Kota Malang

Pemkot Malang Imbau Pengelola Bangunan Tua Urus PBG dan SLF untuk Cegah Risiko Kerusakan

Kepala Dinas PUPRKP Kota Malang, Dandung Djulharjanto, beri imbauan tersebut muncul sebagai respons bangunan ambruk

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
BANGUNAN TUA KAYUTANGAN - Deretan bangunan tua di kawasan Kayutangan, Kota Malang, Rabu (8/10/2025). Pemkot Malang mendorong pemilik bangunan tua mengurus perizinan persyaratan bangunan demi keselamatan. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Pemkot Malang melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPRKP) mendorong pengelola bangunan tua maupun bangunan publik untuk mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Langkah ini sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi kerusakan bangunan dan menjaga keselamatan masyarakat.

Kepala Dinas PUPRKP Kota Malang, Dandung Djulharjanto, menjelaskan bahwa imbauan tersebut muncul sebagai respons atas kejadian bangunan ambruk di luar daerah, yang memicu kewaspadaan terhadap bangunan serupa di Kota Malang.

“Kalau menurut saya, di kasus kemarin itu ada salah prosedur. Nah, di Kota Malang kami antisipasi supaya hal seperti itu tidak terjadi."

"Kami harapkan pengelola bangunan mengajukan izin PBG-nya,” ujar Dandung kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, melalui proses pengajuan PBG, konstruksi bangunan akan dinilai secara menyeluruh, mulai dari desain, perhitungan kekuatan struktur, hingga kesesuaian dengan standar teknis.

Baca juga: Cuaca Ekstrem di Kota Malang, Hujan dan Angin Kecang Sebabkan Pohon Tumbang di Sejumlah Lokasi

Pemkot Malang juga memiliki Tim TPA (Tim Penilai Ahli) untuk meninjau kelayakan dan keamanan bangunan.

“Pada saat mengajukan PBG, konstruksinya sudah jelas dihitung. Ada hitungannya, ada gambarnya, ada kajiannya. Dengan itu hal-hal seperti bangunan roboh bisa diminimalisir,” jelasnya.

Dandung menyebut, target pengurusan PBG dan SLF di tahun 2025 sekitar 2.000 bangunan, termasuk gedung pemerintahan. Meski demikian, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah.

Secara teknis, Dinas PUPRKP juga melakukan pemeriksaan visual terhadap bangunan tua. Pemeriksaan ini meliputi pengamatan kondisi fisik serta analisis bahan bangunan.

“Kami cek di lapangan kondisi bangunannya, lalu kami analisa juga bahan-bahannya,” tambahnya.

Namun, Dandung menegaskan bahwa proses PBG dan SLF bersifat inisiatif dari pemilik atau pengelola bangunan, sehingga pemerintah tidak bisa memaksa.

"Kami hanya bisa mengimbau. Dan ini sudah kami lakukan untuk bangunan-bangunan publik seperti sekolahan dan rumah sakit yang sering didatangi masyarakat,” katanya.

Ia menambahkan, tingkat kepatuhan pengelola bangunan terhadap aturan PBG dan SLF di Kota Malang sudah cukup baik, meski masih banyak yang belum menuntaskan pengurusannya.

“Lumayan banyak juga yang sudah mengurus, meskipun masih ada yang belum,” ujar Dandung.

Dengan pengawasan dan pendampingan tersebut, Pemkot Malang berharap seluruh bangunan publik di wilayahnya aman, layak fungsi, dan sesuai dengan standar konstruksi yang berlaku.

Sebelumnya, Pemkot Malang telah bertemu dengan Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) Prof. M Bisri, yang juga pengurus Yayasan Masjid Agung Jami Kota Malang.

Bisri mendorong Pemkot Malang untuk memberikan pendampingan teknis kepada pengelola masjid dan pondok pesantren (ponpes) dalam pengurusan PBG dan SLF. Menurutnya, banyak bangunan tempat ibadah dan pendidikan agama di Kota Malang yang belum memenuhi ketentuan tersebut.

“Kemarin kami berdiskusi dengan Wali Kota. Tidak hanya pondok pesantren, tapi juga masjid. Kami membahas konstruksi, struktur, terutama terkait PBG dan SLF,” ujar Bisri, Selasa (7/10/2025).

Ia menjelaskan, langkah awal yang dilakukan adalah pendataan dan peninjauan kondisi bangunan di ponpes dan masjid. Pemeriksaan ini akan melibatkan perguruan tinggi, karena jumlah tenaga teknis di Pemkot Malang dinilai masih terbatas.

“Setelah itu nanti dicek PBG dan SLF. Banyak yang belum punya karena berbagai faktor. Biasanya bangunannya dikerjakan bertahap, kadang tanpa desain sesuai standar,” terangnya.

Bisri menilai, pengurusan PBG dan SLF kerap terkendala biaya dan proses administrasi yang rumit. Karena itu, ia mendorong pemerintah hadir secara aktif memberikan pendampingan, bahkan bila perlu menggratiskan biaya pengurusan untuk bangunan publik seperti masjid dan pondok pesantren.

“Mereka tidak punya uang untuk mengurus PBG dan SLF. Nah itu harus ada pendamping yang bisa menghitung struktur dan sebagainya. Pemerintah harus hadir, karena ini bangunan publik. Kalau perlu digratiskan,” tegasnya.

Menurutnya, di Kota Malang ada dua pola pembangunan tempat ibadah: ada yang dikelola oleh kontraktor profesional dan ada pula yang dibangun secara swadaya masyarakat. Meski begitu, Bisri menegaskan, pengurusan PBG dan SLF tetap penting karena menjadi jaminan keamanan bangunan.

“Kalau mengurus PBG dan SLF, pasti aman. Pemerintah tidak akan mengeluarkan izin kalau syaratnya belum terpenuhi,” ujarnya. 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved