Fatwa Haram Sound Horeg
Muhammadiyah Jatim Kompak Dukung Fatwa Haram Sound Horeg dari MUI : Sudah Lalui Mekanisme Tepat
Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur mendukung fatwa MUI Jatim yang mengharamkan sound horeg
Sehingga memanfaatkan kemajuan teknologi audio digital dalam kegiatan sosial keagamaan, dan budaya adalah boleh-boleh saja selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.
"Fakta di lapangan memberikan data bahwa sound horeg telah menyalahi prinsip-prinsip syari’ah itu," jelasnya.
Baca juga: Respons Budayawan Tentang Larangan Sound Horeg, Pemkot Malang Diminta Segera Buat Aturan yang Tegas
Ada sejumlah alasan yang mendukung hal itu. Diantaranya adalah data ahli, bahwa tingkat kebisingan sound horeg melebihi batas wajar. Yakni, bisa mencapai 120-135 desibel (dB) bahkan lebih.
Sedangkan batas aman yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) adalah 85 dB untuk paparan selama 8 jam.
Kebisingan yang melebihi ambang batas bisa mengakibatkan gangguan pendengaran, gangguan pendengaran bertipe saraf atau sensorineural yang mengakibatkan kerusakan struktur serabut saraf di telinga bagian dalam.
Di samping itu juga ada sejumlah efek lain.
"Dalam beberapa kasus karnaval dan battle sound horeg juga menjadi pemicu hadirnya kemungkaran, seperti dancer erotis, minum khamar, dan perkelahian atau tawuran di antara penonton," terangnya.
Menurut Kiai Syamsudin, ada berbagai dalil yang menyebutkan bahwa segala hal yang berpotensi menimbulkan bahaya harus dihilangkan.
"Mencegah kerusakan harus didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.