Pengakuan Mahasiswa PPDS UNDIP Ada Iuran Mirip Dokter Aulia Sampai Rp 10 Juta, Bukan untuk Senior

Pengakuan mahasiswa PPDS UNDIP ada iuran mirip dokter Aulia sampai Rp 10 juta, bukan untuk senior, universitas bantah pernyataan Kemenkes.

TRIBUNJATENG.COM/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Pengakuan Mahasiswa PPDS UNDIP Ada Iuran Mirip Dokter Aulia Sampai Rp 10 Juta, Bukan untuk Senior 

SURYAMALANG.COM, - Pengakuan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (UNDIP) terkait iuran terungkap. 

Mirip dengan dokter Aulia yang diduga dipalak oleh seniornya, mahasiswa PPDS UNDIP juga mengaku membayar hingga Rp 10 juta setiap bulan. 

Bedanya, mahasiswa PPDS UNDIP tersebut mengaku uang iuran yang dikumpulkan angkatannya bukan untuk disetor kepada senior. 

Aulia Risma Lestari (30), dokter PPDS Anestesi UNDIP diketahui tewas di kamar kosnya Senin (12/8/2024) dengan indikasi bunuh diri setelah diduga dibully senior. 

Berdasarkan investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Itjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), ada temuan almarhum dipaksa sejumlah oknum senior untuk mengeluarkan uang di luar kewajaran. 

Dokter muda tersebut seolah dipaksa untuk memenuhi permintaan dana sebesar Rp20-40 juta per bulan.

Mirip tapi tidak sama, mahasiswa PPDS program anestesiologi UNDIP di Rumah Sakit Kariadi juga mengakui adanya iuran setiap semester.

Angga Rian, mahasiswa PPDS Anestesi, mengaku iuran tersebut berlaku untuk semua mahasiswa seangkatannya dengan nominal tiap bulan yang tidak menentu. 

"Kalau saya paling besar Rp 10 juta setiap bulan. Uang iuran itu dikelola oleh bendahara" ujar Angga Rian usai kegiatan apel pemberian dukungan di lapangan mini Fakultas Kedokteran UNDIP, Senin (2/9/2024) melansir TribunJateng.com.

Bukan untuk senior, Angga Rian menyebut uang tersebut untuk makan. 

"Uang itu untuk kebutuhan makan," ujar Angga Rian.

"Iuran itu tergantung kas kami untuk beli makan. Kalau masih penuh ya tidak iuran. Kalau ada sisa dikembalikan. Uang iuran itu hanya satu semester saja," imbuh mahasiswa PPDS semester 5 ini. 

Baca juga: Daftar Tempat yang Dikunjungi Paus Fransiskus di Indonesia Beserta Jadwalnya, Ada Masjid Istiqlal

Terkait pola komunikasi, Angga Rian menepis ada pembatasan antara junior dan senior.

Biasanya mahasiswa senior saat sedang menangani pasien sulit diajak komunikasi karena sedang fokus dan hal itu membuat mahasiswa junior segan.

"Ketika situasi tenang, pasien sudah aman, komunikasi tetap ada," tutur Angga Rian. 

Kendati begitu, Angga Rian mempersilakan siapapun memproses jika ada temuan pembatasan komunikasi antara junior dan senior, pihaknya sangat terbuka terkait hal tersebut.

"Jadi tidak ada batas-batasan komunikasi," tandas Angga Rian.

Dugaan Pemalakan Dialami Dokter Aulia

Sedangkan dari investigasi Kemenkes bersama Kemendikbud Ristek, dokter Aulia diduga dipaksa sejumlah oknum senior untuk mengeluarkan uang di luar kewajaran.

"Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022," kata juru bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril kepada wartawan, Minggu (1/9/2024).

Syahril mengatakan, permintaan uang tersebut di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program.

Menurut Syahril, korban ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.

Dokter Aulia juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik seperti membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), dan berbagai kebutuhan lainnya.

Masih dalam proses investigasi, permintaan itulah yang diduga menjadi pemicu awal korban mengalami tekanan luar biasa dalam proses pembelajaran.

Tak ayal korban dan keluarga sangat keberatan dengan permintaan senior tersebut.

"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," kata Syahril.

Baca juga: Penyebab Adik Raffi Ahmad Dilantik Jadi Anggota DPRD Jabar Meski Kalah Suara, Sang Kakak Bangga

Adapun bukti dan kesaksian atas permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan Kemenkes kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut.

Investigasi terkait dugaan bullying saat ini juga masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.

Kemenkes juga mengambil kebijakan dengan penghentian sementara PPDS anastesi Undip berpraktek di RS Kariadi sejak 14 Agustus 2024. 

UNDIP Membantah

Universitas Diponegoro Semarang membantah adanya pemalakan senior kepada dokter Aulia Risma Lestari saat menjadi mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi.

Guru besar Fakultas Kedokteran Undip Prof Zainal Muttaqin mengatakan, uang Rp 30 juta yang disetor adalah akumulasi iuran bagi mahasiswa PPDS semester 1.

Zainal mengatakan, iuran tersebut berlaku untuk Aulia dan teman-teman seangkatannya.

Dalam hal ini, dokter Aulia juga ditunjuk sebagai penanggungjawab iuran angkatan.

"Si R kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal, seusai aksi solidaritas FK Undip, Senin (2/9/2024) melansir Kompas.com.

Zainal mengatakan, iuran puluhan juta itu menjadi kewajiban mahasiswa semester awal, namun iuran itu dibayar per-bulan Rp3 juta.

Hasil uang yang terkumpul digunakan untuk uang makan bersama para tenaga kerja yang bertugas di bidang anestesi selama menjalani residen di RSUP Kariadi.

Kemudian, di semester berikutnya, mereka tidak diwajibkan membayar iuran karena ada mahasiswa baru sebab, penerimaan PPDS dibuka setiap semester, bukan setahun.

"Penerimaan PPDS itu setiap semester, bukan setiap tahun. Jadi, mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," ungkap Zainal.

Baca juga: Profil Yan Wisnu Dekan Fakultas Kedokteran UNDIP Diberhentikan Usai Dokter Aulia Tewas, Dugaan Bully

Menurut Zainal, uang itu digunakan untuk membeli makanan karena dokter residen memiliki jadwal padat.

Zainal mengatakan, tidak semuanya nakes anestesi dapat beristirahat di waktu yang sama.

"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama" terang Zainal.

"Nanti, kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," lanjut Zainal.

Zainal pun menyayangkan pernyataan Kemenkes yang menyebut iuran itu sebagai pemalakan.

Perundungan Dilakukan Oknum

Zainal tidak menyangkal adanya perundungan di sana tapi menurutnya, itu merupakan perilaku individu bukan institusi.

"Jadi, menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan enggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi" ujar Zainal. 

"Kalau individu ya yang dihukum individu, bukan intitusi" imbuh Zainal.

"Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan. Ada akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," tegas Zainal.

Zainal pun berharap, Kemenkes mencabut penghentian sementara PPDS Anestesi Undip.

Penutupan PPDS Anestesi Undip dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.

"Penutupan PPDS ini tidak menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Pendidikan terhambat, padahal kita butuh banyak dokter spesialis," ujar Zainal.

 

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved