Kisah Perjuangan Guru dari Malang Mengajar di Perbatasan Negeri ke Papua, Sesalkan Tak Ada Pengganti
Program SM3T membawanya Heni Yulia Wardhani seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah di SMPN 25 Kota Malang ke wilayah perbatasan Papua Nugini
Penulis: Mochammad Rifky Edgar Hidayatullah | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, MALANG - Heni Yulia Wardhani seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah di SMPN 25 Kota Malang, menorehkan kisah inspiratif melalui sebuah buku antologi yang ia tulis bersama sejumlah guru SMP di Kota Malang.
Tulisan Heni dalam buku tersebut berjudul 'Mengejar Asa di Tapal Batas Indonesia'
Ia menceritakan pengalaman mengajarnya selama setahun di pedalaman Papua, tepatnya di Distrik Aboi, Kabupaten Pegunungan Bintang, dalam program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) pada tahun 2017.
Program SM3T membawanya ke wilayah perbatasan Papua Nugini, daerah yang bukan hanya terpencil dan tanpa sinyal, tetapi juga kekurangan tenaga pengajar.
Selama setahun, Heni bersama rekan-rekannya yang lain mengajar anak-anak Papua beserta orang tua mereka.
Pengalaman di Papua ini menjadi kenangan yang tidak bisa ia lupakan.
Heni masih mengagumi semangat anak-anak di Papua yang ingin belajar, di tengah keterbatasan yang ada.
"Saya satu tahun di sana, dan memang sangat kekurangan guru,"
"Bahkan, guru yang ada tidak mau turun mengajar, akhirnya, kami yang menggantikan mereka," kata Heni kepada SURYAMALANG.COM pada Selasa (24/6/2025).
Di tengah keterbatasan fasilitas, semangat anak-anak Papua membuat Heni terharu.
Banyak dari mereka harus menempuh perjalanan kaki selama empat hingga enam jam demi bisa belajar.
Bahkan, untuk berpindah tempat ke sejumlah daerah, Heni harus berjuang menerjang lebatnya hutan Papua.
Serta harus mengarungi derasnya aliran sungai di Papua yang masih kaya akan flora dan fauna di dalamnya.
"Karena lokasi sekolahnya yang jauh, kami akhirnya membuat asrama seadanya, dan Alhamdulillah ada bantuan makanan dari pemerintah setempat," kenangnya.
Pengalamannya tak berhenti hanya di dalam kelas.
Heni bersama tiga rekannya mengajar anak-anak SD, SMP, bahkan TK dari Senin hingga Jumat.
Pada sore hari, mereka mengajar orang tua seperti 'mama' dan 'bapak' untuk membaca dan berhitung.
Pada hari Sabtu, diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler dan upacara bendera, yang tetap dilaksanakan meskipun di tengah konflik dan keterbatasan.
"Kami juga ingin menanamkan bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia," kata Heni.
Selain pengalaman mengajar, Heni menyoroti pentingnya kesinambungan program pendidikan di daerah 3T.
Ia menyesalkan, bahwa setelah para guru SM3T pulang, tidak ada pengganti tetap.
"Saat saya hubungi teman di sana, sekarang yang mengajar malah pendeta, dokter, bahkan kepala distrik,'
"Mereka benar-benar kekurangan guru," katanya sembari prihatin.
Kini, Heni kembali mengajar di Malang dan terus menyebarkan semangat yang ia dapatkan dari Papua kepada siswa-siswinya.
Ia aktif mendorong siswa untuk menulis, bahkan beberapa tulisan siswanya telah dimuat di majalah Jayabaya.
Heni berharap, anak-anak di Malang ini bisa menghargai pendidikan yang mereka miliki, dan terinspirasi dari anak-anak Papua yang belajar di tengah keterbatasan.
"Dengan sekolah, siapa pun bisa mengubah nasib,"
"Saya ingin suatu saat anak-anak Papua yang sudah mengenyam pendidikan kembali ke kampung halaman mereka, untuk membagikan ilmu di sana," tandasnya.
Kecelakaan Maut di Dampit Kabupaten Malang, Pengendara Yamaha Mio Soul Tewas di TKP |
![]() |
---|
SPAM Bango Beroperasi 200 Liter Per Detik, Kota Malang Menuju Kemandirian Air Bersih Layak Konsumsi |
![]() |
---|
Pecahkan Rekor di Jepang, Ini Sinopsis Film Demon Slayer : Kimetsu no Yaiba Infinity Castle 2025 |
![]() |
---|
Satpol PP Belum Temukan Pengibaran Bendera One Piece di Kabupaten Malang |
![]() |
---|
Pemkot Malang Kaji Pengadaan Shelter Ojek Online di Sekitar Stasiun Malang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.