amru muiz
JAWA KUNO - Prosesi Manusuk Sima di Candi Lor yang merepresentasikan Raja Sindok memberikan hadiah kepada para pu yang dinilai berjasa. Rerkonstruksi peristiwa 1086 tahun silam itu berdasarkan catatan yang detail dalam prasasti. 

SURYAMALANG.COM, NGANJUK - Pemkab Nganjuk bersama Komunitas Pecinta Sejarah Nganjuk (Kotasejuk) dan budayawan Nganjuk menggelar upacara Manusuk Sima di Candi Lor Nganjuk. Hal itu sebagai upaya untuk mengembalikan kembali ruh yang sesungguhnya dari lahirnya Kabupaten Nganjuk yang kini berusia 1086.

Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, mengatakan, Candi Lor sebagai peninggalan dari Pu Sindok menjadi cikal bakal Kabupaten Nganjuk.

"Dari situlah Hari Jadi Kabupaten Nganjuk yang sesungguhnya," kata Marhaen Djumadi, Senin (10/4/2023).

Menurut dia, peringatan Hari Jadi ke-1086 merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur Kabupaten Nganjuk. Mulai dari Mpu Sindok, Pu Anjuk Ladang hingga diteruskan pada Bupati pertama Nganjuk, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sosrokoesoemo dan sebagainya.

"Dari Manusuk Sima di Candi Lor ini bisa direfleksikan bagaimana sejarah berdirinya Kabupaten Nganjuk itu. Dari gambaran tersebut betapa beratnya perjuangan dari para leluhur hingga kini menjadi Kabupaten Nganjuk," ucap Marhaen Djumadi.

Sementara Humas Kotasejuk, Sukadi, menjelaskan, prosesi budaya Manusuk Sima yang dilaksanakan di Candi Lor tersebut merupakan upacara penetapan sima yang pernah dilakukan rakyat Kakatikan Anjuk Ladang, 1086 tahun silam.

“Saat itu rakyat Anjuk Ladang mengundang sejumlah pejabat dari Kerajaan Mataram Medang bersama rajanya. Mereka turut menjadi saksi prosesi penetapan sima bersama kepala desa, tetangga dan rakyat Anjuk Ladang sendiri,” kata Sukadi.

Dikatakan Sukadi, prosesi Manusuk Sima diawali dengan arak-arakan rombongan Pu Sindok, Pejabat Kerajaan dan rakyat Anjuk Ladang. Hal itu menggambarkan kebersamaan. Mereka berjalan menuju Bangsal Witana di Candi Sri Jayamerta atau Candi Lor.

Arak-arakan, menurut Sukadi, dipimpin oleh seorang Makudur atau pemimpin upacara sambil membawa dupa.

Sang Makudur didampingi oleh Widhihti yaitu asisten Makudur berjalan perlahan. Diikuti Pu Sindok dan dua istrinya yakni Dyah Kebi dan Dyah Mangibil, dua Mahamantri yaitu Pu Sahasra dan Pu Baliswara, Kanuruhan Pu Da, Samgat Anjuk Ladang didampingi Mpu Mahaguru dan Mpu Ghoksanda.

Menyusul para prajurit Medang, Jatu Ireng, Susuhan, Sahitya, Kunda, Buyut Manggali, Madhura Lokaranjana, kemudian beberapa prajurit Anjuk Ladang dan beberapa kepala desa tetangga.

Sampai di depan pintu gerbang Sang Hyang Prasada Sri Jayamerta, mereka disambut sebuah tarian kehormatan, yaitu Tari Maheswara. Dilanjutkan pemberian hadiah atau pasak-pasak kepada semua yang hadir, sebagai saksi dalam upacara penetapan sima Anjuk Ladang.

Pemberian hadiah diberikan oleh Sang Kepala Sima bernama Samgat Pu Anjukladang, kepada Raja Mataram Medang Pu Sindok.

Berurut-turut hadiah diberikan kepada Pu Sahasra dan Pu Baliswara, Kanuruhan Pu Da, Mpu Mahaguru dan Mpu Ghoksanda, kepala desa Tepis Wiring, serta seluruh undangan yang hadir turut menjadi saksi upacara penetapan sima Anjukladang.

Selesai mengikuti jalannya pemberian hadiah, mereka berjalan menuju Bangsal Witana. Sang Makudur dan Widhihti menuju bawah Bangsal Witana, sedangkan para pengiring berdiri mengelilingi Bangsal Witana.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved