Berita Malang Hari Ini

Perbedaan Waktu Hari Raya Idul Fitri Kembali Terjadi, Dosen UMM Sebut Akhlak Harus di Atas Fiqih

Dr Pradana Boy Zulian SAg MA sebut warga muslim perlu diingatkan kembali pentingnya menumbuhkan akhlak untuk sesama,terutama terkait perbedaan mazhab

SURYAMALANG.COM/ISTIMEWA
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Pradana Boy Zulian SAg MA 

SURYAMALANG.COM , MALANG - Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan pendapatnya terkait penetapan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia yang berbeda waktunya.

Menurut dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Pradana Boy Zulian SAg MA, warga muslim perlu diingatkan kembali perihal pentingnya menumbuhkan akhlak untuk sesama. Terutama terkait perbedaan mazhab.

Dengan demikian, dalam diri akan tertanam sikap untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan mazhab yang diyakini.

Baca juga: Axotic Farm, Startup Mahasiswa Universitas Brawijaya Wakili Indonesia di Hannover Messe 2023 Jerman

“Akhlak itu harus di atas fiqih. Jangan merasa bahwa prinsip kita paling benar dan punya lain seratus persen salah,” kata pria asal Lamongan tersebut dalam rilis humas UMM, Sabtu (22/4/2023).

Menurutnya, menjalankan perintah agama itu haruslah membawa kemaslahatan. 

Adapun hukum-hukum yang ada di Alquran dan Hadis tidak akan berubah.

Namun, pemikiran dan interpretasi manusia bisa jadi berubah. Hal inilah, lyang dinamakan fiqih.

Ini merupakan hasil pemahaman dan interpretasi para ahli atas peristiwa yang hukumnya tidak ditemukan dalam Al Quran dan Hadits. 

Baca juga: Ribuan Warga Binaan di Malang Mendapat Remisi Idul Fitri, Ada Yang Langsung Bebas

Meskipun banyak perbedaan, pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai umat muslim tentu sama yaitu mendapatkan pahala dari Allah.

"Tidak mungkin para ulama sengaja menyesatkan jutaan umat dari berbagai golongan," jelasnya.

Maka ia menyarankan agar setiap orang turut aktif mengikuti organisasi., asalkan organisasi tersebut cocok dengan syariah Islam.

 “Ikut organisasi itu poinnya bukan karena fanatik. Tapi sebagai cara memiliki jaminan. Meskipun memang belum tentu jaminan itu benar. Para ulama-ulama besar di dalamnya juga tidak mungkin  menjerumuskan dan berlomba memproduksi kesalahan,” tegasnya.

Dikatakan, adanya perbedaan itu bisa disebut sebagai cara kita untuk menghargai karunia dan ciptaan Tuhan, yaitu akal. 

Maka perbedaan itu justru menunjukkan bahwa akal manusia itu bekerja.

"Karena tidak mungkin semua orang itu sama," jawabnya.

Maka memiliki perbedaan hari raya atau menjalankan puasa itu bukanlah suatu masalah yang harus dibesar-besarkan.

"Yang penting kita menjalani ibadah syariah puasanya itu dengan ikhlas dan sungguh-sungguh,” imbuhnya. Sylvianita Widyawati

 

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved