TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA

Datang ke PN Surabaya, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Minta Terpidana Bayar Restitusi Rp 17,5 M

Datang ke PN Surabaya, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Minta Terpidana Bayar Restitusi Rp 17,5 M

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Tony Hermawan
Keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/11/2024). 

“Padahal kalau dilihat laporan lembaga LPSK sejak bulan Februari 2023 LPSK itu sudah mengirimkan rekomendasi restitusi terhadap ke kasus yang sedang dilaksanakan waktu itu,” Daniel.

Saat itu keluarga korban banyak yang kecewa. Upaya restitusi diajukan dengan  berdasarkan aturan Perma 1 2022, yang menyebut bisa diajukan setelah status perkara sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Kuasa hukum korban lantas mengajukan kembali pada November 2023.

Pengacara publik LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan mengatakan, permohonan restitusi ini adalah salah satu upaya hukum keluarga korban untuk menuntut pertanggungjawaban ke para terpidana.

“Jadi upaya restitusi ini adalah salah satu kompensasi yang dilakukan menurut hukum. Jadi bukan santunan yang diberikan di luar proses hukum. Tapi Ini adalah upaya yang meminta pertanggungjawaban melalui proses hukum,” kata Jauhar.

Tiga Terpidana Tidak Hadir, Sidang Mendadak Ditunda

Digelarnya sidang perdana penetapan permohonan restitusi sebenarnya menjadi  angin segar bagi keluarga korban tragedi Kanjuruhan.

Hanya saja sidang ditunda. Itu terjadi sebab tiga dari lima termohon tidak hadir. Mereka adalah AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan AKP Bambang Sidik Achmadi.

Hambatan itu memicu emosi keluarga korban. Rini Hanifah, salah seorang keluarga korban yang saat itu sedang duduk di kursi pengunjung lantas berdiri. Dia  marah-marah di hadapan majelis hakim yang diketuai Nur Kholis.

"Kami selama dua tahun belum mendapat keadilan. Bilang sama Kapoldanya jabatan hanya jabatan aja. Bajunya ayo dilepas jadi orang biasa lagi. Korban 135 itu bukan hewan, tapi manusia semua," kecamnya.

Rizal Putra Pratama, salah seorang kelurga lain  asal Tumpang, Malang mengaku belum mendapatkan keadilan selama dua tahun terakhir. “Selama ini kami berjuang selama dua tahun ini, yang kami rasakan, belum mendapatkan rasa keadilan,” kata Rizal di PN Surabaya.

Dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Rizal kehilangan tiga anggota keluarganya. Yakni ayahnya Muhammad Arifin, serta dua adiknya Muhammad Rizky Aditya Arifianto dan Cahaya Maida Salsabila.

“Kami waktu itu duduk di tribune tidak tahu apa-apa ditembak gas air mata seperti itu, sedangkan yang terjadi chaos di lapangan. Setidaknya ya diamankan yang di lapangan bukan di tribune yang ditembak ini gas air mata,” tambahnya.

Karena itu ia pun menuntut agar para penembak gas air mata di Stadion Kanjuruhan serta para aktor intelektualnya dibaliknya, untuk diadili.

“Yang saya harapkan cuma aktor intelektual penembak gas air mata dan yang terlibat di situ bisa dihukum sebarat-beratnya,” pungkasnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved