Berita Viral
Sosok Haji Her Pembeli Mobil Gus Dur Hadiah dari Presiden Korea Selatan, Cuma Ada 1 di Indonesia
Inilah sosok Haji Her pembeli mobil Gus Dur hadiah dari Presiden Korea Selatan seharga Rp 400 juta.
Penulis: Frida Anjani | Editor: Eko Darmoko
Pada tahun 1998, ia turut membidani terbentuknya Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan di Ciganjur.
Kemudian, bersama Amien Rais, Sultan Hamengku Buwono X, dan Megawati Soekarnoputri, mengadakan dialog nasional di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Dialog ini menghasilkan 8 butir kesepakatan, di antaranya adalah mengenai penghapusan Dwifungsi ABRI dan pengusutan harta kekayaan soeharto.
Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI keempat, menggantikan BJ Habibie. Ia memperoleh 373 suara dari 691 anggota MPR yang menggunakan hak pilihnya.
Gus Dur mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional pada 26 Oktober 1999. Dalam susunan kabinet tersebut, Departemen Sosial dan Departemen Penerangan tidak dicantumkan (dibubarkan).
Selain itu, ia juga membentuk Kementerian Negara Urusan HAM dalam kabinetnya.
Kebijakan lain dari Gus Dur di masa pemerintahannya yang singkat adalah menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaa, dan Adat Istiadat Cina.
Ia juga mengusulkan pencabutan TAP MPRS No. XXV/1996 tentang pelarangan penyebaran marxisme, komunisme, dan leninisme.
Namun, mandat Gus Dur selaku Presiden RI kemudian dicabut melalui Rapat Paripurna Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.
Saat itu, ia memberlakukan sejumlah dekrit, antara lain membekukan MPR/DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membentuk badan-badan yang diperlukan untuk mengadakan pemilu satu tahun.
Selain itu, Gus Dur juga menyelamatkan gerakan reformasi total dan membekukan Partai Golkar sembari menunggu putusan MA.
Setelah tidak lagi menjadi Presiden, Gus Dur masih aktif di PKB dan tetap menjadi Ketua Umum Dewan Syuro PKB.
Tokoh Pluralisme dan Anti Diskriminasi
Gus Dur adalah tokoh Muslim yang menjunjung tinggi persatuan nasional dan kebhinekaan di tanah air.
Ia sosok yang sangat anti diskriminasi dan lantang membela minoritas.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, di era kepemimpinanya, Gus Dur menunjukkan bahwa ia tak hanya bicara.
Salah satunya adalah mengembalikan hak-hak umat beragama Konghucu yang terpasung selama orde baru, atau mencabut peraturan yang melarang kegiatan adat warga Tionghoa secara terbuka.
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono , sebagaimana yang diberitakan kompas.com pada tanggal 31 Desember 2009, menyebut Gus Dur sebagai "Bapak Pluralisme Indonesia".
"Sebagai pejuang reformasi almarhum selalu ingat akan gagasan universal, bahwa kita menghargai kemajemukan melalui ucapan, sikap, dan perbuatan. Gus Dur menyadarkan sekaligus melembagakan penghormatan kita pada kemajemukan ide dan identitas, kemajemukan pada kepercayaan agama, etnik, dan kedaerahan. Beliau adalah bapak multikulturalisme dan plurasme di Indonesia," kata SBY
Lebih lanjut SBY yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Negara, mengatakan sejarah Indonesia mencatat, Gus Dur adalah tokoh yang memiliki jasa besar terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia dalam segi keagamaan, demokrasi dan anti diskriminasi.
Bapak Tionghoa Indonesia
Sebagaimana yang diterbitkan di Kompas, tanggal 21 Januari 2020, Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur menyudahi satu permasalah diskriminasi pada etnis Tionghoa hingga akhirnya mereka bisa merayakan Imlek secara bebas dan terbuka.
Keppres tersebut mematahkan aturan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Di dalam peraturan lama, kelompok Tionghoa di Indonesia tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok dan hanya diperbolehkan di lingkungan keluarga.
Alasannya, saat itu Presiden Soeharto menganggap aktivitas warga Tionghoa menghambat proses asimilasi dengan penduduk pribumi.
Kala itu, etnis Tionghoa juga diminta untuk mengganti identitas menjadi nama Indonesia.
Ketika resmi menjabat sebagai Presiden, Gus Dur banyak tidak sependapat dengan pemikiran Soeharto.
Etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia karena itu harus mendapatkan hak-hak yang setara. Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaan.
Gus Dur juga sempat menganggap Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga tidak dianggap sebagai tindakan musyrik.
Bagi dia, perayaan ini adalah bagian dari tradisi budaya, bukan agama. Dia kemudian menjadikan hari raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif. Artinya hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur.
Baru pada 2003, tepatnya pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari libur nasional.
Selain pemikirannya, Gus Dur juga sempat mengaku sebagai keturunan Tionghoa.
"Saya ini China tulen sebenarnya, tetapi ya sudah nyampurlah dengan Arab, India," ungkap Gus Dur, seperti diberitakan Kompas.com pada 30 Januari 2008 silam.
Ucapan Gus Dur itu memang bukan yang pertama kalinya. Tetapi kala itu memang cukup membuat terperangah. Berdasarkan cerita Gus Dur, dia merupakan keturunan dari Putri Cempa yang menjadi selir dengan raja di Indonesia.
Dari situ, Putri Cempa memiliki dua anak, yakni Tan Eng Hwan dan Tan A Hok. Tan Eng Hwan kelak dikenal sebagai Raden Patah, sementara Tan A Hok adalah seorang mantan jenderal yang sempat menjadi duta besar di China.
Dari garis Raden Patah itulah kemudian Gus Dur mengaku mendapatkan keturunan Tionghoa-nya. Pengakuan Gus Dur itu juga dikuatkan oleh tokoh NU lainnya, Said Aqil Siradj, pada tahun 1998 seperti yang ditulis dalam buku Gus Dur Bapak Tionghoa Indonesia.
Said Aqil bercerita, Tan Kim Han memiliki anak bernama Raden Rachmat Sunan Ampel. Salah satu keturunannya adalah KH Hasyim As'ari yang selanjutnya memiliki anak bernama KH Wahid Hasyim. Wahid Hasyim pun memiliki anak bernama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Jadi, Gus Dur itu Tionghoa, maka matanya sipit," ujar Said sambil tersenyum. "Dengan demikian, tidak ada istilah pro dan nonpro serta Muslim dan non-Muslim," ungkap Said Aqil waktu itu.
Tidak hanya keturunan Tionghoa, Gus Dur juga mendapat gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' pada 10 Maret 2004 silam dari kelenteng Tay Kek Sie. Gelar itu bukan didasarkan pada keturunan Tionghoa yang diklaim Gus Dur, melaikan gelar didapat karena kebijakan dan pemikiran-pemikirannya yang plural.
Saat penobatan, dia hadir dengan menggunakan baju cheongsam, meski harus duduk di kursi roda. Selepas kepergian Gus Dur pada 30 Desember 2009, makam ulama NU ini masih didatangi warga Tionhoa yang ingin berdoa. Bahkan foto mendiang Gus Dur masih terpampang sejumlah kelenteng untuk mengingat jasa-jasanya.
berita viral
viral
mobil Gus Dur hadiah dari Presiden Korea
pembeli mobil Gus Dur
mobil Gus Dur
Khoirul Umam
Gus Dur
Madura
KH Abdurrahman Wahid
Kia Enterprise V6
SURYAMALANG.COM
Haji Her
VIRAL Cosplay Tikus Berdasi Dilarang Tampil di Karnaval Bangkalan, Wabup Fauzan : Itu Kreativitas |
![]() |
---|
Hak Jawab Vidio.com Atas Berita Nenek Endang Didenda Rp115 Juta Putar Liga Inggris di Warkopnya |
![]() |
---|
5 FAKTA Nenek Endang Didenda Gegara Putar Liga Inggris di Warkop di Klaten, Harus Bayar Rp 115 Juta |
![]() |
---|
Kisah Putri Apriyani Dibakar Pacarnya Sendiri, Pelaku Bripda Alvian Anggota Polres Indramayu |
![]() |
---|
Siapa Dave Laksono? Anggota DPR Viral Didemo Akhiri Rapat Ingin Cepat Pulang, Anak Politisi Kawakan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.