Berita Surabaya Hari Ini
Kasus Kekerasan Pada Anak Masih Terjadi di Surabaya, Apa Tindakan Pemerintah?
Sebanyak 35 kasus bukan merupakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 34 kasus merupakan KDRT.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Surabaya masih terus terjadi. Mengantisipasi hal ini, Pemkot Surabaya melakukan berbagai pencegahan, di antaranya dengan menggandeng kepolisian.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PKB), jumlah kekerasan pada perempuan dan anak tahun ini mencapai 69 kasus (hingga April).
"Sebanyak 35 kasus bukan merupakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan 34 kasus merupakan KDRT," kata Kepala DP3A-PKB Surabaya, Ida Widayati dikonfirmasi di Surabaya.
Angka tersebut sebenarnya telah turun jauh di bawah jumlah kasus di tahun 2022 yang mencapai 227 kasus. Yang mana, sebanyak 118 kasus merupakan non KDRT dan sisanya merupakan KDRT.
Ida menerangkan penyebab masih tingginya angka kekerasan pada perempuan dan anak. Di antaranya, lemahnya perhatian keluarga hingga dampak negatif dari media sosial.
Misalnya, lemahnya perhatian terhadap anak karena perceraian kedua orang tua. "Terutama, keluarga. Keutuhan keluarga itu sangat penting. Dalam peristiwa (kekerasan pada anak) yang biasanya terjadi, nggak utuh keluarganya," kata Ida.
Pun demikian dengan median sosial. Bukan hanya mengakses informasi negatif, media sosial juga seringkali menjadi pintu masuk perkenalkan pelaku dengan korban yang berujung pada kekerasan.
"Penggunaan gadget yang tidak sehat juga berpengaruh. Untuk (mengerjakan) tugas sekolah, memang iya. Tapi, aktifitas yang lain juga ada kecenderungan untuk mengarah ke negatif," katanya.
Untuk terus menekan kasus, berbagai upaya dilakukan Pemkot Surabaya. Di antaranya, dengan menyosialisasikan penggunaan media sosial yang menyasar anak, terutama di sekolah.
"Kalau media sosial, kami sosialisasi dinamika remaja. Kami ke sekolah SD, SMP, hingga pesantren. Kami sampaikan internet yang sehat, ilmu tentang reproduksi, hingga berbagai pencegahan lainnya," katanya.
Sedangkan dari sisi faktor keluarga, Pemkot berupaya untuk menjaga keharmonisan perkawinan hingga meningkatkan perhatian orang tua kepada anak. Di antaranya, dengan membuka kelas konseling di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang tersebar di banyak kawasan.
"Pak Wali Kota (Eri Cahyadi) saat ini juga tengah gencar membuat Puspaga di Balai RW. Mereka bukan hanya akan konseling, namun juga menyampaikan pola asuh yang baik, parenting, dan beberapa pola pencegahan lainnya," katanya.
Sedangkan untuk para korban, pihaknya juga telah melakukan pendampingan. Di antaranya melalui Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
UPTD ini bertugas melakukan pendalaman, koordinasi dengan instansi terkait, hingga pendampingan sampai kasus selesai. "Pendampingan tiap kasus berbeda. Intervensi hingga berapa lama pendampingan dilakukan, bergantung kondisi masing-masing korban," tandasnya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan, pencegahan terhadap kekerasan terhadap anak tak bisa dilakukan hanya oleh Pemkot. Namun, juga harus melibatkan orang tua, tetangga, orang terdekat, hingga kepolisian.
JANGAN KAGET! Jadi Wali Kota/Bupati Butuh Modal 70 Miliar, Jadi Gubernur Butuh Modal 1,7 Triliun |
![]() |
---|
Universitas Ciputra Surabaya Kukuhkan Guru Besar Bidang Transformasi Keuangan Digital |
![]() |
---|
Rumah Sakit Baru Pemkot Surabaya RSUD Eka Candrarini Diresmikan, Layanan Unggulan Bagi Ibu dan Anak |
![]() |
---|
Pemprov Jatim Distribusikan PLTS ke Sekolah, Ajak Gunakan Green Energy |
![]() |
---|
Kesenjangan dan Lemahnya Inovasi Pendidikan Masih Jadi PR Besar di Jatim, Anggaran 2024 Justru Turun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.