Berita Surabaya Hari Ini

Cukong Laknat Impor 19 Kontainer Cabai dari India, Terbongkar di Surabaya

Harga cabai sedang membaik di Jawa dan luar Jawa sehingga memungkinkan kaum tani sejahtera. Namun, selalu saja ada cukong laknat yang justru impor.

|
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Yuli A
tony hermawan
Cabai kering dalam 19 kontainer yang diimpor dari India dan tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. 

Sangat rentan terjadi praktik akal-akalan. Importir sangat mungkin melakukan suap demi bisa mengeluarkan barang. Dampaknya barang akhirnya dijual di pasaran dengan harga tinggi.

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Harga cabai sedang membaik di Jawa dan luar Jawa sehingga memungkinkan kaum tani sejahtera. Namun, selalu saja ada cukong laknat yang mendatangkan cabai dari luar negeri alias impor. 

Fakta ini terungkap dari temuan 19 kontainer berisi cabai kering impor asal India yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Cabai kering memang tidak disukai emak-emak namun kenyataannya tetap laku di kalangan pengusaha kuliner ketika harga cabai segar, baik cabai rawit maupun cabai merah keriting, sedang membaik harganya.

Informasinya, barang impor tersebut diduga ada masalah maladministrasi. Yakni tidak memiliki dokumen RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura).

Berdasarkan Pasal 3 di Peraturan Menteri Pertanian No 5 Tahun 2022, setiap importir wajib memenuhi persyaratan karantina tumbuhan dan memiliki RIPH.

RIPH adalah penjamin pemenuhan keamanan pangan dalam pemasukan produk hortikultura. Bila importir tidak memiliki RIPH, maka barang tersebut tidak bisa dimasukkan di karantina.

Balai Karantina adalah garda terdepan untuk mengecek kualitas barang. Ini untuk mengetahui apakah produk hortikultura  tersebut aman dikonsumsi atau tidak. Maka dari itu, amat berbahaya apabila ada komoditi impor hortikultura berbedar di pasaran tanpa memiliki RIPH.

Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I Untung Basuki mengatakan, 19 kontainer berisi cabai dari India tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak terjadi sejak 7 Agustus lalu. Ribuan ton cabai itu sekarang masih di dalam kontainer. Hingga kini belum ada kejelasan barang tersebut akan dikemanakan.

"Hingga saat ini pihak importir pemilik barang belum mengirim dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) kepada kami," kata Untung.

Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Cicik Sri Sukarsih mengatakan, kasus seperti ini sangat sering terjadi. Sesuai petunjuk dari Kementrian Pertanian apabila ada komoditi impor hortikultura tidak memiliki RIPH, maka akan ditahan.

Pihak karantina kemudian memberikan kesempatan kepada importir untuk segera melengkapi dokumen agar barang bisa keluar dari pelabuhan.

"Faktanya beberapa kali kami menemukan importir hanya memiliki SPI (Surat Persetujuan Impor). Padahal importir bisa mengantongi SPI bila mana sudah memiliki RIPH," ucap Cicik.

Di lain pihak, Herry Thio, importir asal Jawa Timur membeberkan RIPH dikeluarkan Kementerian Pertanian, SPI diterbitkan Kementerian Perdagangan.

Sedangkan SPI adalah surat yang dikeluarkan dari Kementerian Pertanian. Dua surat tersebut keluar secara berurutan, namun faktanya banyak importir bisa memiliki SPI tanpa mempunyai RIPH.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved