Rekomendasi Wisata Malang Raya

Kampung Wisata Sejarah Tawangsari, Napak Tilas Perjuangan Arek Malang Pertahankan Kemerdekaan RI

Kampung Wisata Sejarah Tawangsari, Napak Tilas Perjuangan Arek Malang Pertahankan Kemerdekaan RI

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
JEJAK SEJARAH - Muhammad Fariz Zunaidi (50), warga Kampung Tawangsari, Kelurahan Sumbersari, Kota Malang, menjadi garda depan pelestarian sejarah di lingkungannya. Ia tak hanya mengelola museum, tapi juga berjuang merawat ingatan kolektif tentang perjuangan yang terjadi di kampungnya. 

"Masih ada empat rumah yang menyimpan perlengkapan asli. Sayangnya belum dibuka untuk umum karena rendahnya antusias masyarakat," ujar Fariz.

Meskipun memiliki narasi kuat dan daya tarik historis, pengelolaan museum tak luput dari tantangan. Dukungan dari pemerintah kota terhenti sejak pandemi.

Hal itu membuat semangat warga perlahan surut. Impian menjadikan setiap gang sebagai museum tematik pun meredup. Tantangan lain datang dari masyarakat yang belum cukup antusias.

“Dulu sempat ingin bikin museum pencak silat di gang 4, museum Fatayat di gang 3, dan budaya jaran kepang di gang 1. Tapi karena hasilnya tak tampak, semua vakum,” ujar Fariz lirih.

Kondisi fisik lokasi pun minim perbaikan. Area parkir dan jalan paving adalah hasil Musrenbang. Museum bertahan berkat dedikasi komunitas Reenactor, yang sebagian besar memiliki garis keturunan pejuang. Biaya operasional didapat dari sisa kegiatan. Jika tidak ada kegiatan, ada swadaya sendiri dari warga.

“Sayang kalau cerita ini hilang. Ini bukan soal romantisme masa lalu, tapi warisan nilai keberanian dan pengorbanan,” tegas Fariz.

Pengunjung Sepi, Semangat Tetap Menyala

Dalam sebulan, kunjungan hanya datang dari mahasiswa yang sedang menyusun karya tulis. Saat libur perkuliahan, jumlah pengunjung bisa dihitung jari.

Namun, museum ini pernah menarik perhatian wisatawan mancanegara dari Belanda, Australia, Korea Selatan, hingga Selandia Baru, yang mencari jejak keluarga mereka di masa kolonial.

“Wisman dari Belanda pernah datang bawa foto rumah sakit Supraoen saat agresi militer. Dia cari informasi soal kakek buyutnya yang bertugas di kesatuan medis,” kata Fariz.

Museum Reenactor menjadi tempat yang memberi makna baru bagi mereka yang ingin menyambung benang sejarah. Namun, di tengah keterbatasan, kehadiran wisatawan seperti itu menjadi pelecut semangat.

Fariz dan komunitas Reenactor menyadari mereka tidak bisa berjalan sendiri. Mereka telah didampingi dosen dari Universitas Negeri Malang untuk mengurus legalitas badan hukum agar bisa mengakses bantuan CSR. Namun hingga kini, bantuan belum kunjung datang.

“Harapan saya sederhana. Tempat ini bisa lebih hidup, secara fisik maupun dukungan masyarakat. Agar cerita perjuangan ini bisa menyebar lebih luas,” tuturnya.

Museum Reenactor Malang adalah bukti bahwa sejarah bukan milik masa lalu, melainkan warisan yang harus dihidupkan hari ini untuk generasi mendatang. Dan di gang kecil di Tawangsari ini, sejarah itu terus bernafas—meski pelan, namun penuh daya tahan.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved