Pembunuhan Brigadir Nurhadi

10 Tahun Jadi Polisi, Brigadir Nurhadi Curhat ke Istri Ada yang Tidak Suka: Dia Terlalu Polos

10 Tahun jadi polisi, Brigadir Nurhadi sebelum tewas sempat curhat ke istri ada yang tidak suka, Elma ingatkan suami hati-hati: dia terlalu polos.

TRIBUNLOMBOK.COM/FIKRI/IST via Tribunnews
BRIGADIR NURHADI TEWAS - Istri Brigadir Nurhadi, Elma Agustina (KANAN) dalam Podcast TribunLombok Selasa (15/7/2025). Brigadir Nurhadi semasa hidup (KIRI). Elma menceritakan suaminya terlalu polos ada orang yang tidak suka di kantor diminta hati-hati, dugaan pembunuhan menguat. 

SURYAMALANG.COM, - Kasus kematian anggota Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Nurhadi masih menyisakan tanda tanya di benak keluarga terutama sang istri, Elma Agustina.

Brigadir Nurhadi yang mengabdi sebagai polisi selama 10 tahun sebelum tewas pada Rabu (16/4/2025), sempat cerita kepada Elma ada orang yang tidak menyukainya. 

Bak firasat, Brigadir Nurhadi benar-benar ditemukan meninggal dunia di dasar kolam Vila Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dua orang atasannya, Kompol I Made Yogi Purusa dan Ipda Haris Candra ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan yang belakangan diduga kuat sebagai kasus pembunuhan. 

Baca juga: Pesan Aneh Ipda Haris Sebelum Brigadir Nurhadi Tewas Diam Jangan Ikut Campur Kompol Yogi Tahu

Elma mengatakan, sebenarnya Brigadir Nurhadi tidak banyak cerita karena tak mempunyai banyak waktu, terutama beberapa minggu terakhir sebelum suaminya meninggal.

"Kalau sebelum-sebelumnya pernah curhat sedikit-sedikit karena mungkin waktunya ya" papar Elma mengutip YouTube Tribun Lombok, Selasa (15/7/2025).

"Waktunya beberapa minggu terakhir sebelum almarhum meninggal itu dia sibuk terus kan, ngantar tamu, disuruh ngantar ini itu, tiap pulang pasti ada telepon, langsung pergi lagi, jadinya nggak terlalu banyak dia cerita," imbuh Elma. 

Namun, Elma mengatakan, Brigadir Nurhadi sempat cerita padanya di kantor ada orang yang tidak suka pada suaminya itu.

Kendati demikian, Elma mengaku tidak diberitahu siapa sosok tersebut.

"Waktu itu dia sempat cerita, kalau dia di kantor itu kayak ada yang nggak suka gitu sama dia, gitu aja sih. Tapi kan dia nggak dikasih tahu siapa orangnya gitu," ujarnya.

Baca juga: Tak Terima Dipecat Tewasnya Brigadir Nurhadi, Kompol Yogi dan Ipda Haris Ajukan Banding, Beda Nasib

Elma pun mengaku sering mengingatkan Brigadir Nurhadi agar berhati-hati, karena suaminya itu terlalu baik.

"Sering saya ingetin juga kan, hati-hati, saya bilang gitu. Dia kan sifatnya kalau sudah baik, orang sudah baik sama dia, itu dikira seterusnya orang itu baik sama dia" jelas Elma. 

"Saya selalu ingatkan, hati-hati, kita tidak tahu satu-satu orang itu gimana," katanya.

Elma kemudian mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan lain yang sekiranya bisa menyebabkan Nurhadi tidak disukai. 

Menurut Elma, banyak atasan yang menyukai kinerja Brigadir Nurhadi, bahkan banyak yang memberikan kepercayaan.

Selain itu, kata Elma, bisa juga soal penugasan Brigadir Nurhadi.

"Mungkin karena kerjaan almarhum ini kan, orangnya terlalu polos, terus juga dia banyak yang suka seperti sama atasannya, itu banyak yang sudah kasih kepercayaan gitu sama almarhum, mungkin cepat dekat intinya" jelas Elma. 

"Sebelumnya juga kan dia pernah tugas di Polres. Habis itu dia ke Polda lagi. Nah, mungkin karena itu juga ada seorang yang nggak suka sama dia itu," ungkap Elma.

Tidak Pernah Cerita Kasus

Terkait kasus yang ditangani Brigadir Nurhadi, Elma mengatakan suaminya tidak pernah cerita. 

"Kalau cerita-cerita masalah itu (kasus yang ditangani) kurang ya, jarang. Kita juga nggak ngerti kan," ungkapnya.

Sampai kini, Elma masih sulit melupakan kebiasaan suami yang penuh kasih setiap kali hendak berangkat kerja.

“Setiap berangkat kerja, dia selalu cium kening saya, cium anak-anak juga. Bahkan dia selalu yang bangunin saya pagi-pagi sebelum berangkat,” ucap Elma dengan suara bergetar.

Elma juga mengenang hari terakhir sebelum Brigadir Nurhadi tewas. 

Suaminya itu pulang lebih awal dari biasanya dan memberi tahu akan mengantar atasannya ke Gili Trawangan.

“Dia masih sehat, segar, nggak ada firasat apa-apa. Dia sempat ambil bajunya, saya yang siapin. Anak yang kedua dia gendong dulu sebelum berangkat. Dia selalu izin ke saya kalau mau kemana pun,” kenangnya.

Baca juga: Keyakinan Elma Agustina Brigadir Nurhadi Dipaksa Minum Obat, Polda NTB Kantongi Otak Pembunuhan

Brigadir Nurhadi berangkat siang hari, setibanya di tempat sempat video call dari kamar penginapan di Gili Trawangan.

Saat itu, korban mengatakan sedang bersama dua atasannya, namun, setelah magrib, Elma mulai gelisah sebab berkali-kali teleponnya tidak diangkat dan voice note juga tidak dibalas. 

“Jam 7 saya VC sampai tiga kali, nggak diangkat. Saya kirim voice note anak saya nanya, ‘Kapan ayah pulang?’, tapi nggak dibalas juga. Padahal biasanya, kalau nggak sempat, pasti dibales atau ditelpon balik” tuturnya. 

Puncak duka datang pada pukul 02:00 WITA, ketika ayah Elma ditelepon menerima kabar dunia. 

Di tengah duka yang belum reda, Elma berharap agar institusi Polri dapat memberikan kejelasan dan keadilan atas kematian suaminya.

Elma juga berharap ada perhatian terhadap masa depan anak-anaknya.

“Harapan saya, almarhum bisa diakui gugur dalam tugas, anak-anak bisa dibantu pendidikannya. Saya ingin anak-anak tetap bisa mewujudkan cita-cita ayahnya,” ucapnya.

Dugaan Kuat Pembunuhan

Terkait proses hukum, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang telah memeriksa berkas perkara kasus kematian Brigadir Nurhadi mengembalikannya kepada penyidik Polda NTB untuk dilengkapi lagi. 

Salah satu petunjuk kelengkapan berkas yakni mengenai penerapan pasal terhadap para tersangka. 

Kepala Kejati NTB Enen Saribanon menjelaskan peristiwa pidana dalam kasus ini tidak cukup hanya terkait dengan penganiayaan atau kelalaian yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Atau seperti yang diterapkan penyidik yakni Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 359 KUHP jo pasal 55 tentang kelalaian yang mengakibatkan meninggal dunia. 

"Salah satu petunjuk kami untuk melakukan penambahan pasal, bisa 338 bisa 340," jelas Enen, Senin (14/7/2025). 

Baca juga: SUMPAH Istri Brigadir Nurhadi Tak Terima Sogokan Rp400 Juta dari Kompol Yogi, Kompolnas Cek Vila

Pasal 338 KUHP dimaksud yakni tentang pembunuhan yang disengaja atau Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

"Kalau ada rangkaian kasus ini kami bisa membuat memutuskan apakah ini memang direncanakan atau pembunuhan sesaat pada saat itu," bebernya. 

"Berkas perkara itu masih jauh dari kata sempurna, kami tidak melihat motif dan modus apa pembunuhan itu," kata Enen, Senin (14/7/2025). 

Dalam petunjuknya, jaksa meminta agar penyidik melengkapi motif dari kasus tewasnya anggota polisi asal Kecamatan Narmada itu. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan forensik  Nurhadi meninggal bukan karena tenggelam melainkan karena dicekik. 

Selain itu juga ditemukan luka akibat benda tumpul di bagian kepala korban. 

Namun sampai saat ini pelaku utama yang melakukan perbuatan yang menyebabkan korban meninggal dunia tak kunjung diungkap. 

Baca juga: Tangis Misri Puspitasari Telepon Ibu Jadi Tersangka Kasus Brigadir Nurhadi, Sempat Pamit ke Lombok

Adapun dalam kasus ini sudah ditetapkan tiga tersangka yakni Kompol Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, dan seorang warga sipil bernama Misri, yang pada saat itu bersama mereka.

Oleh polisi, ketiganya disangkakan pasal 351 ayat 3 KUHP dan pasal 359 KUHP juncto pasal 55. 

Artinya, para pelaku diduga telah menganiaya Nurhadi hingga menyebabkan tewasnya korban di dasar kolam villa Gili Trawangan

Namun, keluarga berharap polisi tidak menggunakan pasal penganiayaan, melainkan pasal pembunuhan seperti dalam pasal 338 KUHP sehingga hukumannya jauh lebih berat. 

(TribunLombok.com/TribunLombok.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved