Berita Blitar Hari Ini

Kehidupan dan Pendapatan Rata-rata Para Perajin Gerabah di Dusun Precet, Kademangan, Blitar

Dusun Precet, Desa Plumpungrejo Kecamatan Kademangan, bisa dibilang satu-satunya sentral kerajinan gerabah tanah liat di Kabupaten Blitar.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Yuli A
samsul hadi
Pasangan suami istri (pasutri), Muhtaromin (45) dan Dewi Laila (39), sedang memproduksi kerajinan gerabah cuwo kelinci di rumahnya,Dusun Precet, Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Rabu (8/5/2024). 

SURYAMALANG.COM, BLITAR - Pasangan suami istri (pasutri), Muhtaromin (45) dan Dewi Laila (39), warga Dusun Precet, Desa Plumpungrejo Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, sukses menekuni kerajinan gerabah tanah liat.

Pasutri yang sudah dikaruniai 5 anak itu minimal bisa memproduksi lebih 2.000 biji gerabah tanah liat dengan omzet Rp 8 juta-Rp 12 juta per bulan.

Sejak kecil, Muhtaromin dan istrinya, Dewi Laila  memang sudah akrab dengan kerajinan gerabah.

Dusun Precet, Desa Plumpungrejo Kecamatan Kademangan, bisa dibilang satu-satunya sentral kerajinan gerabah tanah liat di Kabupaten Blitar.

Kerajinan gerabah sudah berkembang sejak puluhan bahkan ratusan tahun silam di lingkungan tempat kelahirannya di Dusun Precet, Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.

Sampai sekarang, kerajinan gerabah di Dusun Precet, Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar masih bertahan secara turun temurun.

Hampir 80 persen warga di Dusun Precet menjadi perajin gerabah. Ada sekitar 200 keluarga di Dusun Precet.

Hal itu pula yang mendorong Muhtaromin dan istrinya, Dewi Laila ikut menekuni kerajinan gerabah.

"Salah satu alasan saya fokus di kerajinan gerabah agar kerajinan warisan dari leluhur ini tetap eksis, jangan sampai mati. Kerajinan ini juga menjadi sumber peningkatan ekonomi kami," kata Muhtaromin ditemui di sela-sela memproduksi gerabah di rumahnya, Rabu (8/5/2024).

Muhtaromin dan istri Dewi tampak sedang memproduksi gerabah di belakang rumahnya. Mereka membuat kerajinan gerabah tempat makan kelinci atau biasa disebut cuwo kelinci.

Mereka berbagi tugas. Istrinya, Dewi yang mencetak tempat makan kelinci. Sedang Muhtaromin yang melakukan finishing.

Mereka memproduksi gerabah masih dengan cara tradisional, yaitu menggunakan meja putar.

Tangan istri Muhtaromin, Dewi terlihat luwes mencetak tempat makan kelinci. Kedua tangan Dewi tidak berhenti bergerak memoles adonan tanah liat dan pasir sungai yang diletakkan di meja putar.

Dalam hitungan menit, Dewi sudah menyelesaikan pembuatan tempat makan kelinci dengan sempurna.

"Membuat kerajinan gerabah kalau pikiran tidak tenang ya tidak bisa jadi. Kalaupun jadi hasilnya tidak sempurna, tidak presisi," ujarnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved